42. Hari ke-14: Demam

2.2K 274 21
                                    


.
.
.
.
.
Kondisi Harsa belum membaik, bahkan masih harus dalam pantauan dokter. Saga juga tetap terjaga di samping Harsa, menunggu adik sepupunya itu bangun dan mengeluh padanya.

Saga mengepalkan tangannya erat, dia ingat jika kemarin Harsa juga mengeluh tubuhnya terasa tidak enak, di tambah kepalanya pusing. Itu pertama kali nya Harsa mengeluh padanya, jika saja Saga tau jika kemarin siang Harsa juga baru saja menemui Hendra, sudah pasti Saga tidak akan membiarkan Harsa sendirian.

Cklek

"Saga." Saga menoleh dan tersenyum saat menemukan Kalya juga Romi masuk ke ruang rawat Harsa.

"Om sama tante langsung kesini?" Kalya mengangguk, wanita itu mendekati ranjang Harsa dan mengecup pelan dahi keponakan nya itu.

"Tante langsung ajak om Romi ke sini waktu dapet kabar dari Jevan." Saga mengangguk mendengar penjelasan Kalya.

"Eyang udah di kasih tau?" Saga kembali mengangguk.

"Sudah tante, mungkin kalau gak malam ini ya besok pagi eyang pulang ke malang sama mami." Kalya mengelus kepala Saga, tapi kedua netra nya menatap lekat pada Harsa yang masih setia terpejam.

"Gimana cerita nya nak?" Saga menggeleng.

"Saga juga gak tau tante, tadi adek-adek yang lain bilang kalau mereka nemuin Harsa pingsan di kamar nya waktu mereka pulang  buat ambil catetan belanja." Kalya menghela nafas.

"Saga, biar tante sama om aja yang jagain Harsa. Kamu pulang ya? Besok masih kerja kan?" Saga menggeleng.

"Saga udah ijin tante, jadi biarin Saga disini. Om sama tante aja yang pulang, Jevan kelihatannya syok banget. Tapi anak itu gak mau cerita apa-apa." Mendengar perkataan Saga membuat Kalya dan Romi saling memandang.

"Kamu gak papa sendirian?" Saga mengangguk, dia biasa berada di rumah sakit sendirian.

"Ya udah kalau gitu tante sama om tinggal ya, nanti sahur tante usahain ke sini buat anter makanan." Saga buru-buru menggeleng.

"Tante, gak perlu. Nanti Saga beli di bawah aja, Saga titip adek-adek di rumah."
.
.
.
.
.
Saga menepuk tangan Harsa pelan saat sepupunya itu gelisah dalam tidurnya, beberapa kali Saga bahkan mendengat rintihan lirih dari Harsa. Saga tau Harsa pasti sangat kesakitan saat ini, mengingat banyaknya memar yang ada di tubuh ya.

"Ssttt, ini aku Saga. Kamu aman kok Sa." Saga bergumam lirih, dia tidak pernah suka jika melihat orang yang dia sayang kesakitan.

Jika beberapa bulan lalu yang di khawatirkan Saga hanya Wildhan, sekarang sudah bertambah enam lain nya, dan Harsa salah satunya.

"Sa, aku janji mulai sekarang aku yang bakal jaga kamu dari bapak kamu yang gila itu, kami gak perlu takut. Karena aku bakal pastiin bapak kamu itu dapet balasannya."

Saga memejamkan matanya sambil terus berdoa untuk Harsa, bagaimana pun kondisi Harsa tidak bisa di bilang sepele saat ini. Saga bahkan yakin jika setelah kejadian ini Hendra berhasil menambah trauma di hidup Harsa.

"Kamu kuat kan Sa, kamu hebat udah bertahan selama ini dengan tinggal sama bapak mu. Sampai akhirnya kami datang ke rumah eyang, kamu udah hebat Sa."
.
.
.
.
.
Kalya dan Romi tidak melihat semangat di diri keponakan-keponakan mereka, mereka semua terlihat sangat lesu, bahkan Jevan sama sekali tidak mau lepas darinya.

Semalaman putra nya itu menangis karena takut jika Harsa akan pergi seperti mimpinya, bahkan Jevan sama sekali belum tidur.

"Habis sahur, balik tidur aja. Besok pagi baru ke rumah sakit." Kalya mendapat anggukan dari keponakan-keponakannya.

"Mas Harsa udah gak papa kan tante?" Kalya mengangguk, dia memang dapat kabar dari Saga jika Harsa sudah tidak apa-apa.

"Harsa udah gak papa, tadi Saga kasih kabar ke tante. Makanya kalian besok juga harus semangat, biar mas nya cepet baikan." Lagi-lagi Kalya mendapat anggukan, tapi kali ini dia melihat sedikit semangat.

"Bun, kok bisa ya ada ayah yang tega sama anak nya. Kayak ayah nya mas Harsa?" Kalya mengelus kepala Jevan saat putra tunggalnya itu bertanya.

"Bunda gak tau, dulu ayahnya mas Harsa gak gitu, tapi begitu tau kalau anak yang di tunggu lahirnya laki-laki, ayahnya mas Harsa berubah. Padahal semua menantu keluarga ini tau kalau keluarga Bratadikara ini cuma akan punya cucu laki-laki."
.
.
.
.
.
Suasana kamar rawat Harsa tegang saat kedatangan para orang tua, eyang Juna datang bersama orang tau Saga juga Wildhan, di susul kedatangan orang tua Yudhis, Yoga dan Maven. Sedangkan orang tua Candra akan datang sore ini, karena ayah Candra masih harus mengajar.

Harsa sudah sadar dan itu membuat mereka lega, namun pemuda itu sama sekali tidak memperbolehkan Saga menjauh. Bahkan sekalipun ada banyak orang di sana, Harsa akan terlihat gelisah jika tidak ada Saga. Harsa juga demam, mungkin karena rasa sakit yang di rasakannya.

"Sa, makan dulu ya?" Harsa menggeleng, masker oksigen nya sudah berganti dengan nasal cannula sejak di sadar tadi, tapi tetap saja nafas nya belum sepenuhnya normal.

"Aku gak laper." Saga menghela nafas.

"Kamu makan terakhir waktu sahur kemarin loh Sa, makan dikit aja ya?" Harsa tetap menggeleng.

"Gak mau mas, sakit." Saga tidak bisa lagi memaksa Harsa saat adiknya itu mengeluh sakit. Beruntung masih ada cairan infus yang masuk ke tubuh Harsa.

"Ya udah, nanti kalau laper bilang ke aku ya?" Harsa akhirnya mengangguk.

"Sa, masih sesek nafasnya?" Harsa yang tengah memainkan jemari Saga segera menoleh pelan ke arah Saga.

"Sedikit, tapi gak kayak kemarin." Saga tersenyum tipis.

"Maaf ya, kemarin aku gak angkat telpon kamu, soalnya masih ada pasien." Harsa mengangguk dan kembali memainkan jemari Saga. Saga selalu suka jika melihat Harsa manja padanya seperti ini, seperti Harsa bergantung dan percaya padanya.

"Mau pulang mas." Saga langsung melotot saat mendengar permintaan Harsa.

"Nanti kalau udah baikan baru pulang, sekarang di sini dulu. Gak usah takut kalau bapak mu itu bakal ke sini, ada om Tara, ada papi ku, ada om-om yang lain juga yang bakal jagain kamu." Harsa menggigit bibir bawahnya.

"Yang lain, baik-baik aja?" Saga mengangguk.

"Mereka baik, cuma memang di suruh eyang pulang soalnya udah malem. Mau mereka kesini?" Harsa menggeleng pelan.

"Jangan kasian, mereka nanti capek. Kau takut bapak celakain mereka mas." Saga sedikit terkejut mendengar hal itu dari Harsa.

"Memang om Hendra bilang mau celakain mereka?" Tanpa di duga Harsa mengangguk kecil.

"B-bapak bilang gitu kalau aku gak mau nemuin bapak atau pulang ke rumah bapak mas, aku takut." Saga menggenggam tangan Harsa erat.

"Gak akan ada apa-apa percaya sama aku, semua akan baik-baik aja dan kamu gak perlu balik ke rumah." Saga mencoba menenangkan Harsa.

"Eyang gak akan biarin kamu pulang ke rumah bapak kamu." Harsa terkejut saat eyang Juna ikut bersuara.

"Harsa gak perlu khawatir ya, nanti om Tara yang bakal balas bapak. Kamu gak perlu takut." Harsa tidak menjawab dan memilih memejamkan matanya.

"Capek ya?" Harsa mengangguk, membiarkan Hala mengelus kepalanya dan Saga yang menepuk tangannya pelan.

"Ya udah istirahat aja, biar cepet sehat terus bisa pulang."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.
.
Selamat malam...
Gimana puasanya?
Aku up agak maleman soalnya emang baru selesai nulisnya...
Huhu...aku gak tau kenapa aku tiba-tiba males buat nulis...

Selamat membaca dan semoga suka....

See ya...

–Moon–

Bratadikara's houseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang