17. Harsa itu...

2.2K 308 18
                                    


.
.
.
.
.
Buat Yoga gak ada yang bikin dia penasaran kecuali Harsa, kakak sepupunya itu gak pernah bisa dia baca. Sejak datang ke malang, Harsa gak pernah banyak bicara, tapi sekalinya liat adek-adek nya ribut, Harsa bisa keliatan serem banget. Kayak masalah debat gak penting Wildhan sama Maven kapan hari.

Yoga itu selalu merhatiin Harsa dalam diam, jarang banget dia ngobrol sama kakak sepupu nya itu. Yoga lebih suka merhatiin apa yang Harsa lakuin, dan karena itu juga Yoga jadi tau kalau Harsa jarang banget makan.

Seperti sekarang, disaat yang lain udah pada tidur, Yoga malah keluar kamar nya dan jalan ke dapur. Dia laper tengah malem dan pingin makan mie, gak mungkin juga dia bangunin Saga atau Yudhis tengah malem.

"Mas Harsa?" Harsa yang semula duduk di meja makan langsung noleh dan senyum tipis ke Yoga.

"Ngapain mas?" Yoga menghela nafas saat Harsa cuma menggeleng.

"Masih di telponin mulu sama bapak nya mas?" Yoga paham kenapa Harsa ada di luar kamar nya tengah malem gini, apa lagi ngeliat tangan Harsa yang menggenggam erat ponsel nya.

"Hm, aku bingung harus gimana lagi nolak nya." Yoga menatap lekat ke arah Harsa.

"Ganti nomor aja mas." Yoga memberi saran sambil berjalan ke arah rak untuk mengambil panci.

"Kalau gak gitu blokir aja, aku tau mas takut makin kena marah kan?" Harsa berkedip saat Yoga menebak tepat ke arah pikirannya.

"Blokir ya?" Yoga memberi anggukan.

"Mau makan gak mas?" Harsa justru menatap Yoga bingung.

"Hah?"

"Aku mau buat mie, mas mau gak?" Yoga kira dia bakal dapet gelengan dari Harsa, tapi ternyata kali ini Harsa mengangguk.

"Boleh." Mendengar jawaban Harsa, Yoga akhirnya tersenyum.

"Mas, berapa hari mas gak nyentuh makanan?" Harsa kembali terkejut mendengar pertanyaan Yoga.

"Mas, masakin kita sarapan, tapi gak pernah ikut sarapan. Makan siang juga mas selalu nolak dengan alesan gak laper, makan malam juga gitu. Apa gak sayang sama lambung mas?" Harsa menghela nafas dan menunduk, ternyata selain Saga, Yoga juga memperhatikan hal itu.

"Aku gak biasa makan kalau belum laper banget." Yoga mengernyit bingung.

"Kalau di rumah pun gitu?" Harsa mengangguk.

"Gak ada waktu buat makan, jadi ya kalau bener-bener kerasa laper baru makan." Yoga langsung diam, dia gak tau apa yang sebenarnya dialami Harsa di rumah nya.

"Harus di ubah itu mas, mulai sekarang ikut makan meskipun dikit. Kita gak mau liat mas Harsa sakit, gimana pun kita sayang sama mas Harsa, meskipun kita baru kenal." Harsa terpaku, baru kali ini ada yang mengatakan jika dia menyayangi Harsa selain Aruna, sang bunda.

"Ngerubah kebiasaan yang udah di lakuin bertahun-tahun itu susah Yog." Yoga mengangguk dan meletakan semangkuk mie instan di hadapan Harsa.

"Mau pake nasi mas?" Kali ini Harsa menggeleng.

"Gak usah, ini aja. Makasih." Yoga tersenyum dan duduk di depan Harsa.

"Memang susah mas, tapi tetap harus di ubah. Mulai hari ini aku sendiri yang bakal pastiin mas ikut makan bareng kita, kalau perlu mas selalu ikut kalau kita jajan." Harsa langsung menggeleng.

"Ikut makan gak papa, tapi aku gak mau kalau ikut jajan. Aku gak punya uang." Yoga yang baru saja menyuap mie nya langsung menatap Harsa tidak percaya.

"Beneran mas?" Harsa mengangguk.

Bratadikara's houseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang