23. Hari ke-01: Tepat

1.9K 288 17
                                    


.
.
.
.
.
Harsa natap Yoga yang baru saja masuk ke kamar nya bingung, karena tumben Yoga masuk ke kamar nya malem-malem begini.

"Mas Harsa udah ngantuk?" Harsa menggeleng.

"Ada apa?" Yoga terlihat segan untuk mengatakan niat nya pada Harsa.

"Mas, bisa bikin kue gak?" Harsa mengernyit mendengar pertanyaan Yoga.

"Kue apa?" Yoga akhirnya memilih mendekati Harsa dan duduk di samping pemuda itu.

"Kue ulang tahun mas, bisa?" Harsa mengangguk kecil.

"Bisa sih tapi gak tau bakal bagus gak jadi nya." Yoga yang mendengar itu udah seneng.

"Gak papa mas, yang penting ada kue nya." Harsa kembali menatap bingung pada Yoga.

"Kue buat siapa? Memang ada yang ulang tahun?" Yoga mengangguk.

"Besok Yudhis ulang tahun mas." Harsa langsung mengerjap.

"Tapi kita gak punya bahan Yog, beli dulu?" Yoga mengangguk dan segera menarik tangan Harsa.

"Kita beli mas, tapi ajak mas Saga sama Wildhan juga." Harsa tersenyum tipis dan kembali mengangguk.

"Ya udah, ayo." Secara kebetulan, Harsa dan Yoga bertemu Saga juga Wildhan di dapur.

"Mas Saga, ikut kita yuk. Nanti aku jelasin di jalan." Saga menatap Harsa yang hanya bisa mengedikan bahunya.

"Aku ikut!" Yoga mengangguk saat mendengar pekikan Wildhan.

"Ayo mas, keburu makin malem, nanti tokonya tutup."
.
.
.
.
.
Selagi Yoga sibuk narik Harsa buat beli bahan kue, Wildhan yang memang lagi usaha buat denger kata 'dimaafin' keluar dari mulut Harsa akhirnya ngintilin. Mereka ninggalin Saga yang juga sibuk masukin beberapa bahan yang sekiranya bakalan dia butuhkan buat masak beberapa hari, karena mulai hari ini dia sudah bekerja di klinik punya anak temen eyang.

Saga hanya bisa menggelengkan kepalanya saat melihat bagaimana Harsa kewalahan menjawab pertanyaan Yoga.

"Kalian belum selesai?" Yoga, Wildhan dan Harsa langsung menoleh.

"Sebenernya sudah, tapi Yoga sama Wildhan ribet. Biar mereka bikin sendiri aja deh." Yoga dan Wildhan yang mendengar itu dari Harsa langsung melotot.

"Yah mas, maaf deh."

"Mas aku bisa masak, tapi gak bisa bikin kue!"

"Udah-udah, kalau udah lengkap kita pulang sekarang. Nanti malem kita masih harus masak buat sahur Wil." Wildhan mengangguk kecil.

"Sa? Ada yang perlu kamu beli lagi?" Harsa buru-buru menggeleng dan membawa keranjang belanjaannya lebih dulu. Melihat hal itu Wildhan langsung memasang wajah sedih.

"Wil, kalau kamu mau deketin mas Harsa lagi, coba nanti bantuin mas Harsa buat kue." Wildhan langsung menatap Saga yang mengangguk saat mendengar usulan Yoga.

"Ijin begadang ya mas kalau gitu." Saga lagi-lagi hanya mengangguk.

"Iya, tapi inget jangan berisik."
.
.
.
.
.
Harsa keluar kamar setelah memastikan semua sepupunya sudah tidur, sesuai janji nya ke Yoga tadi, dia bakal buatin kue buat Yudhis malam ini.

Harsa sudah mulai menyiapkan bahan saat netranya melihat kehadiran Wildhan di ambang dapur.

"Mas." Wildhan sebenarnya ragu untuk mendekati Harsa namun dia punya tekat untuk mendapatkan maaf dari Harsa.

"Kamu mau masak?" Harsa mengernyit saat melihat jam dinding di dapur, masih pukul satu pagi.

"Mau bantuin mas Harsa." Harsa seketika terdiam mendengar jawaban Wildhan.

"Gak boleh ya? Mas masih marah sama aku?" Wildhan menatap lekat pada Harsa dengan mata berkaca-kaca.

"Aku gak pernah marah." Jawaban Harsa membuat Wildhan mengedipkan matanya.

"Mas beneran gak marah?" Harsa menggeleng.

"Sini kalau mau bantu." Wildhan akhirnya berani mendekati Harsa setelah mendengar Harsa mengatakan itu.

"Maafin aku mas." Harsa yang semula mulai sibuk dengan tepung dan kawanannya langsung menatap Wildhan.

"Aku udah pernah bilang kalau aku gak suka ada orang yang minta maaf ke aku kan?" Wildhan kembali menunduk.

"Aku gak marah Wil, aku udah bilang waktu itu juga. Jadi kamu gak perlu minta maaf, gak ada yang perlu di maafin disini." Wildhan sontak menatap Harsa yang tengah mengulas senyum tipis.

Grep

"Mas Harsa." Harsa menepuk punggung Wildhan pelan, dia mungkin terluka karena ucapan Wildhan. Tapi kembali lagi Harsa tidak akan pernah marah dan membenci orang yang sudah menerima nya disini.

"Udah jangan nangis, katanya mau bantuin aku bikin kue." Wildhan langsung mengangguk.

Wildhan tau Harsa itu serba bisa, tapi dia baru saja melihat secara langsung bagaimana cekatannya Harsa membuat kue. Mulai dari mencampur telur, gula, tepung dan bahan lainnya, hingga memasukan adonan kue itu kedalam oven. Wildhan bahkan sangat yakin jika dia tidak akan pernah bisa secekatan Harsa.

"Mas ini nanti setelah dingin, langsung di hias?" Harsa hanya mengangguk.

"Tapi aku bingung, kue nya mau di simpen dimana ya?" Wildhan yang mendengar itu langsung mempunyai ide.

"Mas, masukin ke kulkas khusus punya ku aja. Gak ada yang bakal buka kulkas ku soalnya isinya cuma bahan-bahan ku buat ice cream." Harsa akhirnya mengangguk.

"Gak papa?" Wildhan menggeleng.

"Gak papa mas, lagian hari ini puasa. Mereka gak akan buka kulkas siang-siang."
.
.
.
.
.
Kegiatan Harsa dan Wildhan selesai pukul dua, hanya satu jam dan itu sudah menghasilkan sebuah kue yang cantik.

Saga juga sudah bangun saat keduanya selesai, Saga yang melihat kedua adiknya selesai langsung mengusir keduanya untuk tidur. Namun Harsa langsung menolak, pemuda itu mengatakan tanggung jika mereka tidur, jadi Wildhan memutuskan membantu Saga memasak, sedangkan Harsa, kedua pemuda surabaya itu sepakat meminta Harsa untuk duduk diam di meja makan.

"Mas, ini ayam nya cuma di goreng aja kan?" Saga mengangguk dan Wildhan segera menyalakan kompor untuk menggoreng ayam.

"Jangan ngelamun!" Harsa tersentak saat Saga menepuk meja di hadapannya.

"Aku gak ngelamun." Saga mencibir.

"Terus ngapain?"

"Kepikiran bapak, siapa yang mau masakin mereka sahur." Ucapan Harsa berhasil membuat Saga mendengus kesal, namun Wildhan justru mengernyit bingung.

"Harsa, disana ada istri sama anak perempuan bapak mu, dan lagi om Hendra gak kekurangan uang buat beli makanan. Cukup pikirin diri kamu sendiri aja mulai sekarang, ngerti?" Harsa mengangguk pelan.

"Iya-iya mas, galak amat sih." Saga mendelik kesal berbeda dengan Wildhan yang sudah menahan tawanya.

"Kalau mau ketawa, ketawa aja Wil jangan di tahan. Nanti ayam mu gosong." Tawa Wildhan seketika meledak saat Harsa mengatakan itu.

"Hahahaha....aduh..ya Allah...mas Harsa kok bener sih bilang mas Saga galak...hahaha..." Saga sebenarnya gondok, namun mendengar tawa Wildhan dan melihat senyum Harsa membuat pemuda itu hanya diam.

"Terus...terusin Wil. Dah kamu selesein tugas kamu, titip sayur sop nya, kalau mendidih tolong matiin." Harsa menatap Saga yang ikut duduk di meja makan, mengabaikan gerutuan Wildhan.

"Gak perlu mikirin mereka Sa, mereka udah terlalu dewasa buat ngandelin kamu. Sekarang aku minta tolong bangunin yang lain, aku mau bangunin eyang."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.
Selamat pagi...
Ada yang kangen?
Nungguin ya?
Nih Bratadikara's house udah up..
Bakalan up setiap hari mulai sekarang ...
Double atau Triple?

Selamat sahur buat kalian yang sahur...

Selamat membaca dan semoga suka...

See ya ...

–Moon–

Bratadikara's houseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang