78. Jangan khawatir

1.3K 238 6
                                    


.
.
.
.
.
Harsa menuruti semua yang diminta Tara, meskipun dia memang terluka saat Tara mengingatkan nya tentang pendidikannya tadi. Tapi ini adalah pilihannya, menggantikan Yoga dari hukuman Tara.

Harsa hanya bisa menghela nafas panjang Saat Tara menutup pintu samping, bahkan menutup gorden yang terpasang di balik pintu kaca itu.

"Gak papa Sa, udah lama kan kamu gak tidur di luar." Harsa bergumam pada dirinya sendiri. Ini pilihannya, Yoga memang membuat kesalahan tapi Harsa gak pernah mau adik-adik sepupunya yang bahkan tidak pernah di tatap tajam oleh orang tuanya harus merasakan di hukum oleh Tara.

"Semoga gak hujan."

Sedangkan di dalam rumah, Saga sudah mengamuk saat tau Tara menghukum Harsa untuk diam di luar.

"Maksud om apa?" Suara rendah Saga sebenarnya membuat sepupu-sepupunya takut.

"Harsa melakukan kesalahan Saga, ini hukuman yang ringan buat dia." Saga menggeleng tidak percaya mendengar ucapan Tara.

"Hukuman ringan? Berdiri di luar sampai besok pagi itu ringan ya om?" Tara hanya diam, tidak mengangguk atau pun menggeleng.

"Pokoknya gak ada yang boleh nolong Harsa hari ini, biarin dia merenung supaya gak ikut campur soal perkebunan." Setelah mengatakan itu Tara langsung bergegas pergi ke kamarnya, meninggalkan Pandu, eyang Juna dan para keponakannya disana.

"Udah turuti aja apa kata om kamu Ga, om kamu itu keras kepala." Saga menatap tidak suka saat mendengar ucapan eyang Juna.

"Terus kalau Harsa kenapa-kenapa gimana? Dia baru keluar dari rumah sakit tiga hari lalu eyang!" Eyang Juna menghela nafas panjang saat mendengar kemarahan Saga.

"Sekarang kalian semua masuk ke kamar, tidur. Jangan ada yang keluar. Pakde tau kalian pingin nolong Harsa, tapi itu bisa bikin hukumannya Harsa di tambah."
.
.
.
.
.
Gluduk

Gluduk

Jderr

Harsa tetap diam di tempatnya berdiri sesuai perintah Tara semalam, pakaian nya sudah basah kuyup karena hujan yang tiba-tiba mengguyur tepat tengah malam tadi, sedangkan saat ini sudah pukul tiga pagi.

Harsa sama sekali tidak bergerak sedikitpun, dan sepertinya Tara lupa jika Harsa adalah anak yang akan mematuhi segala perintah. Jangan kan untuk tetap diam di halaman yang gelap dan di guyur hujan, bahkan saat almarhum bapak nya meminta Harsa pergi ke malang dengan berjalan kaki pun, pemuda itu melakukannya.

Harsa sedikit mendongak untuk melihat butiran-butiran air yang turun dengan deras nya, mengerjap beberapa kali saat matanya terasa perih.

"Aku kuat kok, Harsa kuat, udah biasa kayak gini sebelumnya." Harsa bergumam lirih, mencoba menguatkan dirinya sendiri.

"Harsa kangen bapak, bapak udah ketemu bunda disana ya? Jangan marahin bunda lagi ya pak, Harsa kan udah jadi anak baik, nurut sama bapak." Harsa tersenyum miris.

Dia merasa sedih sekarang, dulu dia tidak bisa bertemu bundanya di saat terakhir, sekarang bapaknya juga pergi secara tiba-tiba. Padahal Harsa berharap jika setelah masa hukuman bapak nya, dia bisa mendapat pelukan dari Hendra, tapi ternyata takdir berkata lain. Allah lebih ingin Hendra pulang, meninggalkan Harsa dengan segala mimpi nya.

Saat Harsa hanya diam sambil bergumam rindu pada bapaknya, di dalam rumah, Yoga, Saga, Yudhis, Pandu bahkan Tara tidak bisa tidur sama sekali. Mereka memikirkan keadaan Harsa yang ada di luar sana, terutama saat tau jika hujan masih mengguyur.

"Kalau sampai ada apa-apa sama Harsa, liat aja." Saga mengepalkan tangannya erat, dia ingin keluar tapi dia tau bagaimana Tara jika sedang memberi hukuman.

Bratadikara's houseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang