2
Bapak tiba di penjara pagi-pagi. Di tempat duduk mobilnya tergeletak sebuah kue ulang tahun yang terbungkus kotak. Bapak mengambil kotak itu sebelum pergi meninggalkan mobil. Dengan kedua tangannya, bapak membawa kotak itu.
Di sana David sudah duduk menanti kedatangan bapaknya. Dia taruh kedua tangannya di atas meja.
Bapak datang lalu duduk di depan David. Kotak itu dia jatuhkan ke meja. David tampak heran dengan kedatangan bapaknya yang tidak seperti biasanya. Bapak terlihat kusam, tidak terlihat senyum di mukanya. David juga heran dengan kemunculan kotak itu di meja. Dia penasaran apa isinya.
Dengan tatapan yang tajam bapak bertanya, "Apa yang kau kasih pada adikmu?"
David diam saja. Dia mengalihkan pandangan ke udara, tidak tahu dengan cara apa menjawabnya. Dia paham apa yang bapak maksud, dia tahu jawabannya. Tapi susah untuk mengatakan itu.
"Minuman apa itu?" tanya bapak.
David tahu jawabannya. Dia ingat semua. Dia ingat kekacauan itu.
"Maafkan aku," tangis David.
"Jangan minta maaf! Jawab pertanyaanku!"
David menangis.
"Jangan menangis! Jawab pertanyaannya! Minuman apa itu?"
David mengusap air mata. Dia menjawab dengan isak, "Vodka."
Bapak menghembuskan napas panjang, kemudian dia bertanya, "Kau tahu berapa usianya? Kau tahu berapa usia adikmu?"
"Sebelas," jawab David.
"Sekarang dua belas," jawab bapak yang kemudian dia buka kotak yang dari tadi berada di atas meja. Di sana muncul sebuah kue ulang tahun. Lilin berbentuk angka satu dan dua masih tertancap di sana. Kedua lilin itu sudah meleleh di bagian ujungnya. "Dia bahkan tidak mau meniup lilin. Gara-gara kamu Kevin jadi berubah. Dia jadi pendiam, nggak mau diajak bicara. Andai aku bisa memaafkanmu, percayalah! Aku ingin memaafkanmu. Kalau kamu bisa mengembalikan adikmu yang dulu, aku akan memaafkanmu."
David melihat kue ulang tahun itu. Kue itu membawanya pada ingatannya, tepat satu tahun yang lalu ketika dia mengajak Kevin jalan-jalan ke kota. Itu adalah hari yang istimewa bagi Kevin, hari ulang tahunnya. Sesuai janjinya, David akan membelikan apa saja yang Kevin minta.
"Benarkah? Aku boleh minta apa saja?" tanyaku saat itu.
"Tapi jangan aneh-aneh. Aku nggak bawa banyak uang. Jangan minta dibelikan HP. Itu terlalu mahal."
"Aku tahu."
"Jadi kamu mau minta apa?"
"Aku belum tahu. Bagaimana kalau kita keliling dulu."
Aku dan kakak berkeliling di pasar, melihat-lihat dagangan orang, mulai dari makanan, pakaian, perabotan, hingga mainan. Kami berdua berkeliling sambil berbincang-bincang.
"Kamu mau itu?" kakak menunjuk ke toko mainan di pasar.
"Apa?" tanyaku sambil mencari-cari benda yang ditunjuk kakak.
Kakak mendekat ke toko itu, kemudian mengambil sebuah kubus rubik. Pedagang mainan itu keluar lalu mengatakan harga benda itu.
"Kamu mau ini?" tanya kakak.
"Aku nggak tahu cara mainnya," jawabku.
"Nanti aku ajarkan. Aku pernah belajar main ini dari temanku."
Kakak langsung memainkan kubus rubik itu setelah membelinya. Sambil berjalan dia memamerkan keahliannya dalam bermain. Dia berhasil mengembalikan warna-warna kubus itu seperti semula. Aku kagum dengan cara dia bermain. Aku mengira mainan itu mudah, tapi setelah mencoba, ternyata susah juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Budi
RomancePertemanan Budi dan Kevin dimulai dari sebuah perkenalan yang tak diduga. Keduanya menyimpan rahasia yang mereka jaga. Pertemanan mereka dipertaruhkan ketika Kevin mengenal Tiara, gadis yang pernah mengikuti PERSAMI bersama Budi. Saya menulis ceri...