5

118 9 0
                                    

5


Kakak jadi berubah semenjak dipecat. Dia jadi pendiam, susah diajak main. Bahkan dia jadi nggak suka berenang lagi. Tapi dia suka keluar rumah, katanya untuk main sama teman-temannya yang kadang suka mampir ke rumah. Aku jadi jarang bertemu dengannya.

Dia tidak pernah kasih tahu kenapa dia dipecat. Ketika aku bertanya, dia selalu menjawab, "Itu bukan urusanmu."

Belakangan aku tahu alasan kenapa dia dipecat. Ibu yang bercerita padaku setelah kakak masuk penjara. Ibu bercerita bukan karena aku bertanya. Aku sudah tidak peduli dengannya, jadi ketika ibu bercerita, aku diam saja.

Katanya kakak dituduh mencuri uang di sana. Bosnya yang juga merupakan temannya marah besar. Aku penasaran berapa jumlah uang yang dia curi. Untungnya ibu ngasih tahu aku jumlahnya sebelum aku bertanya. Katanya kakak mencuri uang lima ratus ribu. Buat apa kakak mencuri uang itu? Bukannya dia sudah punya uang dari gajinya yang mungkin lebih banyak dari itu.

Belakangan semua tahu kalau bukan kakak yang mengambil uang itu. Tapi dia terlanjur dipecat. Bukan cuma itu, dia terlanjur masuk penjara, bukan karena mencuri uang, tapi karena naik mobil sambil mabuk sampai bikin orang mati. Sudah terlambat bagi bosnya kakak untuk mengajaknya kembali berjualan martabak.

Yang mencuri uang itu namanya Anton. Dia juga karyawan di tempat makan yang menjual martabak itu. Aku pernah melihatnya di sana, sedang membuat adonan martabak bersama kakakku. Kelihatannya dia orang baik-baik. Aku nggak mengira kalau dia orang yang mengambil uang itu. Tapi aku lebih nggak mengira kalau kakak yang melakukannya.

Malam itu kakak dipanggil bosnya untuk berbicara empat mata. Kakak nggak curiga itu akan menjadi malam terakhirnya bekerja di sana. Semua sudah pulang kecuali kakak dan bosnya.

"Anton bilang kamu yang mencuri uangnya," kata bos.

Kaget, kakak langsung membentak, "Apa? Bukan aku. Sumpah bukan aku."

"Jangan sumpah-sumpah. Dia lihat sendiri."

"Kau percaya dengannya? Bagaimana kau bisa percaya dengan orang seperti itu. Aku bahkan bekerja bersamamu lebih lama dari dia. Aku nggak punya alasan buat ngambil uang itu. Buat apa aku mencurinya?"

"Kemarin kau bilang kau butuh uang buat kado ulang tahun adikmu," kata bos dengan tenang tapi tegas.

David memalingkan pandangannya dari bos. Dia memandang ke lantai, kemudian ke langit-langit, kemudian kembali ke muka bosnya. Dia berkata dengan tajam, "Aku sudah punya uang sendiri untuk itu. Aku hanya membelikannya tas ransel dan mainan murah. Aku nggak perlu mencuri uangmu untuk itu."

"Lalu siapa yang mencurinya? Kemarin kau bilang uangmu nggak cukup buat beli tasnya."

"Aku..., aku memang nggak bawa uang saat itu. Maksudku, aku harus pulang dulu buat ambil uangnya."

"Benarkah? Lalu kenapa Anton bilang kau yang mencurinya? Dia bilang kau mengambilnya dari tasku yang aku taruh di meja."

"Nggak mungkin. Itu fitnah."

"Saat itu cuma kamu yang masih di sini. Yang lain sedang salat. Cuma kau yang nggak salat, kan? Aku menyuruhmu buat jaga di sini. Bukan untuk mencuri."

David menarik napas panjang, kemudian berkata dengan pelan, menjaga kesabarannya, "Aku tidak mengambil uangmu. Kau harus percaya padaku. Yang Anton katakan itu fitnah."

"Lalu kenapa dia memfitnahmu?"

"Aku tidak tahu."

"Kalau begitu kembalikan uangku," kata bos sambil bersandar di dinding lalu minum teh di cangkirnya.

"Aku nggak punya uangmu. Bukan aku yang mengambilnya."

Teh yang ada di cangkir itu sudah habis. Bos menaruhnya di meja, kemudian berkata dengan pelan, "Kalau begitu, pergilah! Jangan kembali besok. Jangan pernah kembali. Uang itu mungkin tidak seberapa. Tapi kamu nggak bisa dipercaya. Nggak ada gunanya aku mempertahankanmu di sini. Pergilah!"

Kata-kata itu berhasil bikin jantung David hampir meledak. Dia tidak tahu harus bicara apa. Dia tak berani menaruh pandangan pada muka bosnya yang berantakan itu. Yang akhirnya keluar dari mulut David hanya pertanyaan "Apa?"

Bos tidak bicara lagi. Dia mengambil cangkir, lalu mencucinya.

David masih tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Dia tidak paham kenapa Anton tega melakukan ini. Anton brengsek!

David mengambil kunci motornya, lalu hendak pergi. Sebelum itu, bosnya berkata, "Sampaikan salamku pada adikmu."

Rahasia BudiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang