13

156 12 0
                                    


13

Budi tidak pernah mengira kalau akhirnya dia diberi kesempatan untuk tidur dengan pujaan hatinya. Dan kesempatan itu datang ketika Kevin menawarinya untuk menginap di rumahnya.

Budi sempat ragu dengan tawaran itu karena dia ingat bapaknya Kevin pernah mengusirnya dari rumah dan memarahinya. Tapi Kevin meyakinkan kalau bapaknya sudah tidak marah.

"Aku takut sama bapakmu," kata Budi sebelum masuk ke rumah Kevin.

"Dia sudah nggak marah," kata Kevin.

Dan ternyata benar, bapaknya Budi ramah sekali malam itu. Tidak terdengar bentakan, juga tidak terlihat amarah dari muka bapak. Dia terlihat ramah dengan senyuman. Budi jadi penasaran, apa yang membuat bapaknya Kevin bisa berubah begitu.

Dengan penasaran, Budi bertanya pada Kevin, "Kenapa bapakmu tiba-tiba jadi ramah begitu? Kamu tahu tidak, Minggu lalu dia memarahiku dan mengusirku."

"Aku tahu. Kakakku menasihatinya supaya tidak mengusirmu."

"Aku kira kakakmu di penjara," kata Budi.

"Memang. Aku pernah mengirimkan surat kepadanya."

"Oh. Bagus kalau begitu."

Awalnya Budi mengira dia akan ditempatkan di kamar kakaknya. Tapi ternyata dia tidur satu kamar dengannya. Beruntung sekali Budi malam itu. Itu adalah malam paling indah yang akan selalu dikenang. Budi menonton film bersama dengan Kevin, rasanya itu seperti pengalaman kencan di bioskop.

Malam yang indah itu terjadi pemadaman listrik. Budi nggak mengira kalau Kevin itu penakut parah. Itu pasti gara-gara tadi Budi bercerita tentang sinden yang dikubur di sumur, cerita yang dulu juga bikin Budi takut. Dan kini giliran Kevin yang ketakutan. Dia sampai nggak bisa tidur dan minta tidur bersama.

"Hai, Budi. Apa kamu sudah tidur?" tanya Kevin sambil pegang bahu Budi.

"Sudah kalau kamu tidak mengajakku bicara," jawab Budi dengan suara orang mengantuk.

"Aku takut," bisik Kevin.

"Aku tahu. Kelihatan dari mukamu."

"Bolehkah aku tidur bersamamu?" tanya Kevin dengan berbisik.

Budi tidak siap dengan pertanyaan itu. Dia nggak mengira kalau pujaan hatinya minta tidur bersama dalam satu ranjang yang sama. Mana mungkin Budi menolaknya. Rupanya malam paling indah ini belum berakhir begitu saja.

"Boleh. Tapi jangan ngiler," jawab Budi dengan bercanda.

Kevin hendak bangun dan pindah ke kasur bawah, tapi Budi bilang, "Jangan ke mana-mana. Aku saja yang pindah ke situ."

Budi mengambil guling, bantal, dan selimutnya untuk dipindah ke ranjang Kevin. Dalam dinginnya malam, dia tidur berselimut, meringkuk memeluk guling, memunggungi Kevin. Dia tergoda untuk bersandar pada tubuh Kevin yang sedang telentang di belakangnya. Dia melakukannya, dan Kevin membiarkan tubuhnya jadi sandaran yang empuk. Seperti ketika masih kecil dulu Budi bersandar pada ibunya ketika tidur. Budi tertidur dengan senyuman.

Ditemani cahaya lilin, kedua bocah itu berhasil menggapai alam mimpi yang indah, bebas dari hantu dan mimpi buruk lainnya.

Pagi-pagi Budi dibangunkan dengan suara azan masjid. Dia mengira kalau dia tidur di kamarnya sendiri, sampai dia sadar, di depannya Kevin sedang memeluknya dengan tangannya. Satu kakinya tergeletak di paha Budi seperti sedang memeluk guling. Kedua bocah itu berlindung dalam selimut yang sama.

Budi menyingkirkan tangan Kevin dari tubuhnya karena Budi hendak salat subuh. Dia melakukannya dengan perlahan karena tidak mau membangunkannya. Kaki Kevin juga dia singkirkan sampai bocah itu telentang. Dalam posisi itu, Budi bisa melihat wajah manis Kevin yang sedang tertidur nyenyak.

Seperti dibisiki setan, Budi tergoda untuk mencium bocah itu. Budi mengelus rambutnya, dan Kevin masih pulas tertidur. Cahaya yang remang berhasil menyiratkan ketampanan bocah itu, membuat Budi makin tergoda.

Pelan-pelan, Budi kembali berbaring di samping tubuh Kevin. Itu dia lakukan biar seandainya Kevin tiba-tiba terbangun, Budi akan segera pura-pura tidur. Nanti Kevin akan menganggapnya tidak sengaja.

Azan masih berkumandang ketika itu. Dengan ragu, Budi meletakkan tangannya yang bergetar di pipi Kevin. Dia bisa merasakan kulit muka Kevin yang lembut dan dingin. Pandangan Budi tidak kabur dari wajah bocah itu, mengagumi ketampanannya, dan memastikan dia tetap tertidur.

Tiba-tiba dengan keberanian yang tersisa, Budi menempelkan bibirnya di bibir Kevin. Singkat saja, Budi langsung melepaskan ciumannya, takut kalau Kevin bangun. Walau singkat, ciuman itu terasa menegangkan, tapi manis untuk dibayangkan.

Budi merasa yang baru dia lakukan itu tidak pantas. Itu keterlaluan. Tidak seharusnya dia menuruti nafsu setan. Budi merasa sudah dipengaruhi setan.

Bagaimana jadinya kalau Kevin sadar dengan apa yang baru saja budi lakukan padanya. Bisa jadi itu akan merusak pertemanan mereka yang hampir hancur gara-gara perkelahian. Kevin akan jadi jijik dengannya.

Setan benar-benar bikin Budi merasa penuh dosa. Di pagi yang dingin itu, dia langsung bangkit buat salat subuh, kemudian berdoa supaya dosanya itu diampuni Allah.

Biasanya setelah selesai salat subuh, Budi kembali melanjutkan tidurnya. Dan di pagi itu dia juga kembali tidur. Hanya saja, dia tidak kembali di ranjang yang sama dengan yang tadi.

Dia memilih untuk tidur di kasur yang tadi malam sudah dia ambil dari kamar kakaknya Kevin. Dia tidur di sana bukan karena tidak mau tidur berdua lagi dengan Kevin, tapi dia merasa dia telah berbuat dosa besar yang mungkin nggak akan dimaafkan kalau Kevin tahu. Semoga saja tadi Kevin benar-benar tertidur ketika dicium.

Budi melanjutkan tidurnya di sana sampai suara iklan di TV dan cahaya matahari pagi membangunkannya. Kevin sudah bangun dari tadi. Sepertinya dia tidak sadar dengan yang Budi lakukan pada bibirnya tadi.

Budi turun buat ke kamar mandi. Ketika mandi, bapaknya Kevin datang untuk memberikan handuk. Budi sempat takut karena ingat bapak itu pernah marah dan mengusirnya dari rumah.

"Ini handuk untukmu. Bajumu itu kamu taruh di mesin cuci saja. Nanti kamu pinjam saja bajunya Kevin," kata bapaknya Kevin dengan ramah.

"Terima kasih," kata Budi dengan canggung.

"Bapak salah paham soal kamu. Jadi, maaf dulu aku pernah marah dan mengusirmu. Seharusnya aku nggak melakukan itu,"

Bapak berkata dengan ramah, "Kamu ini anak yang baik. Kalian berdua akrab sekali. Kevin senang kalau ada kamu."

Bapak melanjutkan, "Semenjak kecelakaan, dia suka mengurung diri di kamarnya, susah diajak bicara. Aku jadi kasihan dengannya. Kecelakaan itu pasti bikin dia trauma. Aku sampai memaksanya ikut Pramuka biar bisa bergaul dengan teman-temannya. Kakaknya masuk penjara gara-gara kecelakaan. Dulu dia akrab sekali dengan kakaknya. Mereka suka main dan nonton TV bersama."

Bapak berhenti sebentar, kemudian berkata, "Sekarang kamu menggantikan kakaknya. Semenjak ada kamu, dia jadi ceria, kembali seperti dulu. Jadi, terima kasih."

Budi hanya mengangguk sambil memasang senyum yang malu-malu. Dia merasa tersanjung dengan apa yang baru saja dikatakan bapaknya Kevin. Untuk pertama kalinya, dia merasa keberadaannya ada manfaatnya bagi Kevin.

"Tapi jangan berkelahi lagi," kata bapaknya Kevin.

Rahasia BudiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang