Pagi ini ibu berniat untuk mengantarku. Seperti biasa aku menolaknya. Butuh beberapa lama meyakinkan ibu agar aku bisa berangkat sendiri ke sekolah dengan selamat namun ia tetap saja bersih keras layaknya anak kecil yang meminta permen ketika menangis.
"Aku ingin mengantarmu Carl, itu saja," kata ibu sedikit kesal karena aku selalu menolak tawarannya.
"Tidak, bu. Ibu bisa terlambat bekerja nanti," balasku tetap pada jawabanku.
"Tidak akan. Bahkan restoran tempatku bekerja dekat dengan sekolahmu."
"Iya, tapi sekolahku memasuki jalanan khusus yang jaraknya sangat jauh untuk sampai didepan sekolahku. Ibu bisa terlambat," balasku seteguh mungkin membuat ibu tak bisa menolakku. Ibu menghela nafas sambil berdecak pinggang.
"Baiklah." ucapnya yang diiringi dengan hentakan nafas kasar.
Aku tersenyum menang.
"Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu. Bye!" aku mencium kedua pipi ibu lalu pergi menuju taxy yang telah menungguku setiap pagi.
****
Aku berjalan melewati koridor yang mengarah pada belakang sekolah. Menyedihkan rasanya melewati jalanan yang seakan dinilai buruk oleh siapa saja yang memandang. Semua orang sudah tahu, siapa pun yang melewati jalanan ini pastilah ia berasal dari kelas 3-5 yaitu kelas buangan. Aku menghentakkan nafas kasar ketika telah sampai dihadapan pintu bertulisan 'kelas 3-5' tersebut. Dari luar terlihat keadaan kelas sangat sepi. apakah aku terlambat dan telah ada guru didalam kelas sehingga suasananya sangat sepi? Atau malah sebaliknya? Aku tidak terlambat dan semua temanku lah yang terlambat? Siapa tahu? Anak-anak di kelasku adalah orang-orang berandal yang rata-rata tidak menyukai sekolah. Mungkin saja asumsiku benar. Maka demikian, kubuka kenop pintu yang berhasil membuatku sangat terkejut. Sambutan bola-bola kertas menghujani tubuhku seakan aku adalah anjing kurap yang berada dihadapan anak-anak nakal. Lantas aku langsung membungkus kepala menggunakan kedua tanganku, menghindari serangan terhadap kepalaku. Rasanya sangat sakit. Mustahil bila itu hanya kertas biasa. Jujur saja kertas itu terasa sangat keras saat mengenai kulitku. Pasti mereka telah membungkus batu dengan kertas tersebut. Aku terdiam ditempatku, merasakan sakit yang bertubi-tubi datang mengenai tubuhku. Beberapa orang mulai tertawa, membuatku memberanikan diri untuk melirik kedepan. Ya tuhan, kukira hanya beberapa orang yang melempariku bola kertas tapi ternyata semua orang! Semua orang yang berada dikelas ini bersama-sama menyerangku. Baik laki-laki maupun perempuan. Baik itu Perrie, ataupun 'Tampan". Serta kedua wanita yang duduk didepan aku dan Perrie, mereka juga melempariku. Sebelumnya, aku tidak melihat kedua wanita itu. Mereka tidak masuk kemarin, mungkin karena membolos atau apa.
Bahkan mereka bersikap jahat kepada anak baru. Maksudku, bukannya wanita tidak sejahat itu? Wanita lebih memiliki perasaan lemah lembut dan penyayang. Dan hal itulah yang membuat wanita ternilai istimewa. Kedua wanita itu tertawa jahat kepadaku. Begitu pula dengan Perrie, ia melempariku bola-bola kertas dengan senang hati. Yang paling parah dari semuanya adalah lelaki yang duduk disamping Jake. Lelaki berambut merah yang kemarin malam kulihat sedang mabuk. Ia melempariku bola kertas berisi batu itu dengan membabi buta. lemparannya yang sangat cepat hampir tak menyisakan jeda untuk tubuhku yang masih mematung ditempat. Kulirik anak-anak lain yang juga melakukan hal sama denganku. Mereka tertawa senang seakan telah memenangkan kejuaraan internasional untuk kategori 'kelas biadab sepanjang masa' tubuhku bergetar hebat. Degup jantungku tak bisa dikontrol meskipun aku telah memantrai diriku dengan kata-kata menenangkan seperti 'tak apa carley, mereka akan menyukaimu nanti' atau 'semuanya akan baik-baik saja' dan juga 'bantuan akan segera datang' serta 'ini hanya kejutan selamat datang untuk anak baru'
Aku menoleh kesekitar, menangkap pandangan ke arah Calvin. Bagus, Calvin tidak melempariku kertas. Dia memang mau berteman denganku. Setidaknya aku masih beruntung hanya Calvin-lah yang terdiam ditempat duduknya tidak melemparku seperti yang lain. Ia menatapku prihatin. Seakan ingin menolong namun apa yang bisa ia lakukan? Melindungi diri dari teman sebangku yang kemarin mencekiknya saja ia tidak bisa. aku bertatapan dengannya cukup lama. Pandangannya seakan mengatakan 'maafkan aku' aku tersenyun kecut kearahnya yang duduk dengan rasa tak nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret Between You And Love
Teen FictionCarley Sophia Tompson adalah seorang siswa pindahan dari prancis yang masuk ke sekolah baru di London. tak ada satu pun sambutan baik dari para penghuni kelas tersebut dari anak lelaki maupun perempuan. tapi ada satu pria culun bernama Calvin yang m...