BAB 18. Bus

685 42 0
                                    

"Da-dah Carley!" Calvin melambaikan tangannya ketika hendak masuk ke dalam mobil. Aku berbalik badan dan membalas lambaian itu.

"Hati-hati dijalan Cal," teriakku dari kejauhan.

"Aku akan langsung ke apartmentmu bila sudah pulang dari rumah pamanku," balas Calvin ikut berteriak.

Aku tersenyum lebar sambil mengacungkan jempol. Calvin pun melambaikan tangan untuk yang terakhir kali sebelum akhirnya masuk ke dalam mobil dan mulai menjalankannya. Hari ini Calvin tak bisa mengantarku pulang karena harus menemani ibunya menjenguk pamannya yang sedang sakit. Sebagai ganti, ia berjanji untuk mengantarku pulang besok. Aku tidak memaksanya, justru aku menolak karena bus jauh lebih baik dari pada merepotkan orang lain.

Senyumanku menukik tipis saat menatap mobil Calvin yang semakin menjauh. Aku menghela nafas. Mengingat perubahan Calvin yang tadinya malu-malu lalu menjadi begitu akrab denganku tak menutup kemungkinan bila dia sangat menyukaiku sebagia teman. Calvin selalu berusaha mendekatkan dirinya kepadaku, begitu pun sebailiknya. Usaha itu membuat kami berdua semakin akrab tanpa adanya jarak canggung yang biasa hadir ketika baru mengenal orang baru.

Setelah berjalan keluar gerbang, keadaan terlihat sepi. Tak banyak mobil-mobil yang berlalu lalang. Juga siswa-siswa yang berjalan keluar dari gerbang hanya bisa dihitung jari jumlahnya. Aku berjalan menuju halte yang berada disebrang sana. Cuaca yang terik membuat peluhku bercucuran dengan deras. sengatan matahari dikulit membuat tubuhku makin berkeringat.

Aku mengembungkan pipi lalu mengeluarkan nafas dari mulut sambil memgipas bagian wajah dengan telapak tangan. Pandanganku tak menangkap seorangpun di halte. Itu berarti, aku sendirian lagi. Hidup dikota metropolitan tak seperti yang kubayangkan, kurasa akan banyak orang yang bisa kuajak berkomunikasi namun nyatanya aku sama saja tinggal dihutan yang tak perpenghuni. Tak ada yang dapat diajak berkomunikasi, tak ada orang, bahkan tak ada bus yang lewat sekarang. Untuk kesekian kalinya aku menghembuskan nafas dengan malas.

Sesampainya di halte aku segera mendudukkan diriku dikursi sambil mengselonjorkan kaki yang terasa pegal meski hanya berjalan tak terlalu jauh. Cuaca yang terik makin membuat peluhku bercucur dengan deras, aku pun mengelapnya dengan buku-buku tanganku dan kembali mengipas wajahku dengan telapak tangan. Tak lama handphoneku berdering menandakan satu panggilan masuk. Kuraih handphone yang kutaruh di kantung kemeja itu. Tertera nama 'AYAH' disana. Lantas aku langsung terloncat senang dan mengangkatnya.

"AYAH..." ucapku histeris ketika telah mengangkat panggilan itu. Aku tak dapat mengontrol rasa bahagiaku karena aku sangat merindukan lelaki yang sangat aku cintai itu.

"bonjour ma petite fille. Comment allez-vous? (Halo putri kecilku. Bagaimana kabarmu?" tanya Ayah dengan bahasa prancisnya.

"est pas très bon, Ayah. Tu me manques.(sangat tidak baik Ayah. Aku merindukanmu)" balasku dengan manja. Terdengar suara tawaan Ayah diujung sana yang membuatku makin cemberut. Apa yang lucu.

"Aku juga sangat merindukanmu nak. et me pardonner de ne pas eu le temps de vous appeler (dan maafkan aku karena baru sempat menelponmu sekarang) Aku sangat merindukanmu."

"Ah, kau membuatku terharu Ayah haha.." aku terkekek diikuti oleh Ayah.

"Jadi bagaimana dengan sekolahmu? Dan.... Kehidupanmu...seorang diri?" tanya Ayah hati-hati takut membuatku sedih. Dan aku memang sedih ketika diingatkan lagi dengan kenyataan itu. Tapi aku bisa memainkan peranku dengan baik agar bisa menutupi kesedihan itu.

"Whoo.... Sangat menyenangkan Ayah. Aku memiliki teman-teman hebat dan keren. Aku juga sudah mendapatkan seorang sahabat baik bernama Calvin, padahal aku baru beberapa hari berada dil London tapi pertemananku dengannya seolah-olah sudah bertahun-tahun," ceritaku antusias. Kali ini aku tidak berakting ketika menceritakan tentang Calvin. Aku memang sangat antusias bila menceritakan teman-temanku kepada Ayah.

The Secret Between You And LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang