45. Hari ke-17: Tamu tak di undang

1.8K 262 13
                                    


.
.
.
.
.
Jevan gak bisa tidur, dia terus saja natap Harsa lekat. Rasanya dia takut kalau saat dia bangun nanti Harsa gak ada di sebelahnya.

Jevan bersyukur karena Harsa masih ada sama mereka sekarang, dia ingat dengan jelas kalau kondisi Harsa sangat buruk waktu mereka bawa ke rumah sakit tempo hari.

Sret

Jevan sedikit tersentak saat Harsa tiba-tiba mendekap tangannya, hal itu tentu berhasil membuat Jevan mengulas senyum. Ini salah satu kebiasaan Harsa saat tidur, dia akan selalu mendekap tangan siapa pun yang ada di sebelahnya.

"Cepet sehat mas, aku kangen ke kebun sama sampean." Jevan bergumam pelan, terlalu takut jika suaranya akan membangunkan Harsa.

"Maaf yo mas, aku ndak tau lek ternyata bapak sampean senekat ikut. Tak kiro mung ndek mimpi ku ae." Rasanya menakutkan bagi Jevan kalau dia ingat-ingat mimpinya waktu itu.

"Jangan pergi kemana-mana yo mas."
.
.
.
.
.
Harsa baru bangun jam tujuh pagi, ada Saga di sebelahnya. Sebenarnya Harsa udah bangun pas subuh tadi, tapi habis sholat cowok itu tidur lagi. Saga nemenin Harsa karena adik sepupunya itu ngeluh sesek sejak sebelum sholat, takut ada apa-apa.

"Pagi Sa." Saga menyapa Harsa tepat setelah Harsa membuka matanya.

"Mas Saga kerja?" Saga sebenarnya menggeleng, tapi bagaimana lagi dia tidak bisa ijin terus menerus meskipun pemilik klinik paham kondisi Saga saat ini.

"Iya, cuma setengah hari kok. Mau nitip apa?" Harsa hanya menggeleng dan kembali memeluk guling nya.

"Hati-hati." Saga tersenyum, dia paham jika sebenarnya Harsa tidak ingin dia berangkat.

"Nanti aku beliin bakso buat makan siang, aku sendiri yang akan mastiin kamu minum obat." Harsa mengangguk kecil, tidak ingin membantah dan berakhir membuat Saga marah padanya.

"Aku berangkat ya, kamu mau disini aja apa mau kedepan?" Harsa menatap ke arah Saga lekat sebelum menjawab.

"Disini aja mas, badan ku sakit." Saga mengelus kepala Harsa pelan.

"Minum obat ya?" Harsa hanya menurut saat Saga membantunya bangun dan memintanya minum obat.

"Pingin puasa mas." Saga menghela nafas panjang, ternyata Harsa jauh lebih keras kepala di banding yang terlihat.

"Nanti kalau obatnya udah habis."
.
.
.
.
.
Masih ingat dengan dokter Elin? Dokter yang merupakan rekan Saga di surabaya. Dokter cantik yang jelas-jelas selalu mencari perhatian pada Saga, namun selalu di abaikan.

Saat ini Elin tengah berdiri di depan rumah keluarga Bratadikara, entah bagaimana dia tahu tentang rumah itu namun kedatangannya jelas tidak di sukai oleh Wildhan.

"Mbk ini temannya mas Saga?" Elin mengangguk sambil tersenyum manis pada Yudhis, berbeda dengan Wildhan yang melihat senyum itu sangat menjijikan.

"Mas Saga gak ada, lagian kenapa kamu bisa tau rumah ini sih?!" Elin masih tersenyum dan menatap Wildhan.

"Ya udah aku tunggu Saga disini ya, tante Agni yang kasih tau alamatnya." Wildhan sedikit meruntuk saat mengetahui jika bude Agni nya yang memberikan alamat rumah ini.

"Silakan tunggu di teras, gak boleh masuk. Semua yang ada di rumah ini cowok jadi saya gak mau ada omongan jelek." Yudhis, Wildhan dan Elin serempak menoleh saat mendengar suara tegas itu. Mereka menemukan Harsa tengah berdiri di belakang mereka.

"Masa aku harus nunggu di luar, kan panas." Harsa menggeleng.

"Terima atau silakan pergi." Elin menatap sebal pada Harsa dari kepala hingga kaki.

"Lagian kamu siapa sih? Sok ngatur segala. Wildhan cowok jelek ini siapa sih?" Wildhan langsung mendelik pada Elin, sedangkan Yudhis yang semula memasang wajah ramah langsung berubah datar.

"Udah tunggu aja di luar sih, awas pintunya mau aku tutup!" Wildhan yang memang tidak suka pada Elin langsung mendorong pelan cewek itu agar keluar dari rumah.

"Ih Wildhan, masa aku gak di kasih minum sih!" Wildhan menatap datar.

"Sekarang bulan puasa!"

Brak

Wildhan benar-benar menutup pintu rumah dengan rapat, tidak peduli pada Elin yang tengah menggerutu di luar sana.

"Wil, itu beneran gak papa? Nanti mas Saga marah gak?" Wildhan menggeleng.

"Gak papa mas, mas Saga habis ini pulang kok. Lagian dia itu nyebelin buanget, suka caper ke mas Saga." Harsa melirik ke arah pintu sebentar sebelum memutuskan masuk ke ruang keluarga, badannya masih suka lemas kalau di buat berdiri lama.

"Mas Harsa mau makan sekarang atau nanti?" Yudhis yang baru saja menyusul Harsa langsung bertanya.

"Nanti aja, nunggu mas Saga."
.
.
.
.
.
Saga menghela nafas panjang saat menemukan Elin duduk di teras rumah eyang Juna, meskipun sebenarnya Saga sudah tau tentang kedatangan cewek itu dari pesan yang di kirim Wildhan.

"Dokter Saga!" Saga berjalan mendekat sambil membawa kantung plastik bening berisi bakso.

"Kamu ngapain disini dokter Elin." Elin mengerucutkan bibir nya kesal.

"Kangen sama dokter Saga, makanya aku tanya ke tante Agni alamat rumah ini." Saga mendengus.

"Kurang kerjaan." Elin tersenyum menatap wajah tampan Saga, hingga tatapannya tertuju pada bungkusan bakso di tangan Saga.

"Kamu beliin aku bakso ya?" Saga langsung menyembunyikan tangannya saat Elin ingin mengambil bakso nya.

"Bukan buat kamu, ini buat adek ku. Jadi kamu mending pergi, aku lagi gak mau ketemu siapa-siapa." Setelah mengatakan itu Saga langsung bergegas masuk dan kembali menutup pintu. Biarkan lah dia di bilang tidak sopan karena mengusir tamu, apa lagi seorang perempuan.

"Udah mas suruh pergi?" Saga mengangguk saat Wildhan bertanya.

"Bagus deh, dia ngeselin tau mas. Masa mas Harsa di bilang jelek, mata nya buta ya?" Saga tersenyum mendengar gerutuan Wildhan.

"Udah jangan ngomel pahala puasa mu nanti habis loh." Seketika Wildhan langsung menutup mulutnya dengan tangan.

"Yang lain kemana?" Saga bertanya karena suasana rumah yang sepi.

"Yudhis nyusulin yang lain ke kebun, mas Harsa di kamarnya, habis sholat katanya mau rebahan." Saga mengangguk.

"Kamu juga sholat sana, aku mau minta Harsa makan."
.
.
.
.
.
Saga menatap Harsa yang baru saja terlelap, setelah meminum obatnya tadi adik sepupunya itu langsung memilih tidur.

Saga tidak peduli jika nantinya dia akan dimarahi oleh mami nya karena mengusir Elin, Saga tidak suka cewek itu. Bukan karena Elin tidak cantik, Elin cantik, tapi sayang suka seenaknya sendiri.

"Mas Saga, besok sahur mau pakai soto aja?" Saga menoleh ke arah pintu kamar Harsa.

"Soto? Kamu mau masak soto?" Yudhis menggeleng.

"Aku sama yang lain mau keluar mas, kalau iya nanti beli aja sekalian. Nanti pas sahur tinggal diangetin." Saga mengangguk.

"Boleh, aku juga lagi males masak. Mau keluar kemana kalian?" Yudhis menggelengkan kepalanya.

"Wildhan, Candra sama Jevan minta ke alun-alun mas." Saga kembali mengangguk.

"Ya udah hati-hati, aku titip nanti beliin sosia bakar ya." Yudhis mengangguk semangat.

"Oke mas, kalau gitu aku sama yang lain berangkat dulu." Saga mengangguk sambil menatap ke arah punggung Yudhis yang perlahan menjauh.

"Assalamuallaikum!" Saga menggelengkan kepalanya.

"Wa'allaikumsalam."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.
Selamat malam...
Selamat berbuka...
Kalau typo nya banyak harap di maklumi ya...soalnya aku lagi gak enk badan..😂
Sehat aja aku banyak typo apa lagi gak ya ..

Selamat membaca dan semoga suka ya...

See ya...

–Moon–

Bratadikara's houseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang