20

187 14 7
                                    


20

Hampir jam tujuh malam ketika suara ketukan pintu terdengar. Bapak masih sibuk dengan sepak bola di televisi. Budi yang sedang belajar di kamar mengira bapak tidak mendengarnya. Jadi, Budi langsung ke depan untuk memeriksa. Dia membuka pintu, kemudian dia temui Nadia.

"Ada apa?" tanya Budi.

"Bapakmu ada nggak, Al?" tanya Nadia.

"Dia masih nonton TV."

"Aku mau ngambil seragamku. Seharusnya hari ini sudah jadi. Dia menyuruhku buat mengambilnya di rumah."

"Sebentar. Aku panggilkan bapakku dulu," kata Budi.

Budi menghampiri bapaknya, kemudian dia berkata, "Pak! Dicariin Nadia."

Bapak berkata, "Suruh dia masuk! Aku ambilkan dulu."

Budi kembali menghampiri Nadia, kemudian berkata, "Masuklah! Masih diambilkan."

Nadia masuk dan duduk di ruang tamu. Di depannya Budi juga ikut duduk menemaninya. Keduanya berada dalam suasana canggung tanpa pembicaraan apa-apa. Sampai akhirnya bapak datang membawa seragam silat. Budi kaget dengan kedatangan bapaknya karena dia tidak mengira Nadia ikut silat.

"Silakan dicoba dulu!" kata bapak.

Nadia memasang seragam itu di tubuhnya. Budi melihat temannya sedang berpose.

Terdengar teriakan "Gol" diiringi dengan gemuruh penonton. Bapak langsung berkata "Permisi!" sebelum pergi kembali menghadap televisi.

"Bagaimana menurutmu?" tanya Nadia sambil memperhatikan seragamnya.

Budi menjawab, "Menurutku bagus. Kau pantas mengenakannya. Sejak kapan kau ikut silat?"

"Mungkin sebulan," jawab Nadia.

"Bapakmu nggak marah? Bukannya kau les juga?"

"Silat itu cuma seminggu sekali. Ikutlah bersamaku!"

"Buat apa?" tanya Budi.

"Cuma lihat-lihat saja. Siapa tahu tertarik," jawab Nadia.

"Nggak, ah. Nanti bapakku marah."

Nadia berteriak, "Pak! Budi boleh ikut lihat silat nggak?"

Dari dalam terdengar bapak berteriak, "Boleh. Kalau mau ikut juga boleh."

"Ayo!" kata Nadia sambil tersenyum.

"Sebentar! Aku ambil jaket dulu," jawab Budi yang kemudian pergi ke kamarnya.

"Jangan lama-lama!"

Budi datang dengan jaket yang sudah terpasang di tubuhnya. Kedua bocah itu keluar rumah lalu berjalan kaki di pinggir jalan.

"Kau nggak pamit pada bapakmu?" tanya Nadia.

Budi tidak segera menjawab. Dia hanya memandangi jalan. Tidak mau Nadia menunggu lama-lama dengan jawabannya, Budi akhirnya berkata, "Dia sudah tahu aku mau ke mana."

"Memangnya mau ke mana?" tanya Nadia.

"Ikut bersamamu. Ke lapangan kan?"

"Kita mau ke sekolah. Malam ini latihannya di sana."

"Oh."

"Nanti kalau kau sudah bosan atau mengantuk, pulanglah saja."

"Memangnya nanti sampai jam berapa?" tanya Budi.

"Biasanya sampai jam 9 atau 10."

"Biasanya aku sudah tidur jam segitu."

Pembicaraan mereka berhenti sebentar, kemudian Budi berkata, "Kukira kau marah padaku."

Rahasia BudiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang