34. Hari ke-07: Mulai dari...

2K 283 13
                                    


.
.
.
.
.
Yudhis sebenarnya gak terlalu tau kenapa Harsa bisa sakit kayak gini, terutama kalau inget sorot ketakutan di mata Harsa sejak kemarin.

Yudhis melihat sendiri kalau Harsa masih bersikap biasa aja pada Kania waktu cewek itu datang, bahkan meskipun Kania mengatakan hal yang menyakitkan Harsa masih tenang. Tapi kenapa setelah melihat boneka yang di bawa Kania Harsa jadi takut, itu yang membuat Yudhis bingung.

Cklek

"Yud." Yudhis menoleh dan menemukan Saga baru saja masuk ke kamar Harsa.

"Mas, mas Harsa belum makan apa-apa loh." Saga menghela nafas panjang.

"Susah maksa Harsa kalau suasana nya begini." Saga mendekati Yudhis yang duduk di kasur Harsa, sedangkan pemilik kamar udah tidur.

"Lagian Saji kurang ajar banget sih mas, seenggak suka itu ya dia sama mas Harsa?" Saga mengangguk.

"Dia mungkin anggep Harsa saingan dia, itu yang aku tangkep dari dari cerita Harsa sebelumnya." Yudhis mengangguk.

"Masih demam ya?" Lagi-lagi Yudhis mengangguk.

"Mas Harsa dari tadi pagi gak bisa diem di kamar mas, di suruh istirahat pasti jawabnya 'aku gak papa' terus." Saga ikut menyentuh dahi Harsa yang berkeringat.

"Tunggu sini bentar ya Yud." Saga bergegas keluar dari kamar Harsa.

Saga segera pergi ke kamar nya dan menulis beberapa obat di kertas resep nya, setelah memberikan stempel, Saga kembali keluar.

"Maven, Jevan!" Dua anak yang namanya di sebut langsung menoleh, Saga bahkan mengabaikan tatapan bingung eyang juga orang tua nya.

"Bisa aku minta tolong?" Kedua nya mengangguk.

"Jevan, tolong anter Maven ke apotik yang waktu itu bisa?" Jevan sama Maven langsung mengangguk.

"Bisa mas, apotik itu buka 24 jam kan?" Saga mengangguk.

"Ini resep nya, dan ini uang nya. Pake mobil ku aja." Jevan mengangguk, tapi Maven malah menggeleng.

"Pake motor ku aja mas, pake mobil lama, gak bisa nyelip. Lagian masih jam setengah sepuluh."
.
.
.
.
.
Eyang Juna, Agni dan Esha tampak menatap sendu pada Harsa yang tertidur, setelah Saga meminta Maven dan Jevan ke apotik, tiga orang itu langsung pergi ke kamar Harsa.

"Yudhis, sejak kapan Harsa sakit?" Yudhis menatap eyang nya kesal.

"Kemarin, mas Harsa udah sakit dari kemarin." Jawaban Yudhis tentu membuat mereka terkejut.

"Kenapa gak ada yang bilang ke eyang?" Yudhis balas menatap sang eyang.

"Eyang juga gak sadar kalau mas Harsa udah pucet waktu eyang sama bude datang tadi."

"Maafin eyang ya." Yudhis merengut.

"Gak tau ah, Yudhis kesel sama eyang." Yudhis menghela nafas kesal.

"Udah eyang sama bude tidur aja, mas Harsa biar Yudhis sama mas Saga yang jaga." Eyang Juna hanya mengangguk, mungkin memang dia membuat kesal semua cucu nya.

"Jangan lupa, kamu juga harus istirahat." Yudhis mengangguk.

"Iya eyang." Esha memutuskan mengelus pundak Yudhis pelan sebelum mengikuti ayah dan kakak nya keluar dari kamar Harsa.

"Titip mas nya ya."
.
.
.
.
.
Saga dan Yudhis benar-benar menjaga Harsa sampai dini hari, beberapa kali mereka mendengar rintihan juga gumaman takut dari sepupunya itu.

"Hah...hah...hah..." Saga dan Yudhis langsung terjaga saat mendengar deru nafas Harsa, padahal mereka baru saja bisa terlelap.

"Sa kenapa?" Harsa menatap Saga yang ada di sebelahnya.

Bratadikara's houseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang