5

180 11 4
                                    


5

Aku suka dengan lagu-lagu di kaset itu. Dulu Budi membeli kaset itu ketika dia tersesat bersama Gilang dalam kunjungan karyawisata di salah satu museum. Itu adalah tempat terakhir yang dikunjungi di hari itu. Sebelumnya mereka sudah berkunjung ke taman bermain yang ada banyak wahana dan permainan air. Setelah puas bermain, bocah-bocah ini diangkut sebuah bus kecil menuju museum. Budi tak sabar untuk segera sampai karena dia penasaran dengan yang akan dia saksikan di sana. Dan benar saja, ketika sampai di sana Budi terkagum-kagum melihat banyak hal yang dia lihat di sana. Banyak barang-barang antik peninggalan sejarah yang dulu pernah Budi lihat di dalam buku, kini dia melihatnya secara langsung. Bukan hanya itu, dalam museum itu juga terdapat karya-karya lukisan yang menarik untuk dipandang karena ukurannya besar-besar. Detail dalam lukisan-lukisan itu sangat jelas, bahkan ketika dilihat dari dekat.

Namun, yang paling menarik perhatian Budi adalah patung-patung yang dipajang di salah satu tempat di museum itu. Mereka adalah patung ukiran kayu dari Suku Asmat. Patung-patung hitam itu dihiasi dengan pernak-pernik dan coretan di tubuh mereka. Begitu banyak pernak-pernik yang mereka kenakan, tidak satu pun yang menutupi burung mereka. Bahkan mereka tidak mengenakan koteka. Budi mengira seseorang telah mengambil koteka mereka, tapi Budi sadar kalau pembuat patung itu sengaja mengukir kayu itu sampai berbentuk seperti kemaluan laki-laki. Lagian, patung itu tidak bisa dipasangi koteka karena koteka itu akan mengarah ke lantai. Budi tahu itu dari foto di buku yang dia baca di perpustakaan sekolah. Foto yang menunjukkan kalau koteka itu memanjang ke atas.

Tiba-tiba Gilang datang di samping Budi lalu bilang, "Burungnya besar, ya?"

Budi hanya tersenyum sambil mengangguk. Kemudian Gilang melanjutkan, "Sayangnya nggak ada patung perempuan telanjang di sini."

Budi tertawa mendengar Gilang bilang begitu. Kalau memang ada, patung itu mungkin tidak lebih menarik dibanding dengan patung yang sedang dipandangi Budi saat itu. Begitu pikir Budi dalam hati.

Budi bersama teman-teman dan gurunya berkeliling museum melihat-lihat dan membaca banyak hal yang terpajang. Setelah puas, mereka diajak untuk keluar menuju tempat yang menjual oleh-oleh. Dan di sanalah Budi dan Gilang tersesat. Rupanya kedua bocah itu tidak sadar kalau gurunya masih sibuk memilih-milih baju dan pernak-pernik untuk dibeli. Sementara Budi dan Gilang melanjutkan perjalanan yang dia tidak tahu ke mana arahnya.

"Di mana yang lain?" tanya Budi.

"Nggak tahu. Aku hanya mengikutimu."

"Sepertinya kita tersesat!" kata Budi dengan panik.

"Apa?" Gilang juga panik.

Kedua bocah itu berkeliling di tempat ramai itu, berharap bertemu dengan teman atau gurunya yang tadi bersama mereka. Mereka berjalan ke toko yang tadi dia kunjungi, tapi teman-teman mereka sudah tidak ada di sana. Kemudian mereka berjalan ke tempat lain. Terus berjalan sampai kaki mereka minta istirahat. Jadi mereka duduk di sebuah bangku yang terpasang di trotoar.

Dan di sanalah Budi mendengar lagu itu dimainkan. Seorang pedagang kaset menyetel lagu itu dengan speaker besar yang dipasang di halaman toko bersama dengan dagangannya. Budi mendengarkan lirik lagu yang sedang berputar itu. Lagu itu mewakili perasaannya kepada Kevin, bocah yang dia temui di toilet ketika PERSAMI. Lagu itu mengingatkannya pada kenangan yang indah bertemu dengan pujaan hatinya, walau hanya sebentar. Budi sangat berharap itu bukan pertemuan yang terakhir.

Bukan sengaja kita berjumpa.

Bergetar rasanya, gejolak di dada.

Gejolak asmara.

Kedatanganmu membawa cerita.

Apa namanya kalau bukan cinta?

Andaikan kita bersama.

Rahasia BudiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang