Pintu itu terbuka lebar secara perlahan. Bunyinya yang khas bergema di koridor sunyi. Tiba-tiba saja udara semakin dingin dan aku lebih memilih terperangah dari pada mengeratkan jaketku.
"Carley?" suara itu membuatku menoleh. Sepasang bola mata coklat itu menatapku dengan serius. Pipi tirus dan garis rahangnya yang tegas membuatku selalu memuja kesempurnaannya. Pria itu berdiri agak canggung. Kedua tangan yang ia masukkan ke dalam kantung celana membuat hal itu sedikit tersamarkan.
"Bisakah kau melakukannya sendiri? Uhm.. Aku ingin segera ke toilet."
Aku tersenyum tipis dan mengangguk.
"Ada dokumen bermap biru di dalam lemari kaca itu," tunjuk Adam pada lemari yang ia maksud. "Kau tinggal mengambilnya lalu tunggu aku disini," aku mengangguk lagi, menurut.
Ketika punggung tegap itu berbalik dan semakin terlihat mengecil di kelopak mataku, seakan tersadar, aku langsung menghambur ke dalam ruangan. Rasa semangat itu membuatku bergairah untuk segera mendapatkan map biru itu. Dengap cepat aku berlari menuju lemari itu. Pandanganku seakan berubah seperti vampir lapar ketika melihat map itu. Dengan tak sabar, aku membuka lemari itu. Kunci lemari itu tergantung di sana. Ada gantungan kunci aneh yang digantung dengan kunci itu. Bentuknya bulat dan dari besi yang berat. Saat aku tak sengaja menyenggolnya, ada lampu berwarna merah yang berkelap-kelip. Menarik perhatianku, aku memegangnya dan memperhatikannya dengan jelas.
"Gantungan kunci yang menarik," pikirku lalu mengabaikannya dan kembali pada tujuan utama; mengambil map biru itu.
Lemari kaca itu berbunyi kriet ketika kubuka dan langsung saja, aku berjongkok, mengambil map biru yang sudah menjadi perhatianku saat berhadapan di lemari ini.
Dan akhirnya, dapat, hal yang sudah kutunggu-tunggu kini berakhir sudah. Dengan penantian yang cukup mendebarkan akhirnya map itu berada ditanganku.
"Nah, Liam, Louis, inilah saatnya kalian harus menebus dosa. Kuharap kalian tidak melakukan hal-hal seenak perut kalian lagi," kataku pada map itu seakan-akan benda itu adalah dua lelaki menyebalkan itu. Kedua ujung bibirku tertarik dari telinga ke telinga, dan di saat aku melihat lagi map biru digenggamanku, spontan aku teringat bila usaha kami tidak sia-sia. Senyuman itu menjadi lebar dan melegakan.
Sudah sepuluh menit aku menunggu Adam di tempat yang kami sepakati. Ketika menutup pintu ruangan Mr. Brown dan memastikan tak ada jejak sedikitpun, aku membuatnya menjadi bersih. Kusandarkan tubuhku pada dinding putih dengan kaki kiri yang terangkat membuat telapak kakiku menempel pada dinding. Di tangan kananku berada map biru yang kuayunkan sembari menunggu Adam. Kulirik arlojiku beberapa kali lagi. Kutunggu dengan sabar kedatangannya, ingin segera memberinya map itu. Ketika kaki kiriku terasa sedikit pegal, aku menurunkannya dan duduk di lantai, menyelonjorkan kaki. Kulirik lagi arlojiku, semakin berharap waktu cepat berlalu justru waktu akan bertindak seperti yang tak kuinginkan. Melelahkan dan sedikit membosankan. Sementara hawa dingin yang kembali hadir tak menggetarkanku untuk bangkit. Aku membuat hiburan sendiri agar tak terasa makin bosan. Kugoyangkan pelan kedua kakiku sambil menyandungkan nada asal-asalan di dalam hati. Namun hal itu bukanlah hiburan yang menyenangkan. Sekitar satu menit kemudian aku kembali merasakan rasa bosan itu menyerang. Posisiku duduk tak terasa nyaman lagi. Aku bangkit dan kembali melirik jam. Sudah lima belas menit.
"Apakah selama itu?" tanyaku pada diri sendiri. Aku menghela nafas, mencoba bersabar menunggunya. Kini aku kembali menghibur diri. Kali ini dengan cara berjalan-jalan kecil, bolak-balik di koridor lurus, terlihat seperti orang yang sedang kebingungan di film-film. Aku jelas berbeda dengan film, bila di film para aktor melakukannya saat bingung atau berpikir aku justru melakukannya saat bosan. Namun hal itu bukan hiburan yang banyak menarik perhatianku juga, tak sampai satu menit aku sudah sangat bosan. Kulirik sekali lagi jam yang menunjukkan tiga lewat lima belas menit dan aku menghela nafas. Akhirnya aku memutuskan untuk menyusul Adam ke toilet pria. Saat mengitari koridor, udara semakin terasa dingin dan saat itulah aku baru bisa mengeratkan jaketku agar lebih hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret Between You And Love
Teen FictionCarley Sophia Tompson adalah seorang siswa pindahan dari prancis yang masuk ke sekolah baru di London. tak ada satu pun sambutan baik dari para penghuni kelas tersebut dari anak lelaki maupun perempuan. tapi ada satu pria culun bernama Calvin yang m...