8

259 12 1
                                    


8

Ketika aku menelponnya, Budi sedang bermain dengan adiknya, Anita. Ditemani ibunya, mereka memainkan boneka jerapah dengan penuh kesenangan. Budi menghadiahi adiknya dengan boneka itu, sebuah boneka yang merupakan karyanya yang paling dia banggakan. Walau begitu, Budi rela kalau kini boneka itu dipenuhi noda iler adiknya yang sudah kering. Itu adalah tanda kalau adiknya suka dengan boneka pemberiannya itu sampai-sampai nggak bisa tidur kalau nggak memeluknya.

Ilmu menjahit ditularkan dari bapaknya. Budi sendiri yang minta diajarkan. Awalnya bapak mengajarinya menjahit dengan tangan menggunakan jarum dan benang. Berkat ketekunannya belajar, dia bisa menambal celananya sendiri yang sobek, atau memasang kancing kemeja. Hingga akhirnya bapak mengajaknya ke kiosnya untuk belajar menggunakan mesin jahit. Ternyata menjahit itu tidak semudah yang Budi bayangkan. Butuh ketelatenan untuk menggunakan mesin jahit itu. Beruntung, bapak mengajarinya dengan sabar walau tak jarang Budi melakukan kesalahan. Semua latihan itu sepadan, karena akhirnya Budi bisa menjahit. Memang belum bisa dibilang mahir, tapi keterampilannya itu cukup untuk membantu bapaknya bekerja ketika sedang libur sekolah.

Boneka jerapah itu dibuat Budi di sela-sela waktunya membantu bapak di kios. Ketika bapak tahu Budi sedang sibuk membuat boneka itu, bapak menghampirinya dan bertanya, "Kenapa kamu bikin boneka kontol?"

Budi memperhatikan bentuk bonekanya dari sudut pandang lain. Dan dia sadar kalau bentuknya memang mirip kontol.

"Ini boneka jerapah. Aku belum bikin kakinya."

"Oh. Coba bapak lihat," bapak merebut boneka itu, kemudian memeriksanya. Budi takut bapak akan mengejek karyanya itu. Tadi bapak sudah bilang itu mirip kontol. Tapi bapak malah berkata, "Ternyata kamu kreatif. Akan kamu buat dari apa matanya?"

"Dari kancing, Pak," jawab Budi.

Bapak mengambil dua buah kancing, kemudian meletakkannya di muka boneka itu. "Sepertinya bakal bagus."

"Aku buat boneka ini untuk Anita, Pak."

"Dia akan menyukainya."

Dan ternyata benar, Anita benar-benar menyukainya. Boneka itu memang buatan seorang amatir, tapi orang amatir itu bangga dengan setiap helai benang yang mengaitkan kain-kain itu sehingga menjadi bentuk yang bisa disebut sebagai jerapah. Setidaknya setelah diberi kaki, mata, telinga, dan tanduknya. Tidak ada pola totol-totol yang menghiasi jerapah itu. Yang ada adalah pola motif batik yang beragam, karena boneka itu memang dibuat dari kain sisa.

Belakangan Budi kembali memanfaatkan keterampilan barunya itu untuk menciptakan sebuah topi. Topi bundar Baden Powell. Dia sengaja memilih kain paling bagus yang bisa dia temukan di kios bapaknya. Dia pilih warna coklat krem. Mungkin itu sisa kain seragam Pramuka. Beruntung dia menemukan kain yang cukup lebar. Jarang ada kain bekas selebar itu. Mungkin pemilik baju Pramuka itu sangat kurus sampai menyisakan banyak kain sisa. Budi selalu meminta izin bapaknya sebelum mengambil kain-kain itu, "Aku minta kain ini, ya Pak." Dan bapak selalu mengizinkannya karena kain-kain itu sudah tidak berguna.

Ketika hampir jadi, bapak menghampirinya dan memeriksa bakal karyanya itu. "Kamu bikin apa?"

"Topi," jawab Budi.

Dia ambil topi yang belum jadi itu, kemudian dia memeriksanya. Bapak paham kalau nantinya kain yang dia pegang itu akan menjadi topi yang lumayan. Atau malah jadi jelek kalau tidak dilanjutkan dengan teliti.

Bapak memasangkan topi yang belum jadi itu di kepala Budi.

"Bagaimana menurut bapak?" tanya Budi.

"Ini bisa jadi bagus. Tapi sedikit kebesaran. Akan mudah copot kalau kamu pakai nanti."

"Topi ini bukan untukku."

"Untuk siapa?"

Budi tidak menjawab. Dia membuat topi itu untuk pacarnya. Topi itu akan melindungi wajah manis itu dari terik matahari ketika bermain layangan bersama, atau bersepeda bersama. Topi itu akan cocok untuknya, membuatnya semakin tampan. Topi itu akan membuatnya senang. Kevin akan menyukainya.

Bapak melepas topi yang belum jadi itu dari kepala Budi. Bocah itu takut bapak akan merusaknya setelah tahu itu akan dihadiahkan pada Kevin. Bapak membawa topi itu ke meja jahitnya.

"Mau bapak apakan?"

Dengan senyumnya yang ramah, bapak memanggil, "Sini!"

Budi datang mengambil kursi, dia duduk di samping bapaknya. Dengan tangannya yang terampil, bapak menjahit calon topi itu sambil mengajari anaknya cara menjahit yang benar. Budi mendengarkan dan menanggapi pelajaran dari bapaknya itu. Sampai akhirnya topi itu jadi.

Bapak mencoba untuk memasang topi itu di kepalanya, tapi terlalu sempit. "Bapak kira topi ini untukku."

"Bukan."

Bapak tersenyum sambil melepas topi itu dari kepalanya. Dipasangnya topi itu di kepala Budi. "Semoga topi ini cocok untuknya. Dia akan menyukainya."

Rahasia BudiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang