Chapter 21

16.1K 1.8K 22
                                    

✯Happy Reading✯

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

✯Happy Reading✯



"Kita mau ke mana Bunda?"

Itu suara Axcel, di tengah kerumunan orang-orang yang berada di gang sempit nan kumuh itu ia bertanya. Matanya sedari tadi menatap kesana kemari, memperhatikan lalu lalang orang-orang yang memakai jubah hitam dan topeng.

Sama seperti dirinya dan Lycene saat ini. Awalnya Axcel bingung kenapa bundanya menyuruhnya mengenakan jubah hitam dan topeng. Tapi setelah ia berada di sini Axcel rasa ia sedikit mengerti.

"Ikut saja."

Pada akhirnya hanya dua kata singkat itu yang lagi-lagi keluar dari mulut Lycene. Yang berarti ini bukan pertama kalinya Axcel bertanya. 

Lycene menghentikan langkahnya setelah berbelok ke gang yang lebih sempit. Lebih tepatnya ia kini berdiri di depan pintu kayu usang bangunan dua tingkat.

Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu gadis itu langsung membuka handle pintu dan masuk ke dalam ruangan yang temaram. Axcel yang sedari tadi menjadi ekor ibunya ikut masuk juga ke dalam.

Mata merah anak itu menelisik setiap bagian di dalam ruangan yang rupanya cukup luas. Di dalam hanya ada satu meja besar dengan seseorang yang juga mengenakan jubah dan topeng tengah duduk seolah menjadi resepsionis di balik meja. 

Di belakangnya ada rak buku besar yang penuh dengan buku-buku dan kertas-kertas yang tidak tersusun rapi. Sebagian dari benda-benda itu juga berserakan di lantai dan meja tempat orang itu duduk.

Lycene mendekat ke orang itu yang sepertinya adalah lelaki. Gadis itu mengeluarkan map coklat dari tasnya, menyodorkannya di depan pria itu.

"Aku ingin menjualnya," ujarnya mengatakan maksud kedatangannya.

Lelaki itu membuka isi map yang Lycene sodorkan. Membaca dengan teliti dokumen apa yang ada di dalamnya. Tampak dari lubang topeng di matanya, lelaki itu terkejut. Hal itu terlihat dari pupil matanya yang melebar.

"Anda yakin?"

"Iya." 

"Baiklah, tunggu sebentar," ujar lelaki itu lalu mengobrak-abrik tumpukan kertas-kertas di atas mejanya. 

Setelah menemukan benda yang ia cari, dia lantas menunjukkan kertas itu pada Lycene. 

"Menurut catatan di sini, jika di jual tanah ini sekarang mencapai harga sekian," jelasnya menunjuk harga nominal dari tanah yang akan Lycene jual.

Mata gadis itu sedikit terbelalak karena terkejut. Ia tidak menyangka harganya akan semahal itu. 

Iya benar. Tanah yang ia jual adalah salah satu aset milik keluarga Terramort. Lycene mencuri sertifikat tanah milik ayahnya sebelum ia melancarkan aksi kaburnya.

The Real VillainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang