14

145 13 0
                                    


14

Entah dari mana mulanya percakapan itu terjadi. Itu sangat mengejutkan bagi Budi. Bagaimana Kevin bisa tahu kalau Budi naksir padanya.

"Aku tahu bocah itu. Aku tahu bocah yang kamu temui ketika pulang dari PERSAMI," kata Kevin tiba-tiba ketika sedang menonton TV.

Budi dengan santainya bilang, "Jangan bahas itu lagi. Sudah aku bilang namanya bukan Tiara."

"Memang bukan. Aku tahu itu," kata Kevin.

Budi mulai takut kalau Kevin tahu yang sebenarnya. Wajah Budi tiba-tiba jadi kebingungan dan tidak tahu ke mana harus menatap. Dengan terbatah-batah dia berkata "Jadi, kamu benar-benar tahu?"

Kevin tidak menjawab. Dia hanya memalingkan pandangannya dari Budi.

"Sejak kapan kamu tahu?" tanya Budi dengan gemetar. Dia paham kalau Kevin sudah menyadarinya.

"Itu tidak penting."

"Jadi, sekarang gimana?" tanya Budi.

"Apanya yang gimana?" Kevin balik bertanya.

Budi tidak menjawab. Dia hanya menunduk karena tidak siap dengan apa yang akan dia dengar dari mulut Kevin.

"Kau gila! Kau menjijikkan! Jangan dekati aku lagi!" bentak Kevin.

Kevin tidak berani menatapnya ketika bilang begitu. Hanya ada hening setelah itu. Budi hanya duduk di sana, menunduk, dan tidak berkata apa-apa. Dia dibuat hancur oleh kata-kata itu.

"Apa kamu mau aku pergi?" akhirnya Budi bicara juga, walau dengan nada yang lirih seperti sedang berbisik.

"Pulang saja kau! Dan jangan kembali lagi!" kata Kevin yang juga dengan nada lirih.

Dengan malu, Budi keluar dari kamar itu, turun lewat tangga, bertemu dengan bapak dan ibunya Kevin yang dengan ramahnya tersenyum padanya.

"Mau ke mana?" tanya bapaknya Kevin.

"Aku mau pulang," jawab Budi dengan nada seperti mau menangis.

"Tumben, jam segini sudah mau pulang," kata Ibunya Kevin.

Budi memasang senyum palsu, kemudian pergi mengambil sepedanya. Dia menaiki sepeda itu. Sebelum pergi, Budi mendaratkan pandangannya pada rumah itu. Dia melihat atapnya, tempat di mana dulu dia sengaja menaruh layangan di sana hanya biar bisa punya alasan untuk berkenalan dengan Kevin. Dia pandangi jendela kamar Kevin di mana dulu dia pernah berdiri di sana, mencoba untuk mengambil layangan yang sebelumnya dia pasang sendiri di atap. Dia melihat pada parabola, alat untuk menangkap sinyal stasiun televisi yang dia tonton bersama Kevin. Mungkin semua itu kini hanya bisa dipandang saja, hanya jadi kenangan yang akan selalu Budi rindukan.

Dengan ragu, Budi memancal sepedanya, meninggalkan rumah yang penuh kenangan itu. Air mata sudah tidak bisa ditahan lagi, dalam perjalanan pulang dia menangis.

Sesampainya di rumah, Budi langsung mengurung diri di kamar, menyembunyikan tangisnya dengan tangannya.

Jadi, apakah ini adalah akhirnya? Selama ini berada di dekat Kevin sudah bikin Budi bahagia. Dan kebahagiaan itu hilang seketika, mungkin tak akan ada lagi lanjutannya. Apakah begitu jadinya? Dalam tangis, Budi terngiang oleh pertanyaan itu.

Pertanyaan lain yang muncul adalah, dari mana Kevin tahu? Sebelumnya nggak ada yang tahu kalau Budi naksir dengan Kevin, selain Gilang. Benar, Gilang. Dia sudah tahu sejak awal.

Gilang memang nggak bisa jaga mulut. Budi jadi ingat dulu Gilang pernah mengadu bahwa Budi makan permen karet sampai dihukum pak Sarip. Dan kali ini Gilang pasti berulah kembali. Orang yang pantas disalahkan dalam hal ini adalah Gilang. Kevin pasti tahu dari dia.

Rahasia BudiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang