8

135 10 2
                                    


8

Sesudah mandi, David mengenakan kemeja baru yang kemarin diberikan bapaknya. Tubuhnya kini tidak gemuk seperti dulu. Bapak salah membelikan kemejanya, sedikit kebesaran. Walau begitu, kemeja dengan lengan pendek itu pantas dikenakannya berkat ikat pinggang yang membuat celana panjangnya tidak melorot.

"Mereka sudah menunggumu," kata seorang sipir.

David masih membetulkan kerah kemejanya ketika dia bertanya, "Apa adikku ikut?"

"Aku hanya melihat bapak dan ibumu," jawab si sipir.

Di luar, bapak dan ibu duduk menunggu kedatangan David. Ketika dia datang, bapak tersenyum sambil menepuk pundaknya. David bergantian memeluk bapak dan ibu.

"Kemejamu kebesaran, ya?" tanya ibu.

"Tidak apa-apa. Malah bagus," jawab David dengan nada menahan haru.

Dengan tersenyum, ibu mengelus rambut David yang cukurannya seperti kaktus. Entah siapa yang mencukurnya di sana, mungkin dia sendiri.

"Kevin mana?" tanya David.

Bapak dan ibu menengok ke arah mobil. Itu adalah mobil yang sama yang pernah dirusak David, menghantam pagar rumah warga. Membuatnya penyok dan penuh dengan goresan. Kini keadaannya nggak jauh beda. Penyoknya masih ada. Goresannya juga. Penampakan mobil itu seketika membangkitkan kenangan buruk akan kejadian itu.

Ditemani bapak dan ibu, David mendekat ke mobil itu. Aku buka pintunya, lalu aku keluar dari sana. Aku berdiri di samping mobil, menunggu mereka sampai. Tapi aku tidak sabar untuk segera bertemu dengannya. Dari jauh dia terlihat berbeda dari yang aku ingat dulu. Aku berjalan mendekatinya. Dia berhenti berjalan ketika aku berlari dalam tangis yang tak tertahan. Dia menangkapku dalam pelukan erat. Aku bisa merasakan badannya kini menjadi kurus, tidak seperti dulu. Aku pejamkan mataku. Dia masih memelukku erat. Aku bisa mendengar dia menangis tersedu-sedu. Aku paham betapa rindunya dia padaku. Dan kerinduan itu terbayarkan oleh pertemuan yang sudah lama dia dambakan.

"Ayo," ucap bapak sambil mengusap air mata. Dia dan ibu sudah berada dalam mobil ketika aku melepas pelukanku. Aku mengantar kakak ke mobil.

Kakak tidak langsung masuk. Dengan gemetar dia pandangi bagian mobil yang penyok. Kemudian dia memandangku.

"Ayo," ucapku sambil mengusap air mata.

Aku membukakan pintu, dan aku pegang tangannya untuk menuntunnya masuk. Dia duduk di belakang bersama aku.

Mobil berjalan. Angin yang masuk lewat jendela mengeringkan air mata kita.

"Siapa yang mencukur rambutmu, Mas?" tanyaku pada mas David.

"Aku sendiri," jawabnya.

"Kepalamu jadi seperti kaktus. Aku kira tukang cukur yang dulu juga masuk penjara," kataku diikuti tawa semua orang di dalam mobil.

Rahasia BudiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang