Part 38

1.8K 57 0
                                    

Aku terbangun dengan kepala yang sakit lalu melihat disisi kiriku tidak ada mas arga, jelas tidak ada semalaman aku tidur di kamar tamu, sedangkan mas arga tidur di kamar atas dan ia juga tidak mencariku. aku melanjutkan aktivitasku menuju kamar mandi untuk mencuci muka, sikat gigi lalu wudhu dan dilanjut sholat, setelah semuanya selesai aku langsung keluar kamar menuju dapur, aku melihat bi siti sedang sibuk.

"biar saya aja yang menyiapkan sarapan, bi siti mengerjakan yang lain saja" perintahku saat berada disamping bi siti, bi siti melihatku dengan wajah yang tidak enak mungkin karna kejadian semalam.

"pagi bu, hmmm untuk yang semalam..." bi siti membuka suara tetapi kalimatnya menggantung dan tidak melihatku

"gapapa bi, saya disini cuma orang asing yang gatau apa-apa" jawabku sekenanya, memang benarkan aku hanya orang asing yang benar-benar tidak tau seberapa berharganya guci itu.

"saya minta maaf bu" lanjutnya

aku langsung mengelus pundak bi siti untuk memberikan ketenangan bahwa semuanya bukan salah dia.

"sudah bi siti gapapa ko,oh ya saya minta tolong bangunin ansel ya" bi siti langsung mengangguk ia lalu pamit dan menuju kamar ansel diatas.

aku langsung menyiapkan sarapan, berbagai hidangan kali ini aku sajikan ada roti dengan selai kacang, nasi goreng, dan buah-buahan, saat menyiapkan sarapan aku melihat tangga tidak ada satu orang pun yang turun, mas arga, ansel maupun bi siti. aku melihat jam sudah pukul tujuh llewat biasanya semua sudah turun untuk sarapan, karna aku penasaran aku naik menuju kamar ansel, aku melihat pintu kamar ansel terbuka lebar dan sedikit ada suara dengan nada keras.

"ada apa?" aku membuka suara saat berada didepan pintu kamar ansel dan melihat mas arga sedang menggendong ansel dan bi siti di depannya sedang menunduk

"ansel tidak makan semalaman, dan dari sore ia dikamar matanya sembab dan sekarang badan ansel panas kamu apain ansel, disa?!" 

deg! aku baru ingat saat kejadian kemarin aku menyuruh ansel untuk masuk ke dalam kamar dengan kondisi menangis dan ia benar-benar tidak keluar kamar, aku menatap mas arga yang sedang menatapku dengan tajam lalu aku menatap bi siti yang tetap dengan posisinya menunduk

"akuu..." kalimatku menggantung, jujur aku bingung harus cerita mulai dari mana mas arga pasti sudah tau dari bi sitikan?

"saya akan bawa ansel kerumah sakit" mas arga tidak menunggu penjelasanku ia langsung pergi membawa ansel begitu saja

"maas" aku mengekori mas arga, mas arga tidak menggubrisku

"aku minta maaf mas" aku terus mengikuti mas arga dari belakang sampai akhirnya aku mencapai puncak kepalanya ansel, aku mengelus kepalanya yang sedang tertidur dipundak mas arga "maafin bunda ya" ansel tidak meresponku ia tetap tertidur badannya benar-benar panas

 bunda terlalu keras ya nak? ucapku dalam hati.

"aku ikut mas" saat aku memegang pintu mobil yang terbuka, mas arga menepis tanganku dengan pelan

"kamu dirumah" perintahnya

"tapi aku mau ikut mas, ansel tanggung jawabku, aku yang menyebabkan ansel seperti ini"

"saya bilang kamu dirumah, disa!" nada bicara mas arga berbeda aku tau itu suatu perintah yang tidak bisa ganggu gugat. aku hanya terdiam melihat ansel sudah terbaring di tempat duduk belakang lalu mas arga melajukan mobilnya dengan pelan.

aku terjongkok saat mobil mas arga sudah tidak bisa aku lihat, rasa sesak semalem kembali lagi kali ini aku ingin menyerah dengan keadaan, sekarang apa yang aku lakukan akan terlihat salah oleh mas arga. aku menangis didepan rumah tidak peduli ada asisten rumah tangga yang memperhatikanku. buru-buru aku masuk kedalam rumah dan masuk ke dalam kamar mencari hp yang aku taruh di meja

Panggilan terhubung "ibuku"

"assalammualaikum bu" salamku diujung telepon

"waalaikumsalam, tumben telepon ibu ada apa nak?" karna sejarang itu aku menelpon ibu, kalo aku mendengar suara ibu aku akan menangis karna rindu

"ga ada apa- apa bu cuma kangen" jawabku menahan tangis

"ibu gimana kabarnya?" tanyaku

"alhamdulillah baik, kamu gimana disana? ibu juga kangen"

"alhamdulillah disa baik, tapi ansel sakit bu, ansel badannya panas" aku tertunduk tangisku hampir pecah tapi buru-buru aku tahan dengan tangan yang aku taruh dimulut

"yaAllah nak, terus gimana ansel sudah berapa lama panasnya?" nada bicara ibu terlihat jelas ibu khawatir dengan cucunya

"baru semalem bu, sudah dibawa kerumah sakit, doain ansel ya bu" 

"iya pasti, kamu juga jaga kondisi kesehatan kamu"

lama tidak ada jawaban dari ku

"nak" panggil ibu diujung telepon

"disa ingin pulang bu" kalimat yang menggantung yang aku harap ibu tidak tau maksud dari kalimat yang aku ucapkan kepadanya

"kalau ansel sudah sembuh main kesini ya nak ibu juga kangen ansel dan nak arga" 

"iya, maksud disa kalau ansel sudah sembuh disa berlibur kesana ya bu"

"iya ibu tunggu, yasudah ibu mau ke pasar, kabari ibu terus kondisi ansel, salam juga buat nak arga, sehat-sehat kalian disana ya"

aku mengangguk walaupun ibu tidak melihatnya "iya, ibu juga sehat-sehat disana, disa tutup teleponnya, assalammualaikum"

"walaikumsalam"

***

aku menunggu kabar mas arga yang tidak ada jawaban darinya, semenjak tadi pagi aku mencoba menghubungi mas arga, mengirimnya pesan dan meneleponnya tapi tidak ada jawaban, aku juga mencoba melalui bi siti untuk menghubungi mas arga tapi tidak dijawab juga. 

pukul delapan malam aku menerima pesan dari seseorang yang pernah aku temui, dia adalah teman dekatnya mba arumi. aku menerima pesan sebuah foto, aku melihat ansel sedang digendong oleh mas arga mendekat ke arah mba arumi yang sedang terbaring, ansel mencium kening mba arumi dengan respon mba arumi yang tersenyum, ada rasa sakit saat aku melihat foto yang dikirimkan oleh temannya mba arumi. aku meneteskan air mata mencoba menahan rasa sakit yang entah mengapa aku harus merasa sakit ini.

aku mencoba menghubungi mas arga, sekali dua kali tidak ada jawaban hingga aku menelpon ketiga kalinya dan akhirnya mas arga mengangkat teleponnya.

"halo mas, gimana ansel?" tanyaku tanpa memberi salam kepada mas arga

"ansel sudah membaik tadi sempat diinfus sebentar, sorenya sudah boleh dibawa pulang"

"pulang kemana?" tanyaku lagi, cukup membuat mas arga beberapa detik tidak menjawab

"aku bawa ansel kerumah mama"

"mas aku hubungi mas arga tapi kenapa tidak dijawab? aku khawatir" sial air mata ini lagi-lagi jatuh

"aku tidak sempat disa"

"mas, kenapa bawa ansel kerumah mama?"

"arumi ingin bertemu"

"mas sudah ga percaya lagi sama aku untuk menjaga ansel?"

"bukan begitu, ini karna permintaan arumi"

aku terdiam, memang tidak boleh ada yang melarang saat ibu kandung ingin bertemu dengan anaknya.

"mas arga kenapa melarangku untuk ikut ke rumah sakit? mas arga takut aku tidak ngebolehin ansel bertemu dengan mba arumi?"

"nanti aku hubungi kamu lagi, aku tutup teleponnya"

"mas tunggu, aku  belum selesai"

"assalammualaikum" 

klik

telepon terputus mas arga mematikan teleponnya

tbc

trigger warning untuk part selanjutnyaaaaa hihi

F A M I L YTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang