Bab 4: Topi Bundar untuk Pacar

208 14 3
                                    


1


Pak Yadi masih sibuk dengan pekerjaannya di meja jahit ketika pak Mardi datang bersama David. Di tempat itu, David melihat-lihat beberapa pakaian yang sudah jadi, terpasang di hanger. Kebanyakan pakaian yang dipajang adalah seragam.

"Selamat datang. Ada yang bisa saya bantu?" tanya pak Yadi dengan ramah.

Sambil menepuk pundak anaknya, pak Mardi berkata, "Dia minta dibuatkan baju seragam untuk kerja."

Pak Yadi bangkit lalu berkata, "Oh. Kerja di mana, Dik?"

David menjawab, "Di rumah makan."

Pak Mardi menaruh kresek berisi kain bahan seragam di meja, "Bahannya sudah ada. Nanti dijadikan seperti kemeja lengan pendek biasa."

Pak Yadi memeriksa kain batik warna-warni bercorak sayur-sayuran itu. Dia mengenali motif batik baju itu, jadi dia bertanya, "Apa kau kerja di Dapur Nabati?"

"Iya, Pak. Baru dua bulan," jawab David dengan tersenyum.

"Saya pernah makan di sana. Saya suka masakannya. Saat itu saya beli mi goreng bumbu kacang."

Pak Mardi segera berkata, "Kebetulan itu resepnya anak saya yang bikin. Dia juga suka masak itu di rumah." Dia kembali menepuk pundak David.

"Wah! Kau ini hebat sekali, ya! Baru dua bulan kerja sudah bikin resep. Bapakmu pasti bangga denganmu."

David hanya bisa tersenyum mendengar sanjungan itu. Bapaknya juga tersenyum sambil berkomentar, "Saya memang bangga. Tapi sudah besar begini kok masih minta diantar bapaknya."

Pak Yadi mengambil buku catatan dan pengukur, "Tidak apa-apa. Sekarang, kita ukur dulu, ya."

David berdiri di depan pak Yadi yang sedang mengukur tubuhnya. Tiba-tiba pak Yadi mundur dan mencari-cari sesuatu di saku kemeja dan celananya. Kemudian dia teriak, "Budi, apa kamu lihat pensilku?"

Terdengar jawaban dari dalam kios, "Ada di sini."

"Tolong ambilkan, Nak," suruh pak Yadi.

Tak lama, Budi keluar sambil membawa pensil yang dicari-cari bapaknya. Dengan pensil itu, pak Yadi mencatat di buku.

Kedatangan bocah itu bikin pak Mardi terdiam untuk memastikan kalau dia adalah Budi yang dulu pernah menginap di rumahnya. Dan akhirnya dia yakin kalau itu Budi yang dia maksud.

"Dia anak bapak?" tanya pak Mardi pada pak Yadi.

"Iya. Selama libur sekolah dia bantu saya di sini," jawab pak Yadi.

Pak Mardi tersenyum melihat Budi, kemudian dia berkata, "Kamu hebat juga, ya. Bisa bantu bapakmu bekerja."

Dengan memperhatikan muka pak Mardi, Budi akhirnya ingat kalau dia adalah bapaknya Kevin. Dia hanya tersenyum mendengar pujian itu.

Pak Yadi berkomentar, "Hanya pekerjaan ringan, kok. Tapi saya senang dia mau bantu saya bekerja. Saya suruh main sama teman-temannya juga nggak mau. Katanya teman-temannya di SMP nggak seru."

Budi tidak beranjak pergi. Dia masih berdiri di sana dengan malu-malu.

"Ngomong-ngomong, Budi ini juga berteman dengan anak saya. Bukan anak saya yang ini, tapi anak saya yang masih kecil. Dulu sering main ke rumah," kata pak Mardi.

Pak Yadi tampak bungah mendengar pak Mardi bilang begitu. Dia berhenti mengukur David, lalu bertanya, "Benarkah? Siapa nama anak Bapak?"

"Kevin."

Rahasia BudiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang