Part 37

1.9K 61 0
                                    

Aku menatap halaman belakang dengan tatapan kosong tanpa aku sadari mas arga sudah memelukku dari belakang. 

"sedang apa kamu disini?" mas arga membisikku dibelakang telinga lalu mencium leherku, aku sontak langsung membalikkan badan

"bagaimana dengan mba arumi?" kalimat pertama yang aku tanyakan kepada mas arga saat ia pulang dari rumah mba arumi

"bukannya nawarin makan" katanya langsung meninggalkanku, aku melihat jam dinding pukul delapan malam belum terlalu telat untuk jam makan malam

"mama mertua mas ga mungkin membiarkan mas tidak makan malam sebelum pulang" kataku

mas arga berhenti ia memutarkan badannya dan menatapku dengan tajam "aku mau makan" 

aku mengikuti mas arga dari belakang "mas ga dikasih makan disana?" tidak ada jawaban dari mas arga dia hanya menatapku dan sudah duduk manis di meja makan sedangkan aku mencoba bergerak kearah dapur untuk memanaskan makan kembali walaupun sebenarnya aku enggan melakukannya, aku hanya penasaran apa yang mas arga lakukan disana bersama mba arumi

"maas benaran belum makan?" tanyaku sekali lagi yang hendak menyalakan kompor sedangkan mas arga tidak menjawab ia sudah sibuk memainkan hpnya. dengan sedikit kesal aku membunyikan suara mangkuk yang aku ambil dari atas lemari, aku melirik mas arga tidak ada respon aku tidak menyerah, aku buru-buru mengambil sendok dan membunyikannya lagi sukses membuat mas arga menatap ke arahku tetapi tatapannya sedikit dingin.

aku mengaduk sup yang sedang aku panaskan lalu menuangkannya di mangkuk, sup sudah selesai tinggal ikan yang akan aku panaskan sebentar saat hendak mengambil teflon tidak sengaja membunyikan suara yang cukup keras karna membeberapa teflon berhamburan keluar, cukup membuat mas arga menatapku kembali dengan dingin dan ia berdiri "kalo tidak ikhlas melayani tidak usah disa, saya tidak akan makan malam!" katanya sambil pergi meninggalkanku begitu saja, aku benar-benar kesel aku tidak sengaja melakukannya karna teflon disusun berantakan yang membuatku sulit untuk mengambilnya

"maas" panggilku, mas arga berhenti tetapi tidak berbalik kearah ku

aku hanya menatap punggung mas arga, lalu masa arga menunjuk kearah sebelah tv dimana sebelumnya terdapat guci ukuran lumayan besar terpajang "dimana gucinya?" mas arga menatapku sesekali menatap arah tempat guci itu berada

"sudah ku buang" jawabku dengan hati-hati

mas arga kembali menatapku dengan marah "disa!!" suara tingginya keluar

"gucinya sudah pecah mas jadi aku buang, sudah tidak bisa disusun lagi" aku mendekati mas arga

"kamu taukan guci itu sangat berharga dirumah ini!!" langkahku berhenti ketika mas arga mengucapkan kalimat tersebut

"kalo kamu tidak suka bilang! tidak perlu memecahkan barang yang ada dirumah ini!" dadakku mulai sesak, mas arga menuduhkku?

"dimana guci itu sekarang?" 

"aku tau guci itu sangat berharga, lebih berharga dibanding aku!" 

"tau apa kamu!"

"memang benarkan?! mas saja menuduhku yang memecahkan gucinya?" hening beberapa saat kami hanya saling melihat 

"dimana gucinya?" tanyanya lagi

"sudahku buang ke tempat sampah" mas arga hanya melihatku tidak suka

"apa? mau diambil? ambil saja aku sudah suruh bi siti membuangnya" lanjutku lagi

mas arga tidak memperdulikan aku dia menuju dapur kotor memeriksa tempat sampah disana, aku membalikkan  badan untuk bersembunyi karna wajahku sudah memerah dan basah, air mata ini selalu saja lolos padahal aku tidak ingin terlihat lemah

"tidak ada" mas arga kembali dan mendapatkan aku yang sedang membersihkan air mata, aku mendengarnya kaget bi siti bilang ia membuangnya di tempat sampah belakang bukan didepan itu berarti harusnya guci itu masih ada disana. aku hanya terdiam karna yang aku tau guci itu harusnya ada, tak lama bi siti datang ia membawa plastik putih yang bisa aku dan mas arga liat serpihan guci itu ada didalamnya

"ini Pak Arga gucinya, saya tidak membuangnya saya simpan tadi didalam kamar karna saya tau guci ini sangat berharga" aku tertegun saat bi siti melontarkan kalimat itu, apa yang bi siti lakukan membuatku menjadi orang terjahat di dunia, aku memintanya untuk membuangnya karna aku pikir serpihan itu sudah tidak bisa disusun lagi lantas untuk apa disimpan? tapi tindakkan bi siti membuatku tidak habis pikir.

bi siti memberikan plastiknya ke mas arga lalu permisi untuk kedalam lagi "saya permisi Pak Arga dan Bu Disa" bi siti menunduk lalu pergi meninggalkan kami. aku hanya menatap bi siti lalu menghilang dibalik tembok. mas arga dari tadi memperhatikanku lalu ia juga ikut pergi meninggalkan aku sendiri tanpa ada satu kalimat yang keluar dari mulutnya dan membawa kantong plastik yang berisi guci.

aku menangis, menangis tanpa suara dadaku sesak dan kepalaku sakit,  kenapa jadi seperti ini? 

aku ingin pulang dan memeluk ibu ...

tbc

makasih buat teman-teman yang sudah memvote cerita ini, maaf dariku kalo ceritanya banyak typo dan tidak sesuai dengan keinginan kalian, karna jujur aku membuat ceritanya langsung tanpa ada skrip kasarnya hehehe 

enjoy teman-teman!

F A M I L YTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang