[SLOW UPDATE]
Setelah mengalami kecelakaan bus dan tewas, Renna bereinkarnasi menjadi salah satu anak dari tokoh villain psycopat dalam sebuah novel yang pernah ia baca. Parahnya lagi, kelak ia dan seluruh keluarganya akan dihukum mati oleh Male Lea...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
✯Happy Reading✯
"Sakit?" tanya gadis itu saat ia dengan sengaja menekan luka Axcel, membuat darah anak itu semakin mengalir deras.
"Sedikit … sakit," jawab Axcel tenang.
"Aku akan memeriksa darahmu, jadi akan kuambil sedikit," ujar Lycene menjelaskan.
Setelah selesai mewadahi darah anaknya di mangkuk kecil, Lycene beralih menatap Axcel, "Aku sengaja menambahkan racun saat kau masih di dalam telur. Itulah sebabnya mengapa darahmu berwarna seperti ini, semakin pekat warnanya berarti semakin kuat pula racun yang terkandung di dalamnya. Ini adalah senjata yang mematikan, tidak ada yang bisa bermain-main denganmu."
"Benarkah?" tanya anak itu antusias.
"Iya, kau tidak percaya? Akan kutunjukkan kalau begitu."
Lycene mengambil sebuah tanaman kecil yang berada di pot tidak jauh dari tempatnya. Gadis itu menuangkan darah Axcel tadi ke tanaman itu. Hanya selang beberapa detik, tanaman yang awalnya segar itu perlahan-lahan menjadi layu dan mati.
"Kau lihat?" ujarnya tersenyum miring menatap Axcel yang terkagum-kagum melihat tanaman yang kini mati itu.
"Keren!" seru anak itu dengan mata yang berbinar-binar.
"Kau bahkan kini juga tidak sadar kalau lukamu sudah sembuh tanpa bekas."
Axcel terdiam, ia kini beralih menatap lengannya yang terluka akibat sayatan ibunya tadi. Hilang. Luka itu sudah sembuh tertutup tanpa bekas. Seolah tidak pernah ada apa-apa di sana sebelumnya.
"Kok bisa?" pekik Axcel terkejut melihat tangannya sendiri.
Lycene memiringkan kepalanya, "Sebenarnya aku sudah tidak kaget akan hal ini karena aku juga menambahkan ramuan penyembuhku padamu saat masih menjadi telur. Tapi aku tidak menyangka itu akan bekerja secepat ini, terlebih lagi … "
Lycene terdiam beberapa detik, "Kau tidak merasakan sakit sama sekali?" tanyanya menatap anaknya serius.
Axcel menggeleng lugu, "Axcel bahkan tidak sadar kalau lukanya tiba-tiba sembuh."
Aneh, kenapa bisa begini?
Ramuan penyembuh miliknya memang dapat menyembuhkan luka tanpa bekas hanya dalam beberapa menit bahkan detik tergantung lebar dan dalamnya luka itu. Tapi saat ramuan itu bekerja akan terasa sakit yang luar biasa pada luka kita, sensasi panas dan perih bercampur menjadi satu.
Rasa sakit yang dua kali lipat lebih menyakitkan dari luka itu sendiri.
Lalu bagaimana bisa Axcel tidak merasakan apapun? Apakah mungkin karena ramuan itu sudah bercampur dengan imun tubuhnya? Itulah sebabnya ia tidak merasakan sakit?
Tapi terlepas dari semua itu bukankah ini hal yang baik? Makhluk ciptaannya ini benar-benar berhasil.
Hanya perlu mengajarinya beberapa hal lagi hingga ia bisa menjadi 'alat' yang sempurna.
***
Hari terus berlalu menjadi minggu, lalu minggu pun berganti menjadi bulan. Setiap hari Lycene selalu mengajarkan hal yang berbeda-beda pada Axcel. Entah itu dari segi akademik ataupun non akademik.
Gadis itu secara berseling mengajarkan Axcel ilmu pengetahuan dan berpedang. Bahkan anak sekecil itu kini sudah bisa berkuda sambil memanah.
Sangat tidak masuk akal dan tidak bisa dipercaya. Tetapi memang itulah kenyataannya.
"Bagus, Axcel. Sampai di sini dulu latihannya, kita lanjut lagi besok," seru Lycene sedikit berteriak.
Menurut, anak lelakinya itu pun menghentikan aktivitas memanah sembari berkudanya. Axcel turun dari kuda, tapi karena kudanya yang tinggi dan tubuhnya yang kecil, alhasil ia jatuh terjerembab di tanah.
Lycene menoleh menatap anaknya yang kini sudah bangkit berdiri, "Padahal sudah berapa kali kubilang untuk hati-hati."
Axcel mengusap pantatnya pelan, "Maaf Bunda, Axcel niatnya mau begitu tapi malah jatuh. Coba aja badan Axcel lebih besar pasti enak turunnya."
"Kau pasti akan tumbuh besar juga seiring berjalannya waktu."
Sudah tujuh bulan lebih lamanya sejak kelahiran Axcel. Selama itu pula Axcel sudah banyak menguasai banyak hal, bahkan bisa dibilang skill berpedangnya kini lebih hebat dari Lycene.
Anak itu memang sangat cepat tanggap, ia mampu menguasai segala hal hanya dalam sekali lihat dan berhasil dalam sekali coba.
Terkadang Lycene merasa iri melihat anak empat tahun jalan lima itu lebih hebat darinya.
"Ayo kita kembali," ujar Lycene setelah membereskan anak panah Axcel. Gadis itu mengangkat Axcel naik ke kuda lalu disusul dengan dirinya yang duduk di belakang.
Memacu kudanya kembali ke kediaman Terramort. Karena sehari-hari mereka berlatih di dalam hutan, tentunya secara sembunyi-sembunyi agar tidak ketahuan.
***
"Kau baca buku itu lagi?"
Itu suara Lycene, gadis itu seraya membawa nampan berisi camilan bertanya pada Axcel yang kini duduk tenang di atas ranjang.
Sejak Axcel menetas Lycene sudah tidak pernah lagi tidur di kamarnya. Setiap malam gadis itu selalu tidur dengan putranya.
Kini pun kamar yang berada di ruang laboratorium itu sudah dirombak menjadi agak besar. Lycene meminta ayahnya untuk melakukannya, alasannya agar ia bisa tidur lebih nyaman di sana.
Ia membual sedang menciptakan hal baru lagi. Gadis itu juga meminta izin untuk jarang menghadiri pertemuan keluarga ataupun acara makan bersama karena eksperimennya kali ini.
Daver yang dengan percayanya langsung menuruti perkataan putrinya tanpa tahu bahwa sebenarnya Lycene berbohong. Padahal kenyataannya adalah agar gadis itu mempunyai banyak waktu mengajari Axcel.
"Iya, semalam Axcel belum selesai baca," jawab anak itu membuyarkan semua pikiran Lycene.
Terjadi keheningan selama beberapa menit, hingga akhirnya keheningan itu pecah saat Lycene buka suara.
"Axcel," panggil gadis itu membuat anaknya mengalihkan atensinya dari buku.
"Iya Bunda?"
Lycene mengubah raut wajahnya menjadi serius, "Besok kita akan pergi dari sini."
"Pergi dari sini, keinginan Bunda yang waktu itu?"
"Iya, besok aku akan memberitahumu rencananya. Kita juga memerlukan bantuan Hana."
Lycene berharap rencananya kali ini akan berhasil sehingga ia bisa cepat keluar dari 'neraka' yang menyesakkan ini.
Pagi harinya seperti yang ia katakan, Lycene memanggil Axcel dan Hana berkumpul. Saat ini ia tengah menjelaskan tentang rencananya untuk kabur.
Awalnya Hana terkejut dan tidak menyetujui rencana konyol nonanya, tapi setelah sedikit memohon yang sebenarnya bercampur ancaman dari Lycene akhirnya Hana menyetujuinya.
Iya, sekuat dan setangguh apapun mental nonanya pasti ada secuil keinginan untuk kabur dari tempat yang mirip neraka ini. Hana dapat memahaminya, nonanya hanya ingin hidup normal dan bahagia seperti gadis-gadis pada umumnya, begitulah pikir Hana.
Walaupun apa yang ia pikirkan sebagiannya itu benar, tapi tujuan utamanya kabur adalah karena Lycene sedang berusaha menghindari kematiannya.
"Baiklah, jika sudah jelas kita mulai rencananya," putus Lycene mantap.