10

186 11 5
                                    


10

Hari Minggu pagi sudah tiba, Budi berangkat dari rumah dengan sepedanya, langsung meluncur ke rumah Kevin. Dia berharap pertemanannya masih bisa diperbaiki. Semoga saja Kevin memaafkan yang kemarin. Semoga saja dia masih mau diajak bermain atau menonton TV. Budi yakin hubungan mereka akan baik-baik saja.

Jadi mungkin masih ada harapan bagi Budi untuk main ke rumah Kevin kembali. Dia akan langsung menemui Kevin, lalu mengutarakan permintaan maafnya. Kemudian Kevin akan memaafkannya, lalu keadaan akan kembali seperti semula. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Sesampainya di sana, Budi menaruh sepedanya di tempat biasa. Bapaknya Kevin yang sedang duduk di teras tiba-tiba berdiri lalu menghampiri Budi.

"Mau apa kau di sini?" bentak bapaknya Kevin.

Budi menunduk diam saja. Bapaknya Kevin pasti sudah tahu tentang perkelahian kemarin.

"Pulang saja kau! Jangan ganggu Kevin lagi!"

"Aku ke sini hanya untuk minta maaf, Pak," seru Budi.

"Dia nggak butuh maafmu! Apa kau nggak kasihan dengannya? Sakit sampai memar-memar begitu!"

"Biarkan aku bertemu dengannya!" kata Budi. Dia melangkah dan hendak masuk rumah.

Bapaknya Kevin mendorong bocah itu sampai terjatuh ke tanah.

"Jangan dekat-dekat dengan anakku! Kau hanya akan menyakitinya!"

Budi merasa mungkin yang dikatakan bapaknya Kevin itu benar. Hubungan mereka tidak akan lagi sama seperti semula. Mungkin Kevin memang tidak bisa memaafkannya. Jangan-jangan Kevin memang sudah tahu kalau Budi naksir dengannya. Mungkin bapaknya juga sudah tahu tentang hal itu, sampai-sampai tega mengusirnya begitu.

Budi bangkit, lalu mengambil sepedanya. Dia tidak berani memandang bapaknya Kevin yang masih marah itu. Dia segera menaiki sepedanya. Dia berniat untuk langsung kembali ke rumah karena tidak ada yang bisa diharapkan dari Kevin.

Tiba-tiba dia teringat dengan ajakan Gilang kemarin untuk menonton TV di rumahnya. Mungkin tidak ada salahnya untuk ikut main ke sana bersama teman-temannya yang lain. Mungkin mereka akan nonton bola. Tapi itu tidak masalah, karena Budi sudah putus asa. Dia tidak tahu harus berbuat apa, atau pergi ke mana. Mungkin menonton bersama teman-teman akan menghiburnya.

Sesampainya di sana Budi disambut oleh bapak dan ibunya Gilang yang sudah berpakaian batik yang bagus dan rapi. Rupanya mereka akan pergi kondangan.

"Kau mau nyari Gilang, ya?" tanya ibunya Gilang.

Budi mengangguk.

"Dia ada di dalam."

Gilang muncul lalu berkata, "Masuklah!"

Bapak dan ibunya Gilang segera pergi dengan motor. Budi masuk ke rumah itu mengikuti Gilang ke ruang tamu. Di sana terpasang sebuah TV besar bersama dengan kotak receiver yang terhubung dengan parabola di atap rumah. Tadi Budi melihat parabola itu ketika masih di luar. Budi dan Gilang duduk di sofa depan TV.

"Kau punya parabola?" tanya Budi

"Iya. Baru dipasang. TV-nya juga baru," jawab Gilang. Dia ambil remot lalu menyalakan televisi. Remot itu masih terbungkus plastik. Berisik suaranya ketika dipencet. Dia pencet-pencet tombol sampai saluran TV berhenti di channel yang menayangkan kartun di pagi itu. "Kau datang terlalu pagi. Yang lain belum datang."

"Oh. Aku tadi ke rumahnya Kevin."

"Buat apa?"

"Minta maaf soal kemarin."

Rahasia BudiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang