BAB 51. Midnight School

560 36 2
                                    

Adam memutar-mutarkan tali yang sedang ia pegang, dan dalam beberapa detik tali itu sudah tertancap pada atas gerbang. Sempurna, kataku dalan hati saat menyaksikannya. Adam tersenyum lega. Sedari tadi kami mencoba cukup lama untuk mengaitkan tali itu.

"Kau mau lebih dulu?" tawar Adam dengan ramah. Aku memperhatikan gerbang kokoh nan besar itu. Aku memikirkan cara terbaik untuk memanjatinya, namun aku tak yakin.

"Aku akan membantumu," suara Adam mencoba untuk meyakinkanku.

Dan akhirnya aku mengangguk. Yah, lebih baik menjadi yang pertama dari pada terakhir. Dengan ragu aku menggenggam erat tali itu. Kukerahkan semua tenagaku agar memegangnya kuat-kuat. Tapi tetap saja, tangan yang bergetar itu menyerap energiku secara perlahan. Baru kurasakan jantungku memompa sangat cepat. Bahkan lebih cepat saat berhadapan dengan Michael. Nafasku memburu mencari oksigen sebanyak-banyaknya. Sementara bunyi detak jantung yang meresahkan itu membuat tubuhku makin terasa lemas. Kuakui, tubuhku bereaksi luar biasa saat menghadapi keadaan ekstrem ini. Memanjat gerbang sekolah saat tengah malam, kuharap aku tidak akan terjatuh karena gemetar. Ternyata Adam melihat perubahan diriku. Tali yang kugenggam erat itu bergoyang-goyang karena tanganku gemetaran hebat. Kata Adam wajahku sangat pucat. Aku merasakannya, wajahku yang terasa dingin itu tentu sangat pucat. Kali ini tidak hanya tanganku yang bergetar, tetapi seluruh tubuhku. Bahkan kakiku bergoyang-goyang karena telah tersambar getaran itu.

Mata Adam yang teduh menatapku dengan tenang. Tangannya yang dingin menggenggam tanganku yang masih memegang tali itu. Tangannya ikut gemetar karena memegang tanganku. Wajahku memerah, aku terlihat begitu penakut. Dan hal ini membuatku malu sekali.

Adam tersenyum. Hebatnya, senyuman itu berpengaruh pada tanganku. Tanganku memang masih gemetaran, namun mulai mereda dan sedikit lebih baik.

"Tenanglah, aku akan membimbingmu. Kau tidak akan terjatuh. Aku akan menangkapmu bila itu terjadi, dan akan kupastikan bila kau tak akan terluka sedikitpun." sorot matanya yang dalam serta senyuman tipisnya berhasil menghipnotis ketakutanku. Aku mengangguk. Lalu mulai menggenggam kembali tali yang tadinya kurenggangkan. Aku menatap ke atas, ke puncak gerbang yang kokoh itu. Lalu kualihkan pandanganku kembali pada adam, lelaki dengan bibir pucat itu menganguk. Lalu ia mulai membimbingku menaiki gerbang itu. Adam membantuku, membimbingku ke atas dengan cara memberitahuku mana saja bagian yang harus kuinjak. Dengan bermodal tongkat lipat dari dalam tasnya, Adam menunjuk bagian yang harus kuinjak untuk setiap kaki.

"kaki kanan di sini, dan kiri di sini," tunjuknya pada tempat yang harus kuinjak. Sementara suara tongkat yang ia ketuk di gerbang itu membuat suasana malam menjadi sedikit ramai. Aku menginjak bagian terakhir saat telah sampai di atas. Langsung saja, aku melonjat pada semen pinggir gerbang yang berada di samping pohon palem.

"Tunggu aku disitu dan jangan turun dulu," perintah adam. Aku mengangguk dan menguntal tali itu ke bawah. Setelah kupastikan lagi ikatan di atasnya benar-benar kuat, barulah Adam memanjat ke atas. Aku duduk diatas semen dengan jantung yang kembali berdetak kencang. Peluhku mulai bermunculan disekitar kening meskipun udara malam ini lumayan dingin. Aku menatap ke bawah, terlihat begitu mengerikan betapa aku ingat tingginya gerbang ini. Aku menghembuskan nafas yang mulai ngos-ngosan. Daun-daun palem yang tingginya menyamai tempatku duduk mulai menari-nari saat angin berhembus kearahku. Ujung daunnya menyentuh tanganku yang membuat sensasi geli. Aku kembali memberanikan diri menengok ke bawah. Adam masih berjuang untuk naik ke atas. Wajahnya memerah saat ia mengencangkan genggamannya, kakinya mulai menelusuri bagian-bagian gerbang yang bisa diinjak untuk terus naik. Aku kembali menghembuskan nafas takut. Sekarang aku berpikir betapa badungnya aku. Dulu, aku tak pernah melakukan hal-hal se-ekstrem ini. Aku selalu menjadi gadis baik-baik bersama teman-teman yang sama penakutnya sepertiku. Berbulan-bulan telah berlalu dan aku mengingat kembali kejadian dibulan-bulan sebelumnya. Dimana aku menghabiskan banyak waktu untuk bolos ke ruang kesehatan karena takut Michael akan kembali melukaiku, dimana aku dan Calvin mengubah nilai-nilai Liam dan Louis, dimana aku dan Calvin menulis nama-nama mereka pada daftar absen harian ruang kesehatan. Oh, betapa beraninya aku melakukan ini semua. Bahkan memanjati gerbang sekolah di saat jam tidur, Tidak pernah terbayang sebelumnya. Seketika aku menikmati pemandangan malam. Burung-burung malam terlihat mengelilingi langit tepat di atas kepalaku. Beberapa burung berteriak, memekik di tengah malam, dan kembali terbang bebas. Pandanganku mengikuti arah burung itu yang terbang semakin menjauh dari kiriku. Saat aku mengira burung itu akan semakin menjauh, burung itu justru berbalik arah dan memekik lagi. Kali ini ia berpindah arah dan menjauh dari arah kananku. Bagaikan melihat hantu, aku langsung ketakutan setengah mati. Sinar terang yang berada diujung jalan itu terlihat jelas dari kejauhan. Aku menegang. Jantungku kembali berdebar. Celaka!

The Secret Between You And LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang