15
Hari Rabu telah tiba, begitu juga dengan Budi. Dia datang ke rumahku dengan kemeja bergaris dan juga celana jin yang dikenakan bersama ikat pinggang yang sama ketika sekolah. Dia terlihat tampan dengan rambut yang disisir rapi dengan minyak rambut.
"Kamu pakai minyak rambut?" tanyaku.
"Iya. Kamu mau? Aku masih punya di rumah. Kalau kamu mau mampirlah ke rumahku."
"Kapan-kapan saja. Sekarang ayo kita berangkat!"
Aku dan Budi berangkat dengan sepeda. Tak henti-henti Budi bertanya kita mau menghadiri acara apa. Tapi aku ingin ini menjadi kejutan, jadi aku hanya bilang kalau ini acara makan-makan dan kita akan bersenang-senang. Aku ingin melihat reaksi dia ketika melihat Tiara setelah sekian lama.
Kita sudah sampai di restoran itu. Restoran itu terlihat mewah dengan air mancur di depannya. Ikan-ikan koi berenang di kolam ditemani suara gemericik air mancur. Di dekatnya terdapat tempat parkir yang teduh. Sudah banyak yang parkir di sana. Kebanyakan bukan sepeda, tapi motor dan mobil. Aku menaruh sepedaku bersama dengan sepeda yang lain. Budi juga menaruh sepedanya di sana.
Ketika aku memasuki restoran, aku dan Budi disambut dengan hiasan-hiasan ulang tahun, mulai dari balon sampai pita warna-warni. Tiara datang menghampiriku. "Pilih tempat dudukmu. Sepertinya di sana masih kosong." Tiara menunjuk ke salah satu tempat duduk.
Tiara melanjutkan "Kamu pasti Budi, ya?"
"Iya." Jawab Budi dengan canggung. Dia tampak bingung, seperti tidak tahu harus bicara apa. Aku yakin itu karena dia memang sedang jatuh cinta. Memang begitu rasanya kalau sedang jatuh cinta. Aku tahu itu karena aku juga sedang merasakannya.
"Ini kado untuk kamu." Aku memberikan kado yang dari tadi aku sembunyikan di tas karena aku tidak mau Budi tahu ini ulang tahun Tiara. Aku tidak mau Budi ngasih kado yang lebih istimewa dari kadoku. Tiara berterima kasih lalu meletakkan kado itu bersama dengan kado yang lain.
Aku dan Budi duduk di kursi yang tadi ditunjuk Tiara. Itu adalah kursi kayu yang terlihat mahal dengan warna coklat yang mengkilap. Terasa nyaman dengan dudukannya yang empuk. Di meja terdapat tempat sendok garpu, tempat tusuk gigi, dan juga asbak. Budi mengambil asbak itu lalu mengamatinya. Asbak itu adalah kerajinan tangan yang terbuat dari tanah liat, dibentuk seperti bebek yang sedang berenang di sungai, kakinya tidak terlihat. Tapi bebek asbak ini tidak punya kaki.
"Apa kamu merokok?" tanya Budi.
"Tentu saja tidak."
"Aku juga tidak."
Musik terdengar tiba-tiba. Kemudian muncul satu pembawa acara dengan membawa mikrofon. Dia memperkenalkan diri, kemudian basa-basi soal acara yang segera dilaksanakan. Meminta kami untuk tepuk tangan dan bernyanyi bersama. Pembawa acara itu menyambut penyanyi yang dari tadi duduk-duduk di dekat panggung. Dia membawakan lagu yang sering aku dengar di televisi, diiringi dengan suara petikan gitar, pukulan drum, dan merdu piano. Bukan piano sungguhan tentu saja. Bocah-bocah tampak semangat. Beberapa ikut bernyanyi, tapi banyak juga yang hanya mendengarkan. Seperti aku dan Budi.
Dengan semangat aku bilang, "Sebentar lagi makanannya akan datang!"
Lagu selesai dan pembawa acara kembali datang ke panggung. Dia memuji sang penyanyi kemudian berbasa-basi kembali. Kali ini dia siap untuk acara utama yang ditunggu-tunggu. Yaitu tiup lilin. Pembawa acara itu mengundang Tiara ke atas panggung bersama dengan ayah dan ibunya. Kue ulang tahun juga datang dibawa oleh dua orang karena terlalu berat untuk dibawa sendiri. Dengan bimbingan si pembawa acara, semua lilin sudah menyala. Tiara pasti butuh napas panjang untuk meniup lilin sebanyak itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Budi
RomancePertemanan Budi dan Kevin dimulai dari sebuah perkenalan yang tak diduga. Keduanya menyimpan rahasia yang mereka jaga. Pertemanan mereka dipertaruhkan ketika Kevin mengenal Tiara, gadis yang pernah mengikuti PERSAMI bersama Budi. Saya menulis ceri...