67. Ancaman untuk Maven

1.3K 216 23
                                    


.
.
.
.
.
Harsa masih betah dengan diam nya, bahkan meskipun sudah berlalu beberapa hari pemuda itu masih tetap tidak membuka suaranya pada Elin.

Maven yang melihat itu justru khawatir jika akhirnya Harsa akan memusuhinya. Apa lagi saat mengetahui jika Harsa akan sangat betah diam jika marah dari Mala.

"Mas Harsa~" Maven langsung menoleh saat mendengar suara nyaring Aruni memanggil Harsa.

"Duh itu anak gak tau situasi ya!" Maven jelas kesal saat mengetahui Aruni mulai mendekati Harsa.

Sret

"Diem sini, gak usah ganggu mereka!" Maven menatap bingung pada Elin yang baru saja menahan tangannya.

"Aduh yang, biarin aku samperin mas Harsa." Elin menggeleng.

"Kamu diem dan liat itu. Mas Harsa gak keganggu sama cewek itu Ven, mas Harsa yang masih diemin aku bahkan udah ngerespon cewek itu." Maven terdiam saat mendengar ucapan Elin. Memang benar apa yang di katakan Elin barusan, Harsa tidak terlihat keberatan berdekatan dengan Aruni.

"Ck terserah!" Maven berdecak dan berlalu meninggalkan Elin yang menggeleng menatap nya.

"Kalau bukan pacar gue, itu anak pasti udah gue lempar ke jurang." Elin sendiri kesal karena pacar nya terlihat tetap tidak suka dengan Aruni.

"Padahal itu cewek cantik, tapi emang agak pusing kalau cewek itu ketemu Wildhan sama Maven sebagai ipar, kasian banget mas Harsa."
.
.
.
.
.
Maven menatap Elin yang sedang membereskan barang nya, pacar cantiknya itu sudah mau pulang ke bandung.

Elin gak bisa terus ada di malang sedangkan dia juga masih harus latihan untuk kejuaraan karate selanjutnya, masa liburan nya udah habis.

"Yang, masih kangen. Kenapa balik ke bandung?" Elin hanya diam saat Maven merecokinya.

"Yang, Zeline. Minggu depan aja ya pulang nya." Elin menatap sebal pada Maven yang terus saja merajuk.

Plak

"Gue minggu depan udah latihan pinter, gak usah mulai deh!" Elin memukul paha Maven karena gemas dengan tingkah manja pacar nya itu.

"Sana-sana keluar, gak usah ganggu gue beberes!" Maven hanya bisa menurut, karena bagaimana pun dia juga takut kena tonjok Elin.

"Kenapa lo? Lesu bener itu muka." Maven mendengus kesal saat Yudhis mengejek nya.

"Tau lah, gue kesel!" Yudhis tertawa saat Maven melewatinya begitu saja.

Maven memutuskan pergi ke teras samping, siapa tau dia akan bisa menghilangkan kesalnya. Namun Maven justru melihat Harsa memainkan gitar disana.

"Kenapa cuma berdiri disitu? Gak mau duduk?" Suara lembut Harsa membuat Maven terkesiap dan langsung duduk di sebelah pemuda mungil itu.

"Mas Harsa udah gak marah?" Harsa mengernyit.

"Marah kenapa? Aku gak marah." Maven menatap Harsa tidak percaya, terutama saat kakak nya itu tetap santai memetik senar gitar nya.

"Mas Harsa diemin kita dari lima hari lalu." Harsa tertawa kecil.

"Aku gak marah, cuma kesel. Aku gak suka di tempelin cewek apa lagi pacar orang."
.
.
.
.
.
Maven mengantar Elin ke stasiun, tidak sendiri karena Yoga dan Yudhis juga ikut mengantar Mala ke stasiun. Dua gadis itu akan pulang menggunakan kereta yang sama.

"Gak usah cemberut, kayak bocah gak dapet permen aja." Elin sebenarnya kesal melihat tingkah Maven, tapi bagaimana lagi dia sendiri sudah terlalu bucin dengan pacar nya itu.

Bratadikara's houseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang