✯Happy Reading✯
"Haa … benar-benar," gumam Daver pelan seraya menyugar rambutnya ke belakang.
Ia menatap Zic dan Lycene yang masih meringkuk di lantai dengan sorot dingin, "Terus ingatlah rasa sakit ini, hingga kalian trauma untuk mengulangi kesalahan yang sama lagi."
Setelah mengucapkan kalimat itu, Daver membuang kayunya ke sembarang arah. Setelah puas menghajar kedua anaknya, ia dengan tanpa rasa bersalahnya berlalu pergi. Meninggalkan kedua anaknya yang babak belur hampir sekarat begitu saja.
"Sudah aman, ayah sudah pergi," ujar Zic lirih melepaskan pelukannya. Ia dengan kesusahan duduk, membantu Lycene yang masih meringkuk di lantai untuk duduk juga.
Lycene menatap Zic dengan pandangan nanar. Sekujur tubuh anak itu dipenuhi luka. Entah itu luka lebam pukul maupun luka karena paku. Yang jelas hampir sekujur tubuhnya bersimpah darah.
Zic tersenyum lembut, "Tak apa, ini bukan luka yang serius," ujar anak itu saat melihat wajah khawatir Lycene yang hendak menangis.
Ah tidak, lebih tepatnya gadis kecil itu sudah kembali menangis sekarang. Lycene benar-benar merasa bersalah. Hanya karena melindungi dirinya dari amukan sang ayah, Zic sampai terluka parah seperti ini.
Dan lagi, bagaimana bisa anak itu tersenyum di saat sekujur tubuhnya di selimuti darah seperti itu? Tidakkah ia melihat cairan merah itu terus merembes keluar dari lukanya?
Tidak hanya mengotori baju dan celananya, tapi bahkan hingga menetes ke lantai. Menciptakan kolam merah kecil di bawah dan sekitar tempatnya duduk.
Zic menggeser duduknya mendekat ke Lycene. Tangannya yang penuh luka terulur mengusap pipi adiknya yang lebam dan bengkak karena pukulan Daver, "Pasti sakit. Maaf ya karena aku kau jadi terluka seperti ini."
Lycene menggeleng, masih menangis sesenggukan. Seharusnya ia yang mengatakan itu, bukan Zic. Lycene yang seharusnya minta maaf karena melindungi dirinya, Zic jadi terluka seperti ini.
"Padahal aku sudah menyalinnya semirip mungkin dengan tulisanmu, tidak kusangka ayah akan menyadarinya," kekeh anak itu dengan kesusahan.
"Aku benar-benar minta maaf … bahkan hingga di detik ini … aku sebagai kakak belum bisa melindungimu," lirih Zic menunduk, bulir air matanya mulai keluar berjatuhan membasahi lantai.
Zic terisak, bahunya gemetar naik turun, "Maaf … Lycene."
Lycene yang melihat kakaknya tampak begitu hancur hingga terisak seperti ini semakin menangis kencang. Gadis kecil itu menghambur memeluk Zic. Menumpahkan air matanya di bahu saudaranya.
Rasa sedih, menyesal, marah, benci, dan dendam bercampur menjadi satu. Berkecamuk tak karuan di dalam dirinya. Semua rasa itu ia eskpresikan lewat air mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Real Villain
Fantastik[SLOW UPDATE] Setelah mengalami kecelakaan bus dan tewas, Renna bereinkarnasi menjadi salah satu anak dari tokoh villain psycopat dalam sebuah novel yang pernah ia baca. Parahnya lagi, kelak ia dan seluruh keluarganya akan dihukum mati oleh Male Lea...