BAB 44. Something Great

632 41 1
                                    

Aku baru saja selesai memasak makan malam ketika bel apartemen berbunyi. Tanpa membuka pintu aku sudah tahu siapa yang datang. Dengan begitu aku tidak lagi membuka pintu untuknya, karena dia selalu membuka pintu sendiri ketika selesai menekan bel. Aku tidak pernah mengunci pintuku sesering dulu walaupun Josh masih sering mengingatkanku setiap malam agar tak lupa mengunci pintu. Karena aku tak ingin mengahalanginya masuk ke tempat ini.

Pria itu menghampiriku di dapur, membawa beberapa kantung belanjaan yang aku tahu isinya.

"Lagi?" tanyaku yang membuatnya mengangkat alis bingung.

"Kau selalu membeli persediaan makanan untukku, dan aku bertaruh bila kulkasmu sendiri masih kosong."

Adam menaruh kantung-kantung itu di meja pantry. "Aku selalu menumpang makan disini, dan dengan cara seperti ini aku bisa membayarnya," aku tergelak geli, tapi Adam hanya tersenyum lebar lalu beranjak ke sebelahku. Ia membantuku menaruh piring-piring makanan itu ke atas meja makan. Lagaknya yang terampil mengangkat empat sekaligus piring-piring tak heran lagi bagiku. Setiap hari, ia selalu melakukan hal yang sama ketika aku selesai memasak. Seperti yang ia katakan sebelumnya, Adam selalu makan di tempatku, kadangkala ia ikut membantu memasak tapi hanya sesekali bila ia menginginkannya. Dan tentu saja, hal yang jauh menyenangkan adalah ketika bisa makan bersama dengannya setiap hari. Duduk berhadapan dengannya dan memandangnya makan dengan lahap yang dapat membangkitkan selera makanku berkali-kali lipat.

"Masakanmu selalu lezat, inilah yang membuatku selalu menumpang makan hahaha." Dalam mulut yang masih penuh itu ia menyempatkan untuk tertawa. Kemudian menghirup supnya. Adam terlihat begitu lahap. Wajah polosnya yang begitu alami secara tak sengaja memancarkan sejuta pesonanya saat sedang makan. Sosok itu berhasil mengalihkan perhatianku beberapa detik hingga aku tersadar ketika handphoneku bergetar karena pesan masuk dari ibu. Bagaikan ditampar ke dunia nyata, aku segera tersadar. Meraih handphoneku, aku membaca pesan yang mengatakan ibuku akan datang sabtu ini. Haruskah aku senang mendengarnya? Tapi disisi lain, selama weekend aku tidak akan bertemu dengan Adam. Ibuku pasti akan menghabiskan liburan bersamaku.

Seusai makan, Adam membantuku mencuci piring. Setelah itu, ia membersihkan debu-debu di bufet yang belum sempat kubersihkan minggu ini. Sekali melihat debu yang bertumpuk itu, Adam langsung mengomeliku. Berkali-kali ia mengejekku dengan kata-kata 'jorok' namun aku membalas perkataannya itu dengan realita yang ada. Aku mengatakan bahwa "lebih jorok siapa, aku atau kau yang membuat rumahmu menjadi sangat berantakan sehabis pesta?" dan saat itu rona merah karena malu tampak jelas di wajah Adam. Ia menggaruk kepalanya yang tak gatal dan mengalihkan wajah dariku. Aku tertawa puas, tetapi Adam pura-pura tak mendengarnya dan kembali memberaihkan bufet dalam diam.

Meski tak banyak yang kami lakukan di apartemen, semuanya tak terasa membosankan. Kami menghabiskan waktu dengan menonton film romance classic yang berjudul pride and prejudice. Saat menonton Adam tak bisa diam sehingga aku susah berkonsentrasi menikmati film tersebut. Rentetan perkataannya yang mengalir menuntutku untuk selalu menanggapinya. Adam selalu merecokku ketika aku rasa keadaan akan kembali hening hingga aku benar-benar bisa menikmati filmnya, dia akan kembali mengoceh panjang lebar tentang pandangannya terhadap film itu. Sering kali Adam kesal terhadap tingkah laku Mrs. Bennet yang dijulukinya sebagai 'nenek sihir' aku sendiri menyetujui julukan itu karena Mrs. Bennet sangatlah cerewet, selain itu tingkahnya menyebalkan dan memalukan. Adam berkomentar, mengoceh, dan sesekali ekspresi kesal terlihat jelas ketika ia sedang serius menonton film tersebut. Dan kemudian, ia akan kembali membuka mulut, mengoceh panjang lebar hingga film itu berakhir. Well, aku sendiri tidak tahu bila menonton film dapat membuat Adam seemosi ini. Aku tidak tahu bila jiwa penghayatannya ketika menonton film sangat tinggi meskipun dia selalu mengoceh dan aku membalas ocehannya, tetapi dia bisa menikmati film itu hingga berakhir tanpa terganggu. Adam melipat bibirnya sambil menatapku ketika film itu berakhir.

The Secret Between You And LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang