09. Meninggalkan rumah

2.6K 327 11
                                    


.
.
.
.
.
"HARSA!!!!"

"HARSA CEPET KESINI?!!!"

Pemuda bersurai hitam yang sejak tadi berkutat dengan mobil milik sang ayah itu hanya bisa menghela nafas, panggilan keras itu bukan yang pertama dia dengar hari ini.

"Ada apa lagi ya Allah?" Harsa segera meletakan lap yang dia pakai untuk mengelap mobil dan masuk kedalam rumah.

"Iya, ada apa buk?" Harsa menatap wanita paruh baya yang tengah berkacak pinggang.

"Kamu ini ngapain aja dari pagi? Ini kenapa dapur masih berantakan?!" Harsa menoleh ke arah dapur dan memang benar jika meja dapur masih berantakan. Ada bungkus mie instan dan juga cangkang telur disana, padahal Harsa jelas ingat kalau dapur udah dia beresin pertama kali.

"Tadi udah Harsa beresin buk." Anggun, wanita yang merupakan ibu Harsa itu mendelik.

"KALAU UDAH DIBERESIN KENAPA MASIH BERANTAKAN?! YANG MAKAN MIE INSTAN DISINI ITU CUMA KAMU HARSA!!" Harsa memejamkan matanya saat Anggun kembali berteriak.

"Ya udah Harsa beresin sekarang, jangan teriak lagi buk." Beginilah Harsa, lebih suka mengalah meskipun dia tidak bersalah. Harsa tidak suka keributan, apa lagi jika dia termasuk di dalam nya.

"Bagus beresin itu, terus beresin rumah sampe bersih! Kalau bisa gak usah tidur malam ini, toh besok pagi kamu udah pergi." Harsa menggigit lidahnya sendiri saat mendengar ucapan Anggun.

"Kenapa kalian pingin banget Harsa pergi dari sini?"
.
.
.
.
.
Saga menghela nafas panjang saat menemukan Wildhan sudah menguasai kamarnya waktu dia pulang, sepupu nya itu cuma ketawa waktu ngeliat wajah keaal Saga.

"Mas Saga!!" Saga hanya berdehem untuk merespon Wildhan.

"Mas...mas...besok kita ke malang!" Saga menatap Wildhan yang terlihat antusias dan mengangguk.

"Iya besok ke malang, mending sekarang kamu tidur. Awas kalau besok pagi susah di bangunin." Wildhan merengut mendengar perintah Saga.

"Nanti dulu toh mas, masih jam sembilan juga." Saga memilih mengganti pakaiannya saat ini, dan kembali memeriksa barang-barang yang akan dia bawa besok.

"Mas Saga, aku mau nanya deh." Saga kembali menoleh ke arah Wildhan saat mendengar suara serius sepupu nya itu.

"Opo?"

"Mas Saga pernah ketemu sama anaknya bude Aruna gak?" Pertanyaan Wildhan jelas ngebuat Saga mengernyit, mencoba mengingat sosok yang di maksud pemuda bersurai merah itu.

"Kayaknya pernah deh, tapi dulu waktu masih kecil. Kenapa nanya gitu? Kan besok ketemu." Wildhan menghela nafas pelan.

"Tau gak mas, aku tadi denger orang tua kita ngobrol dikit. Mereka bilang kalau mereka gak yakin anaknya bude Aruna bakal dateng." Saga mengernyit.

"Loh? Tapi eyang kan minta semua cucu nya dateng dan pindah kesana. Masa anaknya tante Aruna gak dateng?" Wildhan mengedikan bahunya.

"Yo aku ndak tau mas, tapi kata mama aku harus deket juga sama dia. Aduh siapa sih namanya? Mama gak kasih tau namanya sih." Wildhan mengerang kesal. Berbeda dengan Saga yang mencoba mengingat wajah kecil salah satu sepupunya itu.

"Eyang pernah kasih tau aku namanya, tapi aku lupa." Wildhan makin merengut waktu Saga mengatakan itu.

"Semoga ae besok dia dateng mas, biar aku bisa kenal juga." Saga hanya mengangguk.

"Iya iya, udah ayo tidur. Kalau gak tidur kamu tak suruh tidur di luar loh." Wildhan langsung merebahkan tubuhnya saat Saga mengatakan itu.

"Mas Saga mainnya anceman, gak like lah!"
.
.
.
.
.
Yudhis saat ini lagi ada di cafe nya bareng Yoga, karena dari sore tadi keluarga om nya itu udah dateng ke rumah. Mau berangkat dari rumah Yudhis soalnya lebih deket sama bandara.

Bratadikara's houseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang