BAB 40. Why do you think so?

555 35 1
                                    

"Carley!" seru Austin ketika baru masuk kelas. Lelaki itu merentangkan tangannya lebar, lalu melambai-lambai hingga semua orang di kelas menatap sinis kearahnya. Lelaki itu tersenyum lebar menatapku dari kejauhan. Gigi putih yang ia pamerkan seakan bercahaya ketika ia menampakkannnya. Ketika Austin berjalan menghampiriku, orang-orang kembali melanjutkan aktifitasnya. Tidak aneh lagi bagi mereka melihat sifat Austin yang bisa dikatakan 'konyol tak berotak' setidaknya itu yang sering dikatakan Christian dan Brad, dan baru-baru ini, Calvin telah berani mengatakan hal itu. Meski kemungkinan besar Austin akan kembali mencekik Calvin karena berani mengatakannya.

"Carley, Carley...."kebetulan Perrie dan Calvin belum datang saat ini, jadi Austin langsung mendaratkan bokongnya dibangku Perrie. Sedangkan aku pura-pura menghindarinya dengan menggeser sedikit bangkuku sambil berkata "aku tidak mengenalmu, aku bukan temanmu."

Tapi bukan Austin namanya bila tidak menanggapi semua perkataanku dengan rayuan.

"Kau memang bukan temanku, tapi kau adalah calonku istriku."

Di saat itu juga aku langsung memutar kedua bola mataku, menunjukkan ekspresi paling muak yang pernah ada. Tapi tetap saja aku hanya bercanda. Ketika kami sama-sama sedang tertawa, pintu kelas berderit karena dibuka. Sosok Perrie muncul dari balik pintu. Ia melangkah masuk, memegang bagian bawah tali ransel yang sejajar dengan pundaknya dan berkata sambil tersenyum. "Hai."

"Hai," sahut Austin dengan nada cerianya.

"Eh, hai," balasku, sedikit terpelongo karena sapaannya. Selama sebulan lebih aku duduk disampingnya, Perrie tidak pernah mengucapkan kata "hai" yang menurutku agak berbasa-basi. Perrie bukan tipe gadis yang suka berbasa-basi, aku memang tidak cukup mengenalnya, tapi aku mengetahui hal itu ketika ibunya berbasa-basi padanya saat aku dan Calvin datang menjenguknya sakit. Beberapa detik kemudian, Perrie mengusir Austin dari tempat duduknya. Yah, mengusir dengan ekspresi datar seperti biasa namun menakutkan. Tak payah bagi Perrie untuk mengusir Austin. Ia hanya mengatakan "pergi. Dari. Bangkuku. Sekarang." dan dituruti Austin dengan tarikan bibir atasnya yang cukup mengejek. Austin enyah. Perrie duduk dan aku diam.

"Huh, payah," ucap Austin. Tak lama kemudian pintu kelas kembali terbuka. Menampakkan sosok Michael yang terlihat sangat berantakan untuk sebuah hari baru.

"Hai, dude!" teriak Austin sambil melambaikan tangannya. Michael menoleh, tak bersemangat. Tapi kemudian Austin menyambar kearah Michael dan merangkul pundaknya. "Ayo ke kantin. Aku butuh rokok," kata Austin sambil mendorong paksa Michael keluar kelas. Michael yang terlihat tak bersemangat itu hanya menurut.

"Ayo, aku butuh kopi."

Maka mereka berdua pun berjalan menuju kantin. Meninggalkan percakapan-percakapan terakhir yang aku dengar dengan jelas. Lalu menghilang di balik pintu kelas dan koridor.

"Ehm," Perrie berdeham, membuatku menoleh singkat kearahnya.

"Kudengar kau dekat dengan Adam?" tanya Perrie tanpa mengalihkan pandangan sedikitpun kearahku.

"Eh, yaa?" aku mengangguk pelan, dalam hati aku bertanya-tanya dari mana dia tahu soal kedekatanku. Bahkan sahabat dekatku sendiri, Calvin, belum tahu tentang ini.

"Dari mana kau tahu?" Perrie langsung menjawab pertanyaanku tanpa memberi sedikit jeda. Tapi bukannya benar-benar menjawab, ia justru berkata hal lain.

"Sebaiknya kau menjauh darinya, kau bukan tipe Adam."

"Apa?" aku membulatkan bola mataku sambil menganga. Untuk beberapa detik aku terdiam menatap kosong kearahnya. Setelah beberapa detik kemudian, aku masih terdiam menatapnya yang kian bangkit dari bangku. Tanpa menunggu kesadaranku kembali, Perrie pergi dari kelas. Meninggalkanku yang masih menganga karena efek ucapannya. Setidaknya biarkan aku bertanya "mengapa kau berpikir demikian?"

The Secret Between You And LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang