.
.
.
.
.
Harsa akhirnya di bolehin ikut puasa hari ini, semua karena cowok itu terus aja ngerengek ke Saga. Tapi kalau di pikir-pikir Harsa memang sudah baik-baik saja, Saga gak perlu khawatir kalau adik nya itu ikut puasa."Harsa seneng banget kayak nya?" Harsa yang sedang duduk sambil mainin gitar Yudhis cuma mengangguk.
"Mas Saga bolehin Harsa ikut puasa bude." Agni menggeleng saat mendengar jawaban Harsa. Hanya karena di perbolehkan puasa, Harsa sesenang itu.
"Aduh ponakan om pinter main gitar juga ternyata." Harsa langsung menghentikan petikannya saat mendengar suara Tara.
"Om Tara." Tara tersenyum, meskipun Harsa terbuka pada sepupu-sepupu nya tapi cowok mungil itu masih sedikit menjaga jarak dengan om dan tante nya, bahkan dengan eyang Juna.
"Loh? Kenapa berhenti? Lanjutin dong." Harsa menggeleng dan memilih memeluk gitar Yudhis.
"Kenapa?" Harsa tetap menggeleng.
"Mas Harsa~" Harsa langsung menoleh saat mendengar suara merengek Wildhan.
"Hm, kenapa?" Harsa buru-buru meletakan gitar Yudhis di kursi sebelah saat Wildhan memeluk tubuhnya dari belakang.
"Mau tidur sama mas Harsa." Harsa mengernyit bingung. Kan semalaman dia sudah bersama Wildhan.
"Kan semalem memang tidur sama aku Wil." Wildhan bukannya tersenyum malah merengut kesal.
"Iya tapi masih mau sama mas Harsa." Harsa mengangguk.
"Iya iya, udah sini duduk, habis ini sahur." Wildhan kali ini menurut.
"Wil, ada yang gak enak?" Wildhan menggeleng saat Saga bertanya padanya. Memang biasanya jika Wildhan manja seperti ini berarti dia sedang sakit.
"Gak ada mas." Saga mengangguk, mungkin nanti dia bisa mengawasi Wildhan sekaligus Harsa.
"Sa, masih ada ayam kecap semalam, mau?" Harsa melirik dahulu ke arah Wildhan sebelum akhirnya menggeleng.
"Mau telor mata sapi Ga, ya?" Saga menghela nafas dan mengangguk.
"Iya aku buatin." Ternyata interaksi Saga pada Harsa juga Wildhan menjadi perhatian para orang dewasa disana.
"Mas Saga aku juga mau~"
.
.
.
.
.
Hari ini entah kenapa mood Harsa sangat jelek, terutama saat tau Wildhan memang sedang sakit. Manjanya anak itu sejak kemarin karena memang sedang tidak enak badang, di tambah Wildhan cemburu pada cewek yang lagi deketin Harsa."Mas Harsa." Harsa menoleh sekilas kemudian kembali fokus pada pekerjaan nya.
"Mas Harsa...aduh makin cakep aja sih." Aruni merona saat mengetahui jika Harsa mengenakan kaca mata hari ini.
"Mas Harsa, lagi ngapain? Mau aku bantu gak?" Harsa menggeleng pelan.
"Gak perlu, saya bisa sendiri." Aruni merengut.
"Ih mas Harsa mah, mas mas tau gak?" Harsa sedikit melirik ke arah Aruni dan menggeleng.
"Mas Harsa cakep buanget, gak mau jadi suami Aruni gitu?" Harsa seketika menoleh pada Aruni dengan wajah kaget yang menurut Aruni sangag tampan.
"Atau mau jadi pacar Aruni? Jadi ayang gitu, biar gak sendirian. Truk aja gandengan mas, masa kita gak." Aruni memasang wajah menggoda yang justru mendapat hedikan bau oleh Harsa.
"Nama kamu Aruni kan?" Aruni mengangguk.
"Iya mas, aku Aruni calon masa depan mas Harsa." Harsa menghela nafas.
"Calon apa?" Aruni seketika menahan pekikan nya saat Harsa kembali bertanya.
"Calon makmum buat mas Harsa dong." Harsa menatap lekat pada Aruni yang ada di depannya dan itu sukses membuat Aruni salah tingkah.
"Aduh mas Harsa jangan di liatin kayak gitu, nanti aku makin suka." Harsa kembali menghela nafas.
"Kamu yang kirimin saya ayam kecap kan?" Aruni mengangguk semangat.
"Iya mas, gimana? Suka kan? Udah enak kok ayam kecap nya." Harsa hanya mengangguk.
"Enak, tapi sebelumnya saya minta maaf, kamu gak perlu kirim ayam kecap setiap hari." Aruni menatap bingung pada Harsa.
"Loh kenapa mas? Kan mas Harsa suka." Harsa kembali mengangguk.
"Iya, saya memang suka ayam kecap. Tapi kalau setiap hari saya bosen." Aruni mengangguk paham sambil menatap ke arah Harsa.
"Jadi tolong jangan di kirim lagi ya, nanti gak kemakan sayang." Aruni kembali mengangguk.
"Oke mas Harsa." Setelah mendengar itu Harsa menepuk pundak Aruni dan berlalu pergi.
"Aaahhh ya Allah...mas Harsa nepuk pundak ku..." Aruni memekik senang setelah memastikan Harsa sudah tidak terlihat lagi. Cewek itu bahkan gak peduli kalau dia di lihatin banyak orang.
"Oalah, duwe putu wedok siji kok tingkah e ora waras!"
.
.
.
.
.
Harsa tidak pernah keberatan saat ada sepupu-sepupunya menempel padanya, seperti Wildhan saat ini.Begitu dia pulang dari kebun tadi, Wildhan langsung merengek minta di temani di kamar nya. Harsa tentu tidak menolak, tapi jika melihat bagaimana tante Esha nya memperhatikan Wildhan, ada sedikit rasa iri yang muncul di hati Harsa.
"Wil, makan ya? Kan udah ada mas Harsa?" Wildhan mengangguk kecil. Memang sejak tadi dia menolak makan karena tidak ada Harsa di kamar nya, bahkan meskipun sudah di bujuk Saga, Wildhan tetap menolak untuk makan.
"Mas Harsa disini ae tapi." Harsa mengangguk, menuruti permintaan Harsa agar sepupu nya yang berisik itu mau makan.
"Ya udah kalau gitu mami ambilin makanan nya." Wildhan mengangguk dan memeluk tubuh Harsa.
"Mas Harsa, pusing." Tampa mengeluarkan kata tangan Harsa sudah bergerak memijat pelan kepala Wildhan.
"Mas Harsa." Harsa menunduk dan menatap Wildhan yang memejamkan matanya.
"Hm?"
"Jangan pergi yo, disini ae." Harsa mengangguk.
"Iya."
"Mas Harsa."
"Apa?"
"Jangan punya pacar dulu."
"Iya Wil." Harsa mengiyakan ucapan Wildhan. Karena dia sendiri belum punya pikiran untuk menjalin hubungan seperti itu.
"Mas Harsa."
"Iya."
"Sayang gak sama aku?" Harsa menggeleng heran mendengar pertanyaan Wildhan yang semakin tidak masuk akal.
"Sayang. Udah ayo makan dulu, itu tante Esha udah datang."
.
.
.
.
.
Candra melihat Harsa merebahkan kepala di meja makan dengan mata terpejam, terlihat sekali jika Harsa tengah kelelahan. Candra yang semula tidak ingin memberitahu yang lain tentang Harsa, tapi ini terlalu gemas untuk di lihat sendiri.Beberapa foto sudah sempat di ambil oleh Candra, dan barulah Candra berteriak memanggil yang lain. Hal itu jelas juga membuat Harsa terbangun.
"Aduh mas Harsa maaf ya maaf." Harsa hanya bisa menggelengkan kepalanya.
"Ngantuk mas?" Harsa hanya mengangguk, sama sekali tidak mengeluarkan suara nya.
"Habis buka kamu bisa tidur lagi Sa, sabar ya."
Suasana buka mereka tampak biasa saja, mereka semua makan dengan tenang tanpa berbicara.
"Sa, tinggalin. Sekarang giliran Yoga yang piket." Harsa mengangguk dan meletakan piring miliknya di wastafel dapur.
"Ga, aku ngantuk banget. Kalau aku tidur duluan gak papa kan ya?" Saga mengangguk.
"Iya tidur aja, gak usah mikirin Wildhan, ada tante Esha."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.
Selamat malam...
Gimana puasanya?
Lancar kan?Selamat membaca dan semoga suka...
See ya...
–Moon–
KAMU SEDANG MEMBACA
Bratadikara's house
FanfictionKarena perintah eyang, mereka yang sebelumnya tidak pernah bertemu akhirnya bertemu dan berkumpul di malang. Meninggalkan segala kenyamanan rumah mereka, hanya untuk mengenal satu sama lain. Sagara yang Dewasa. Harsa yang terlalu sulit di dekati. Yu...