.
.
.
.
.
Saga terpaksa pergi ke kebun subuh subuh hanya untuk melihat Harsa ada di rumah kebun atau tidak, sejak pembicaraan Harsa dengan eyang Juna semalam, sepupunya itu mengurung diri di kamar nya.Tapi subuh tadi, Saga tidak bisa menemukan Harsa di kamarnya. Dan satu-satunya tujuan Harsa sudah pasti ke rumah kebun.
Saga mau tidak mau harus menjemput Harsa dan mengajaknya kembali ke rumah, bukan hanya karena khawatir sebab sepupunya itu belum makan apapun sejak tiga hari lalu, tapi juga karena ada hal yang harus di sampaikan pada Harsa.
Cklek
"Harsa." Saga menghela nafas saat melihat Harsa meringkuk di atas ranjang yang kemarin sempat dia bersihkan.
"Sa." Saga menepuk lengan Harsa pelan.
"Eung." Saga mengulas senyum tipis saat melihat Harsa membuka matanya.
"Hei, ayo bangun dulu." Harsa mengerjap beberapa kali dan mengernyit saat menemukan Saga ada di sebelah ranjang.
"Kok tau aku disini?" Saga mengulas senyum dan menarik tangan Harsa pelan agar pemuda itu bangun.
"Emang kamu mau kemana lagi kalau gak kesini?" Harsa hanya merengut.
"Jangan ganggu Ga, aku mau tidur lagi." Saga menggeleng dan tidak membiarkan Harsa kembali merebahkan diri.
"Jangan tidur lagi, ayo pulang. Ada yang mau eyang sama om Tara sampaikan ke kamu." Harsa masih setia mengernyit.
"Apa?" Saga menggeleng kecil.
"Nanti kamu juga tau, kamu harus denger sendiri soal itu."
Kembali nya Saga bersama Harsa tentu membuat seisi rumah menghela nafas lega, terutama eyang Juna dan Tara. Kedua nya sudah menunggu Harsa sejak tadi.
"Harsa sini." Harsa hanya bisa menurut saat Tara memanggilnya dan memintanya duduk di sebelah Yudhis.
"Ada apa om? Harsa buat kesalahan?" Tara menggeleng kecil. Laki-laki itu justru bersimpuh di hadapan Harsa dengan menggenggam tangan sang keponakan.
"Harsa, dengerin om dulu ya, om mau kasih tau kamu sesuatu." Harsa kembali mengangguk, namun Harsa menyadari ada tatapan sendu di wajah sepupu-sepupunya.
"Harsa, tengah malem tadi om, sama pakde Pandu dapet kabar dari lapas kalau bapak kamu meninggal."
Deg
Ucapan Tara membuat Harsa terkejut, rasanya seperti dia kehilangan detak jantung nya secara tiba-tiba.
"Om Tara bohong." Tara menggeleng.
"Om gak bohong nak, bapak kamu dibawa kerumah sakit semalam dan meninggal dalam perjalanan, serangan jantung." Semakin Tara menjelaskan, maka semakin sering Harsa menggeleng tidak percaya.
"Om jangan bohongin Harsa kayak gini, Harsa memang marah sama bapak tapi Harsa sayang sama bapak." Harsa mencoba mencari kebohongan di mata Tara tapi tidak menemukannya, hal itu membuat air matanya menetes.
"Om pasti bohong biar Harsa gak ketemu bapak lagi." Tara menggeleng saat mendengar keponakannya itu bergumam pelan.
Grep
"Ikhlas ya Sa, maafin semua kesalahan bapak ke Harsa selama ini, biar bapak tenang." Harsa masih menggeleng dalam pelukan Tara.
"Bapak masih baik-baik aja empat hari lalu om, bapak masih sehat waktu marah-marah ke Harsa." Tara mendekap tubuh mungil keponakannya itu.
"Bapak marah sama Harsa ya om? Karena Harsa gak mau kasih rumah bunda buat Kania? Salah Harsa kan om?" Tara menggeleng.
"Ssttt bukan salah kamu, ini semua sudah takdir. Gak ada yang tau umur manusia, kalau tuhan udah bilang waktunya pulang, mau sehat atau sakit pasti pulang nak." Tara bisa mendengar isakan lirih Harsa, selama ini dia tidak pernah mendengar Harsa menangis, bahkan sekalipun pemuda itu di tuduh oleh Satria.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bratadikara's house
FanfictionKarena perintah eyang, mereka yang sebelumnya tidak pernah bertemu akhirnya bertemu dan berkumpul di malang. Meninggalkan segala kenyamanan rumah mereka, hanya untuk mengenal satu sama lain. Sagara yang Dewasa. Harsa yang terlalu sulit di dekati. Yu...