4
Budi merasa duduk di dalam mobil itu terasa berbeda dengan ingatannya dulu ketika naik mobil gurunya. Bukan karena mobilnya lebih bagus, tapi karena keberadaan mas David di sampingnya. Dia terus memandangi Budi seolah ada yang nggak beres dengan bocah itu. Dalam suasana yang canggung itu, Budi mulai menebak kalau tadi mas David melihatnya berciuman dengan Kevin. Tapi perilaku mas David tadi terlalu biasa seandainya dia telah melihatnya mencium adiknya.
"Ada apa, Mas?" tanya Budi.
"Tidak apa-apa," mas David mengalihkan pandangannya ke luar jendela.
Setelah suasana dalam mobil menjadi hening tanpa perbincangan, David tiba-tiba berbisik, "Aku tidak akan bilang siapa-siapa."
Bisikan itu langsung bikin Budi tersentak, mengetahui bahwa ternyata tadi mas David benar-benar melihatnya berciuman dengan Kevin. Dan sekarang Budi bingung harus berkata apa. Budi hanya bisa melongo.
Mobil tiba-tiba berhenti di depan toko. "Bapak lupa beli bensin. Beli bensin eceran di sini nggak apa-apa, ya? Daripada mati di jalan."
Mas David mengangguk.
Bapak keluar lalu masuk ke toko untuk menghampiri penjualnya. Tinggal dia dan Budi yang ada di dalam mobil.
"Kevin suka bercerita tentangmu. Aku kira kamu ini cuma teman khayalannya. Ternyata kamu beneran ada," kata mas David tiba-tiba.
Budi hanya tersenyum.
"Dengar-dengar kamu baru punya adik," lanjut mas David.
Budi mengangguk.
"Jadi sekarang kamu tahu rasanya jadi kakak. Dulu aku takut menjadi kakak. Aku takut kalau perhatian dan kasih sayang bapak dan ibuku akan direbut adikku. Beruntung aku sudah cukup besar ketika dia lahir. Kevin memang merebut perhatian dan kasih sayang bapak dan ibuku. Tapi aku jadi paham kenapa bapak dan ibuku begitu sayang dengannya, karena aku juga sayang dengannya. Bagaimana tidak sayang dengan bocah lucu seperti dia. Kamu harus lihat fotonya ketika masih kecil."
"Aku pernah melihatnya. Dia seperti Boboho," Budi tertawa.
"Aku rela dimarahi gara-gara kesalahan yang dia buat. Aku rela mengalah. Mungkin akan beda cerita kalau Kevin lahir saat aku masih kecil. Aku pasti akan membencinya, aku akan sering bertengkar dengannya," David tertawa. "Aku tahu kamu pasti sayang dengan adikmu, sama seperti aku dulu. Kadang jadi kakak itu menyebalkan karena itu menjadi semacam beban, tapi itu sepadan dengan keberadaan adikmu. Karena ketika dia tidak ada, kamu akan sangat merindukannya."
Budi hanya mengangguk mendengar nasihat itu.
Bensin dalam botol bekas minuman keras itu sudah dituang dalam tangki. Bapak mengambil dompet di saku untuk membayar.
"Sejak kapan kalian berpacaran?" tanya mas David pada Budi.
Budi menarik napas panjang karena tidak siap dengan pertanyaan itu. Dengan gugup dia menjawab, "Kita tidak pacaran."
"Kalau begitu kenapa kamu berciuman dengannya?"
Budi kaget mendengar pertanyaan itu. Dia tidak berani melihat muka mas David. Tidak ada yang bisa dia lakukan selain diam saja.
"Aku tidak akan bilang siapa-siapa. Dari dulu aku sudah menebak kalau Kevin tertarik dengan laki-laki. Pas masih SD dulu dia pernah menggambar Naruto telanjang," kata mas David.
Budi tertawa cekikikan.
"Kok tertawa. Memangnya kamu nggak pernah gambar Naruto telanjang?"
"Tidak. Tapi aku pernah menggambar Gaara."
Mas David tertawa. Itu membuat Budi makin tenang, walau ketegangan itu masih tersisa. Dan ketegangan itu bertambah ketika bapak masuk mobil.
Bapak menoleh ke arah Budi lalu ke arah David. Budi tidak tahu alasan bapak melakukan itu, tapi itu membuatnya takut. Jangan-jangan tadi bapak mendengar ketika mas David berbicara soal ciuman itu. Rasa takut itu mulai reda ketika mobil berjalan.
"Itu rumahku," kata Budi sambil menunjuk rumahnya. Mobil berhenti dan Budi berusaha membuka pintu.
"Biar aku bantu," mas David membukakan pintu untuk Budi.
"Terima kasih."
Sebelum keluar, Budi memberikan senyumnya yang ramah pada bapak dan mas David sebagai tanda terima kasih. Tak lupa dia berbasa-basi, "Nggak mampir dulu?"
Dan bapak menjawab basa-basi itu, "Mungkin lain kali. Dia mau masuk kerja."
Masih tersenyum, Budi keluar lalu menutup pintu mobil itu. Belum sampai rumah dia berjalan, tiba-tiba pintu mobil itu kembali terbuka. Budi berbalik, lalu melihat mas David berjalan ke arahnya.
"Ada yang ketinggalan," dia menyerahkan rantang itu pada Budi.
Ketika Budi hendak mengambil rantang itu, mas David menahannya sampai Budi tak bisa mengambilnya. Mas David berbisik, "Jadi di sini rumahmu."
"Iya, Mas," jawab Budi ragu.
"Kamu jangan macam-macam dengan Kevin. Atau aku akan menghajarmu. Aku akan datang ke rumahmu lalu aku akan menghabisimu."
Melihat Budi terdiam ketakutan, mas David langsung tertawa. "Bercanda," dia tepuk pundak Budi dan dia serahkan rantang itu. Budi menerimanya dengan senyum canggung.
"Sampai jumpa," mas David pergi masih dengan senyum di wajahnya. Dia bahkan melambaikan tangan ketika mobil berjalan menjauh.
Tak lama setelah mobil itu pergi, bapak datang dengan motornya yang berisik. Rantang yang dibawa Budi itu menarik perhatian Bapak. Setelah memarkir motornya, bapak bertanya, "Itu apa?"
"Mi," jawab Budi singkat.
"Dari siapa?"
"Dari Kevin," jawab Budi ragu.
Rantang itu diambil bapak dari tangan Budi. Dibukanya rantang yang masih hangat itu sampai terlihat isinya. Uap mi itu keluar membawa wangi yang menggoda. "Kebetulan aku lapar," kata Bapak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Budi
RomancePertemanan Budi dan Kevin dimulai dari sebuah perkenalan yang tak diduga. Keduanya menyimpan rahasia yang mereka jaga. Pertemanan mereka dipertaruhkan ketika Kevin mengenal Tiara, gadis yang pernah mengikuti PERSAMI bersama Budi. Saya menulis ceri...