Chapter 12

21K 2.4K 31
                                        

✯Happy Reading✯

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

✯Happy Reading✯



"Terlebih lagi menyaksikannya menggunakan mata kepala sendiri. Apa kau menyukainya?" lanjut si pemilik suara tadi. Seringai tipis jelas terlihat dari bibirnya.

Lycene, yang barusan bersuara memiringkan kepalanya. Netra merahnya menyorot puas pada wajah murka Zie di bawah.

Saat ini gadis itu tengah berada di balkon, menyandarkan tubuhnya pada pagar balkon kastil. Salah satu tangannya terangkat menopang dagunya.

Tapi tidak ada respon dari lelaki itu, ia masih terdiam membatu di tempat. Netra merahnya menatap tajam penuh kebencian pada Lycene. 

Amarah meletup-letup dalam dirinya, kepalanya seakan mendidih sangking terbakarnya ia oleh api murka.

Lycene mendesah kecewa, "Ah, tidak asyik. Kau hanya diam seperti batu tak berguna di sana. Kenapa kau tidak memberontak melawan ayah? Paling-paling ia hanya akan mencabut gelar penerus Duke padamu."

"Tenang saja, dia tidak akan sampai membunuhmu karena kau anak kesayangan Luna. Pria tua itu jelas tidak mau kehilangan sumber hartanya," Lycene kembali melanjutkan, satu sudut bibirnya terangkat membentuk seringai.

Hening.

Zie masih membatu di tempat. Tidak berniat membalas apapun semua perkataan saudaranya. Ia hanya semakin menatap tajam penuh dendam pada gadis itu.

Jujur saja, kenapa semua kejadian hari ini bisa terjadi adalah karena Lycene. Gadis itu yang memberitahukan pada Daver kalau Zie menjalin hubungan cinta dengan seorang pelayan. Beserta memberikan buktinya.

Daver murka, detik itu juga ia langsung memerintahkan Well untuk mengadakan pengadilan untuk gadis pelayan itu.

Menurut Daver yang dilakukan Zie dan Yena adalah penghinaan. Menjalin kasih dengan orang rendahan tanpa status bangsawan benar-benar mencemari nama keluarga.

Dan siapapun yang berani melakukan itu akan dihukum dengan hukuman paling menyakitkan. Karena seperti itulah prinsip keluarga Terramort sejak kakek moyang mereka.

Kembali ke kenyataan, sudah bermenit-menit tetap masih tidak ada jawaban. Zie masih membisu di tempatnya.

Lycene menguap, "Membosankan. Dari segi manapun ternyata memang benar Zic jauh lebih menyenangkan darimu."

Lantas gadis itu berbalik, melangkahkan kakinya pergi meninggalkan balkon masuk ke dalam kastil.

Tepat saat itulah, langit bergemuruh. Rintik hujan mulai turun deras membasahi bumi tanpa tanda-tanda gerimis terlebih dahulu.

Zie mendongak, kembali menatap wajah pujaan hatinya yang sedikit tertutup oleh rambut pirang panjangnya.

Bulir air mata lelaki itu jatuh, bersamaan dengan air hujan yang mengguyur tubuhnya tanpa ampun.

The Real VillainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang