BAB 34. Confession of ashton

752 46 1
                                    

Pagi ini London tampak mendung. Belum ada butiran-buritan hujan yang menetes dari langit tapi udara begitu dingin hingga menusuk ke tulang-tulangku. Aku mengeratkan sweater yang kukenakan ketika turun dari bus. Menginjakkan kaki di halte, aku menyapu pandangan ke segala arah. Ada beberapa murid yang hendak menuju gerbang dan salah satunya adalah Isaac. Spontan aku segera memanggilnya. Dalam beberapa detik Isaac segera menoleh. Ia tersenyum lebar sambil melambaikan tangannya. Aku membalas, dengan cepat aku segera menuruni anak tangga halte lalu berlarian kecil menghampirinya.

"Carley, sudah lama tak melihatmu."

"Ya, aku juga sudah lama tak melihatmu. Mungkin aku harus sering ke ruang kesehatan, hm?"

Isaac terkekeh pelan begitu juga denganku. Kami berjalan bersama menuju sekolah. Setiap langkahan-langkahanku, dipenuhi dengan percakapan ringan kami. Hingga Isaac menanyakan sesuatu yang menarik tentang kejadian kemarin. Pertengkaran antara Adam, Liam, dan Louis. Tentu hal itu menarik penuh perhatianku.

"Mengapa Adam melakukan itu?" tanya Isaac dengan penasaran.

Aku hanya menggidikkan bahuku, tidak tahu. "Entahlah, tapi dari yang kulihat Liam dan Louis dulu-lah yang menyerang Adam. Adam sempat terduduk menerima pukulan mereka. Tapi akhirnya dia bangkit dan mengambil kayu untuk memukuli Liam dan Louis hingga babak belur," ceritaku yang mana membuat Isaac menghentikan langkahannya. Ia melotot lebar menatapku dengan pandangan tak percaya.

"Kau ada disana?" itulah kata-kata yang keluar dari bibir Isaac setelah cukup lama terdiam.

"Ya," aku mengangguk. Ketika hendak kembali berjalan, Isaac menghentikan langkahku. Ia menarikku lebih jauh dari murid-murid yang berlalu lalang dan kembali bertanya. "Apa kau sudah lihat bagaimana dia marah?"

Aku mengangguk cepat. "Ya, perkataanmu benar. Dia benar-benar seram dan um..tidak berperikemanusiaan. Kuakui aku tidak tega melihat keadaan Liam dan Louis saat itu meskipun mereka yang lebih dulu memulai."

Menghela nafas pelan, Isaac mengalihkan pandangannya. Dia aneh. Mengapa Isaac terlihat seperti khawatir? Terlebih lagi ia membawaku ke tempat yang tak ramai hanya untuk membicarakan ini. Apa hal ini begitu rahasia? Murid lain juga sudah tahu masalah pertengkaran mereka. Apa yang harus ditutupi?

"Dia berbahaya," ucapan Isaac diiringi dengan helaan nafasnya yang kembali terdengar.

Aku mengernyit. Menautkan alisku, bingung. Setahuku Adam adalah anak yang baik. Yah, meskipun dia terlihat begitu dingin kepada siapa saja. Tapi percayalah, orang-orang beranggapan seperti itu karena mereka tidak mengenal Adam. Aku mengenal Adam, kurasa. Beberapa hari ini kami begitu dekat dan hal itu membuatku mengetahui banyak tentang sisi lain diri Adam yang tak pernah ia perlihatkan. Dan kesimpulanku, Adam tidak berbahaya sama sekali.

"Percayalah, kau mengatakan itu karena kau hanya pernah melihatnya bertengkar. Kuakui dia memang seram ketika bertengkar tapi sebenarnya tidak."

Isaac menghadapkan tubuhnya padaku dengan pandangan datar. "Apa kau dekat dengannya?"

Aku mengalihkan pandanganku dari Isaac. Sedikit gugup. Well, begitu aneh ketika aku mengatakan pada orang lain mengenai kedekatanku pada Adam tapi tidak pada sahabatku. Sebenarnya bukan itu yang membuatku gugup. Tapi tatapan Isaac yang seakan dapat menilai segalanya, membuatku merasa gugup. Bingung harus mengakuinya atau justru menyangkal pertanyaannya. Tatapan itu justru membuatku makin gugp. Siapapun yang melihat gerak-gerik tak tenangku pasti tahu bahwa pertanyaan Isaac memang benar. Dan hal itu membuatku menghela nafas kalah lalu menjawab.

"Ya, beberapa hari ini aku dekat dengannya," rasanya ingin menyangkal, tapi aku tak pandai dalam hal itu.

"Carley, jauhi dia. Dia begitu berbahaya."

The Secret Between You And LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang