[9] JEAN & ISA

2.6K 74 0
                                    





"El, tunggu!"

"Berhenti ngikutin gue kemanapun, Zela." Titah Samuel.

"Tapi aku udah masakin bekel buat kamu, El. Aku masakin Udang saus mentega kesukaan kamu. Dimakan, ya?" Zela menyodorkan rantang makanan kepada Samuel, berharap laki-laki itu menerimanya.

"Gue udah kenyang, buat lo aja."

"Tapi aku masakin buat kamu!" tekan Zela.

"Gue gak minta lo masakin buat gue, kan?"  balas Samuel.

"Tapi, El, kali ini aja ... tolong terima-"

"Gausah maksa, Zela!" bentak Samuel sambil membuang rantang makanan yang di pegang Zela.

Tangan Zela gemetar setelah Samuel berbuat kasar padanya. Dirinya meringis melihat makanan yang sepenuh hati ia masak untuk lelaki di depannya, malah terbuang sia-sia. Seluruh isinya tumpah dan berserakan di lantai.

"Jahat kamu, El ..."

"Gini ya, Zela. Gue gak minta lo masak buat gue. Itu kemauan lo. Gue udah ngomong baik-baik dan lo masih aja gak ngerti. Gue gak butuh lo masakin, urus aja diri lo sendiri." Ucap Samuel seolah tak memikirkan perasaan Zela.

"Ah, satu lagi. Jangan panggil gue El. Cuma Alana yang boleh manggil gue dengan sebutan itu." Tegas Samuel. Detik selanjutnya ia beranjak pergi meninggalkan Zela seorang diri.

"AKU HARUS GIMANA LAGI BIAR KAMU BISA NERIMA PERASAAN AKU, SAMUEL?!" teriak Zela saat Samuel berada sekitar 5 meter darinya.

Samuel tak menoleh dan menjawab seperlunya, "gak ada yang nyuruh lo naruh perasaan ke gue, kan?" Laki-laki itu melanjutkan langkahnya dan tak peduli dengan gadis bernametag Zelanca Artanti.

"Zela ... Zela ... mau sampe kapan lo ngejar-ngejar Samuel hah? Buang waktu-waktu tau ga? Lo ngejar orang yang jelas gak bakal pernah ngasih hatinya buat lo." Ledek Gevan namun ada benarnya juga.

"Bacot lo, Gev!" pekik Zela.

ㅡㅡㅡ

"Duh, tinggi banget sih!"

Isa berjinjit untuk meraih buku yang letaknya lumayan tinggi. Sial, daritadi ia belum juga mendapatkan buku itu, bahkan sudah berjinjit tangannya belum sampai.

"Besok-besok gue makan tiang kali, ya?" Gadis itu mencoba lagi, lagi, dan lagi. Pantang menyerah sebelum mendapatkan buku tersebut yang cukup penting baginya.

"Gabisa, gue gak boleh nyerah. Gue harus dapetin buku itu!"

Srat!

Sret!

Srut!

"Sssssssst!" Teguran dari seluruh penghuni perpustakaan menyuruh Isa agar tidak berisik.

"Maaf, maaf, maaf semuanya!"

Malu banget deh anj.

"IHHH!! KESEL-KESEL!" Isa menghentak-hentakkan kakinya sangking kesalnya.

Bruk!

"Eh?!"

Bug!

"Aww ..."

ARDERAS [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang