Besok paginya, Dara bangun duluan. Awalnya itu anak gak nyadar kalo semaleman dia tidur di kamar Arderas. Dara ngucek-ucek matanya yang biar lebih segeran dikit. Abis itu dia baru nyadar kalo dia ada di kamar, tapi bukan kamarnya. Dara nengok ke samping, ngeliat Arderas yang masih tidur pules di sampingnya.
"Kok gue bisa disini? Siapa yang mindahin gue?"
"Masa iya sih nih anak? Emang kuat ngangkat gue?"
Semenit kemudian, Dara langsung nepuk jidatnya sendiri. Baru ingat kalau kemarin mereka berdua sempet diem-dieman. Atau lebih tepatnya, Arderas yang ngediemin Dara.
"Eh, tapi? Kalo misalnya emang dia yang bawa gue kesini, berarti udah gak marah dong sama gue?" Dara gembira sebentar. Setelahnya, ia mendengar suara dari handphone Arderas yang tergeletak diatas nakas warna putih di samping kasurnya.
"I love you." Suara itu berulang-ulang keluar dari speaker handphone.
Dara auto ngambil handphonenya yang terus mengeluarkan suaranya itu. Dara mantengin lockscreen hp yang menunjukkan sistem alarm.
"Jadi, rekaman suara gue waktu itu dipake buat ini?"
Dara mendecih, "Sok-sok an pake alarm. Orangnya aja pules banget. Nyamuk ghibah di kupingnya aja gak bakal bangun kayaknya."
Dara matiin alarmnya, abis itu lanjut morning routine abis bangun tidur peregangan dulu. Detik selanjutnya, bingung mau ngapain, ujung-ujungnya Dara cuma mantengin muka gantengnya Arderas yang masih tidur. Sampai-sampai gak nyadar kalau mulutnya daritadi udah senyum-senyum sendiri.
Duar!
Dara kaget waktu Arderas tiba-tiba aja melek. Ini anak gak ngasih aba-aba, tiba-tiba aja melek terus ngagetin, Dara reflek nyembunyiin mukanya dibalik guling yang menjadi jarak diantara keduanya. Jantung Dara jadi ikut deg-deg an.
"MAMPUS KETAHUAN GUE! AAAAAAAAA!" Dara sibuk merutuki dirinya sendiri. Sampai ia merasa gulingnya itu bergerak sendiri.
Ya enggaklah! Masa iya bergerak sendiri. Just kidding.
Sampai itu guling beneran terangkat dan memperlihatkan muka bantalnya Arderas yang tetep ganteng walau baru bangun tidur. Dara auto merem, gak mau natap cowok itu.
Arderas melempar gulingnya ke sembarang arah. Abis itu narik Dara sampai ke pelukannya. Posisi gulingnya tadi tergantikan oleh Dara. Abisnya dia meluk Dara udah kayak meluk guling. Persis.
"Nanti aja bangunnya, mending tidur lagi."
Jadi, kalo gini yang salah gulingnya atau Dara?
Dara terus mengatur napasnya. Jantungnya makin deg-deg an gak karuan. Ditambah wangi semerbak tubuh Arderas secara sopan masuk ke dalam rongga penciumannya. Dara gak bisa gerak bebas, apalagi kepala sekaligus mukanya mentok nyaris nabrak dada bidang Arderas.
Kedua pipinya juga gak kalah ikut berekspresi, buktinya merah-merah sekarang. Alias blushing. Gak kebayang kondisi mukanya waktu blushing, kayaknya Dara udah mulai jatuh ke dalam pesona Eras.
Perut Dara tiba-tiba aja sakit, awalnya biasa aja, tapi lama-lama makin kerasa sakitnya. Sampai-sampai Dara keluar keringat nahan rasa sakitnya.
"Minggir dulu."
"Gamau." Arderas menolak. Abis itu langsung mendekap tubuh Dara lebih erat.
"Perut gue sakit ...," rintih Dara.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARDERAS [END]
Ficção AdolescenteIni tentang Arderas Keyvan Razhantara. Sang pewaris perusahaan sekaligus badboy di SMA Sastra Garuda. Ketua Carventous, memiliki paras bak pangeran surgawi, kisahnya mulai menarik saat kehadiran Dara sebagai murid baru yang cantik, tegas, dan selalu...