BAB 42 .Why do you think so? (3)

547 36 1
                                    

Sepuluh menit sebelum bel pulang berbunyi, aku berada di toilet. Tak ada guru yang masuk ketika pelajaran terakhir dan itu membuatku dengan mudah berkeliaran di koridor. Ketika membasuh tangan, handphoneku berbunyi. Pertanda satu pesan masuk. Mengeringkan tangan, aku membuka pesan tersebut. Adam.

Tiba-tiba perasaan senang muncul di dalam diriku, perasaan seperti mendapat waktu libur yang lebih. Dengan segera aku membuka pesannya.

From: Adam

Aku akan menunggumu di halte. Teman-temanku masih berkeliaran disini.

Sisi bibirku tertarik keatas. Membuat lengkungan cekung dari bawah. Kami berhubungan, meskipun tidak banyak yang tahu. Layaknya bermain petak umpat, kami menghindari siapa pun yang akan melihat kami. Berlari melewati lorong demi lorong, menemukan tempat persembunyian yang selalu menghubungkan kami namun tak ada satu pun yang tahu. Tempat teraman yang membuat kami selalu bertemu dan tak ditemukan orang-orang lain. Tempat awal yang membuat hubungan kami bisa sedekat ini. Halte. Terdengar lucu. Sepertinya aku berutang banyak pada halte.

Aku kembali melirik cermin, merapikan rambutku dan merapikan seragamku yang agak kusut. Senyumanku kembali terukir tatkala aku merasa tak sabar bertemu dengannya. Menjadi benar-benar seperti diri kami sesungguhnya tanpa kepalsuan yang menutupi segalanya. Saat di mana kami berhubungan dekat tak seperti di sekolah yang bahkan tak pernah saling bicara di hadapan orang-orang.

Ketika aku keluar, ternyata Michael telah berdiri di depan toilet. Menyandarkan diri ke dinding sambil menaruh kedua tangannya ke dalam saku celana. Ia mendongak menatapku, memperlihatkan wajah mengintimidasi yang cukup membuat jantungku berdebar cepat, ketakutan. Seketika aku terdiam di tempat. Saling menatap satu sama lain dalam diam dimenit-menit yang menakutkan. Bayanganku, pasti dia akan kembali menggangguku. Badanku terasa lemas ketika menyadari bahwa koridor ini sangat sepi, hanya ada kami berdua yang saling menatap. Pertanyaan-pertanyaan negatif muncul dalam pikiranku. 'Apakah dia membawa pisau ?'

'Apakah dia akan membuatku berdarah?'

'Apakah akan lebih parah?'

'Apakah aku akan merasa sangat kesakitan?'

'APAKAH ADA YANG AKAN MENOLONGKU?'

Bersamaan dengan pertanyaan terakhir yang menyentak seluruh kesadaranku, aku segera berjalan cepat menghindari Michael yang hendak mendekat. Dengan kekuatan, aku berhasil mengambil langkah besar. Tapi kemudian nafasku tercekat saking gemetarnya. Hal itu membuatku sedikit memelankan langkahanku. Aku mengambil nafas dalam-dalam sebelum aku merasakan seseorang sedang berdiri di belakangku. Itu Michael! Dengan cepat aku kembali menjauh, kali ini aku berlari. Tak peduli apakah aku akan bisa bernafas atau tidak ketika berlari. Yang ada di pikiranku saat ini hanyalah 'lari dari hadapannya sekarang'

"Jangan bodoh, anak baru!" suaranya terdengar tenang juga tegas. Hal itu membuatnya berhasil menghentikan langkahanku. Aku terdiam di tempat, ragu apakah harus berbalik atau tidak. Namun akhirnya aku berbalik. Michael masih menaruh kedua tangannya disaku celana. Ia mengambil langkah kecil, dan mulai berjalan ke arahku. Setiap langkahan yang membuat jarak kami menjadi dekat itu membuatku mundur beberapa langkah. Meski tak mengerti maksud perkataan Michael barusan, aku tak yakin dia bisa bersikap tidak akan mencelakaiku sekarang. Apalagi peluang kesempatannya untuk mencelakaiku saat ini terbilang besar. Barangkali tahu akan ketakutanku saat ia mendekat, akhirnya Michael menghentikan langkahannya.

"Aku minta jauhi Adam," lagi-lagi ia berkata dengan datar. Ekspresinya datar, ia menghela nafasnya dengan tenang. Membahas mengenai Adam, aku menautkan alis tak senang. Mengapa semua orang memintaku menjauhi Adam? Apa salahnya bila aku hanya berteman dengannya?

The Secret Between You And LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang