BAB 19. Demi's House

787 43 0
                                    

"Satu hari belum berakhir dan kau sudah sangat kerepotan, bagaimana nantinya?" Calvin membaca bukunya sambil berguling santai disofa setelah kuceritakan betapa sialnya hari ini. Mulai dari acara bangun kesiangan, lupa menaruh barang-barangku, hingga merasa sangat kelaparan karena tak sempat membuat sarapan. Yang berakhir pada acara makan besar di kantin Aku menghela nafas ketika kata hatiku membenarkan apa yang diucapkan Calvin barusan. Aku tahu mulai sekarang pasti akan sangat kerepotan karena mengurus diriku sendiri. Tapi sepertinya itu akan menyenangkan. Bila pun tak menyenangkan, aku akan membuat diriku sendiri menyukai tempat tinggal dan kehidupan baruku hingga tak ada hal yang harus kurutuki untuk apa yang telah terjadi. aku tak perlu mengambil pusing masalah ini dengan terus menerus memikirkannya. Lagipula aku sudah sangat terbiasa dalam menerima keputusan. Pertama, keputusan hak asuh yang menyenangkan namun juga kadang membuatku sedih. Yang membuat senang karena aku bisa terus bersama kedua orang tuaku meski harus tinggal dengan mereka satu tahun secara bergantian. Dan hal yang menyedihkannya adalah ketika aku harus meninggalkan teman-teman baikku dan segala yang pernah kujalani selama satu tahun penuh. Seperti yang aku tahu bahwa kedua orang tuaku selalu pindah tempat tinggal ke negara lain dua tahun sekali, hal itu bersamaan dengan berakhirnya kontrak kerja mereka. Sehingga aku sudah terbiasa dengan keputusan-keputusan yang kadang membuatku sedih. Tapi aku selalu pasrah, salah satu cara paling efektif ialah dengan tidak memikirkannya berlarut-larut. Itu selalu ampuh untukku. Dan saat ini, aku tak akan memikirkan pula perihal kehidupanku yang boleh dikatakan sebatang kara di London agar tak kembali merasa sedih. Tentu, aku harus bisa layaknya aku membuang jauh rasa sedihku karena harus berpindah-pindah negara seperti kucing beranak.

"Tompson!" Calvin menepuk pundakku sedikit mengagetkan ketika aku setengah melamun. Melihat ekspresiku yang sedikit terkejut membuat Calvin tertawa geli. Aku hanya mendengus sambil memutar bola mataku.

"Kau punya camilan? Kau tahu aku sedang bosan dan bila sedang bosan biasanya aku makan camilan," lanjut Calvin sambil menggembungkan pipinya seperti anak kecil. Hal itu membuatku gemas lalu menepuk pipi gembulnya hingga mengempis. Gerakan cepat itu sempat membuat Calvin terjolak kaget.

"Maaf Thomas, tapi aku tidak menyimpan camilan untukmu," balasku lalu terkikik. Lantas Calvin menoleh dengan ekspresi datarnya. Well, dia sangat lucu dengan ekspresi dibuat-buat seperti itu. aku pun kembali tertawa.

"Tapi serius Thom, aku belum sempat berbelanja apapun saat aku pindah kemarin. Oh, bahkan aku memanggilmu Thomas sekarang," ucapku seraya berpikir.

"Seharusnya kau memanggilku Hood, karena aku memanggil nama belakangmu, Thompson. Atau aku harus memanggil Sophia? Hahaha aku geli bila memanggilmu Sophia, karena itu adalah nama nenekku."

"Thompson dan Thomas hampir mirip jadi kupikir itu lebih cocok. Well, nenekmu meniru namaku."

"Nenekku yang lebih dulu lahir dari padamu Jelas-jelas kau yang meniru nama nenek Sophia-ku."

"Yang tua itu harus mengalah pada yang muda, Cal."

"Yang ada itu yang muda mengalah pada yang tua," kata Calvin sambil mengacak-acak rambutku. Aku berjerit ketika Calvin makin jadi mengacak rambutku hingga terlihat sangat kusut. Hampir mirip orang gila yang tak terawat. Aku memdengus kesal sambil merapikan kembali rambutku.

"Ugh, ternyata kau jahil sekali," aku mendengus kesal sambil mengambil sisir dan kembali merapikan rambutku.

"Lagipula siapa dulu yang mengolok-olok nenekku?" Calvin tak mau kalah. Ia kembali menggembungkan pipinya membuatku menahan tawa karena gemas.

"Oh, cucu yang sayang nenek rupanya," lantas aku tertawa terbahak-bahak sekarang. Bukan hanya karena ucapanku tapi juga ekspresi Calvin yang membuatku semakin gemas akan tingkahnya.

The Secret Between You And LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang