11. Mencoba saling mengenal

2.7K 363 26
                                    


.
.
.
.
.
Saga masih terjaga, belum juga terlelap meskipun dia sebenarnya sudah cukup mengantuk. Kebiasaan nya berjaga di rumah sakit sepertinya masih terbawa sampai sekarang.

Jujur aja sebenernya Saga penasaran sama Harsa, sepupunya itu tidak lagi keluar kamar malam ini. Semua berfikir jika Harsa mungkin sudah tidur, tapi tidak dengan Saga. Entah mengapa Saga berfikir jika Harsa belum tertidur, bahkan sampai sekarang.

Saga menghela nafas sebelum akhirnya memilih beranjak dari ranjang nya dan keluar kamar, tujuannya adalah kamar Harsa. Saga ingin memastikan jika Harsa akan istirahat dengan nyaman.

Cklek

Saga menghela nafas daat menemukan Harsa tengah berbaring dengan posisi telungkup di atas ranjang, tapi melihat gerakan kaki Harsa, Saga yakin jika Harsa belum tidur.

Sret

Kedua mata Harsa yang baru saja terpejam langsung terbuka saat Saga menarik earphone nya pelan.

"Kalau mau tidur jangan pake earphone Sa, gak bagus buat gendang telinga." Harsa mengerjap sebentar sebelum akhirnya merubah posisinya menjadi duduk.

"Maaf." Saga ikut duduk di ranjang Harsa.

"Kenapa kamu belum tidur?" Harsa menggeleng.

"Aku gak pernah bisa tidur di tempat baru, paling gak butuh waktu tiga atau empat hari." Saga menatap tidak percaya.

"Terus kamu mau gak tidur empat hari?" Harsa mengangguk tanpa dosa.

"Gak ada ya, selama masih ada aku, gak ada yang boleh tidur gak teratur!" Harsa cukup terkejut saat mendengar ucapan Saga.

"Ya terus gimana? Aku gak bisa tidur." Saga mendengar gumaman lirih Harsa, namun pemuda itu juga memperhatikan pergerakan kaki Harsa.

"Kamu capek ya?" Harsa spontan menatap Saga saat sepupu nya itu bertanya.

"Hah?"

"Aku tanya ,kamu capek ya? Soalnya dari tadi kamu gerakin kaki terus." Harsa langsung menghentikan gerakannya.

"Sedikit sih, mungkin karena jalan pas cari alamat rumah ini." Saga terlihat tidak senang mendengar jawaban Harsa.

"Harusnya kamu telpon eyang, biar eyang bisa minta kita jemput kamu." Pertama kali nya Saga melihat senyum di wajah Harsa, namun itu merupakan senyum sendu.

"Gimana aku bisa telpon, kalau aku aja gak tau alamat yang aku cari itu alamat eyang, ayah dari bunda. Bapak cuma bilang aku harus pergi kesini tanpa di kasih tau apapun. Ya aku kira bapak ngusir aku dari rumah supaya aku mau kerja disini, sama kayak biasanya." Saga terlihat terkejut mendengar jawaban enteng Harsa, seolah hal yang dia ceritakan itu bukan hal yang menyakitkan.

"Aku punya obat buat pegel-pegel, kamu mau? Biar kamu bisa tidur malem ini." Harsa terlihat ragu namun akhirnya memilih mengangguk.

"Ya udah tunggu sebentar, aku ambilin di kamar." Kali ini Harsa yang mengangguk.

Gak butuh waktu lama buat Saga balik ke kamar Harsa sambil bawa bungkusan obat. Pemuda itu menyerahkan obat pada Harsa.

"Kamu tadi beneran udah makan kan?" Harsa mengangguk, dia sudah makan sepotong roti tadi, itu termasuk makan kan?

"Ya udah kamu bisa minum itu, terus coba tidur. Obat itu bisa nyebabin ngantuk, kalau gitu aku keluar ya." Harsa mengangguk kecil.

"Saga makasih sekali lagi."
.
.
.
.
.
Harsa menguap lebar saat alarm ponselnya berbunyi pukul tiga, tidak terlalu keras tapi mampu membuat dia terkejut. Harsa memang terbiasa bangun pukul tiga pagi sebelumnya, bahkan saat dia masih sekolah dulu. Karena jika tidak begitu dia tidak akan bisa berangkat sekolah tepat waktu karena harus membereskan rumah.

Bratadikara's houseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang