6

151 12 5
                                    


6

Budi datang membawa PS2. Dia mengajakku bermain game di kamarku. Dia bisa memasang konsol itu di TV dengan kabelnya.

"Kita mau main apa?" tanyaku.

"Gran Turismo," jawab Budi. Dia melanjutkan, "Sayangnya aku cuma bawa satu kontroler. Jadi kita nggak bisa main berdua. Kamu mau main duluan?"

"Kamu dulu saja. Kamu kan tahu aku nggak jago main itu. Aku nonton saja."

Mobil yang dipilih Budi mirip seperti mobil bapakku. Warnanya sama, modelnya sama, bentuknya sama. Hanya saja, mobil itu masih mulus, tanpa penyok atau goresan.

Mobil itu melaju dengan kencang di jalanan bersama dengan mobil-mobil lain. Budi mengendalikan mobil itu sehingga bisa menyalip beberapa mobil lain. Awalnya jalanan yang dilalui adalah sirkuit balapan, tapi entah gimana ceritanya kita pindah ke jalanan kota yang tidak asing. Sepertinya aku tahu ini di mana.

"Hati-hati! Jangan kencang-kencang!" teriakku.

"Kenapa? Kalau nggak kencang kita nggak akan menang," kata Budi sambil mengendalikan mobilnya.

Aku ketakutan ketika Budi mengendarai mobil itu. Beberapa mobil berhasil menyalipnya. Tapi Budi tak mau menyerah. Dia injak gasnya dalam-dalam, membuat mobilnya melaju makin kencang lagi. Angin bertiup kencang, membuat rambutku berkibar.

"Aku takut," teriakku.

"Jangan takut. Ini cuma game," teriak Budi.

Dia menggenggam kemudi mobil dengan erat, lalu memutarnya dengan cepat ketika jalan berbelok. Dia menginjak rem ketika itu, membuat mobilnya tersentak dan hampir berhenti sebelum kembali melesat dalam angin.

"Kita harus menang!" kata Budi.

"Pelan-pelan saja! Aku takut!" aku teriak.

"Jangan takut! Ada aku di sini. Aku nggak mungkin bikin kamu celaka. Karena aku mencintaimu," kata Budi.

Mobil pikap pembawa kambing itu datang dari arah yang berlawanan. Budi yang tidak siap dengan kedatangan mobil itu langsung membanting setir ke kiri, membuat mobilnya keluar jalur lalu menghantam pagar rumah warga.

"Jadi kalah, kan? Nggak asyik. Mending kita ganti game lain saja," kata Budi.

Mobil itu masih di sana, penyok dan hampir hancur. Asap dan debu mengotori udara.

"Jangan dulu," aku menaruh pandangan pada mobil yang remuk itu.

Budi mendekat ke mobil itu. Dia berjalan dengan hati-hati, takut kalau mobilnya meledak.

"Dia masih hidup," kata Budi.

"Siapa?" tanyaku.

Bukannya menjawab, Budi langsung membuka pintu mobil, memperlihatkan orang yang ada di dalamnya. Dia adalah mas David. Dia duduk terkulai di sana, mencoba mengumpulkan kesadaran.

"Aku akan menolongnya. Bantu aku mengangkatnya!" teriak Budi.

Aku masih berdiri jauh dari mereka. Aku hanya melihat, tidak berani mendekat.

"Kenapa kamu diam saja?" tanya Budi. Dia berteriak, "Bantu aku! Dia itu kakakmu. Kamu harus menyelamatkannya."

Aku masih diam saja, tidak berpindah ke mana-mana. Dalam suasana yang membingungkan, aku tidak bisa berbuat apa-apa.

Budi berhasil mengeluarkan mas David dari mobil itu. Muka mas David penuh darah dan debu. Budi membantunya berjalan menjauh dari mobil sebelum akhirnya mobil itu meledak berkeping-keping. Seperti di film-film.

Rahasia BudiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang