19

232 14 0
                                    


19

Melihat gambar Budi kemarin, aku jadi terinspirasi untuk menggambar. Aku memang tidak pandai menggambar, tapi aku tertarik untuk berkarya. Siapa tahu gambarku nantinya akan dimuat di majalah sekolah. Biasanya ekstrakurikuler itu mengambil gambar-gambar siswa yang bagus. Aku tertarik untuk membuat gambar berwarna walau majalahnya nanti dicetak hitam putih. Kalau memang gambarku ini ditolak aku akan memajangnya di dinding.

Aku ambil buku gambar dan juga pensil. Yang ingin aku gambar adalah pemandangan sungai. Aku masih ingat sungai di mana dulu aku berenang di sana bersama Budi. Aku akan menggambar juga dua bocah yang sedang berenang di sana. Aku gambar sungainya yang berbatu. Aku hiasi gambarku ini dengan bunga-bunga dan semak-semak sebagaimana aku mengingatnya. Latar belakangnya adalah gunung yang ditemani dengan awan-awan. Burung-burung beterbangan di dekat pohon.

Selesai juga aku menggambar sketsanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selesai juga aku menggambar sketsanya. Memang terlihat seperti gambar anak SD tapi aku bangga dengan yang aku gambar ini. Akan lebih bagus lagi kalau aku mewarnainya dengan krayon. Krayon itu masih ada di dalam lemari. Aku buka lemari itu, dan aku menemukan sekotak krayon di sana. Itu adalah krayon yang sama yang digunakan Budi untuk mewarnai gambarnya. Aku genggam kotak krayon itu. Seketika aku jatuhkan krayon itu sampai berhamburan di lantai. Aku dikejutkan dengan apa yang aku lihat di dalam lemariku itu. Sebuah tas yang dulu pernah aku pakai ketika masih SD. Aku ambil tas itu lalu aku melihat gambar kepala kucing yang dibordir. Gambar itu cukup kecil sampai aku tidak ingat kalau ada gambar kucing di sana. Tapi bocah itu mengingatnya. Budi mengingatnya. Terheran-heran aku memegangi tas itu. Seketika aku ingat hari di mana aku mengenakan tas ini ketika PERSAMI.

Jadi aku yang selama ini dia cari-cari. Selama ini dia jatuh cinta kepadaku. Aku jatuhkan tas itu. Aku melangkah mundur, menginjak krayon yang tadi aku jatuhkan. Masih menatap kucing itu.

"Ada yang salah dengan temanku itu," begitu pikirku. Berdebar kencang jantungku. Apakah benar dia jatuh cinta kepadaku? Bagaimana bisa? Aku dan dia sama-sama laki-laki dan dia tahu itu. Pantas saja selama ini dia seperti menyembunyikan sesuatu.

Perasaanku tidak karuan setelah mengetahui itu. Masih belum percaya dengan apa yang aku lihat. Bisa jadi dia hanya bercanda. Bisa jadi yang dia cintai itu bukan aku atau Tiara. Bisa jadi ada yang pakai tas bergambar kucing selain aku dan Tiara. Mungkin ini hanya sebuah kebetulan semata. Hanya ada satu cara untuk tahu jawabannya: bertanya langsung kepadanya. Tapi, bagaimana caranya? Bagaimana kalau memang aku orangnya? Bagaimana nantinya aku harus bersikap? Mungkin aku akan mempertaruhkan lagi pertemananku yang pernah hampir rusak. Pertemanan ini mungkin tidak akan bisa bertahan setelah ini. Atau mungkin aku harus pura-pura tidak tahu. Apakah aku bisa berpura-pura demi mempertahankan pertemanan yang aku sendiri tidak tahu apakah pantas untuk dipertahankan.

Dalam kebimbangan aku ambil tas itu dan aku kembalikan ke dalam lemari. Aku punguti krayon yang tercecer di lantai lalu aku masukkan ke dalam kotaknya. Gambar itu aku biarkan di meja, masih belum punya warna. Aku tidak mau menyentuhnya.

Rahasia BudiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang