Sebuah motor vespa matic berhenti di depan rumah dua tingkat yang cukup unik. Seorang laki-laki muda dengan badan tinggi tegap dengan kulit kecoklatan, turun sambil membuka helm miliknya. Tak lantas masuk ke dalam rumah, laki-laki itu memilih duduk di teras rumahnya. Lalu menyandarkan punggungnya yang terasa pegal.
Terdengar pintu rumah dibuka dari dalam, rupanya sang adik dari laki-laki itu yang keluar.
"Bang," sapa sang adik.
"Eh elo. Nggak ke kampus lo?"
"Libur. Nggak ada jadwal kuliah hari ini."
"Oh..."
"Lo sendiri tumben udah balik, Bang?"
"Gue cuma ngecek barber yang dekat rumah aja. Lagi pengin santai aja di rumah."
"Bang, ada yang mau gue obrolin. Bisa?" Adiknya itu mengambil tempat di sebelahnya.
"Ada apa? Lo ada masalah?"
"Nggak. Cuma gue butuh bantuan lo, Bang."
"Bantuan gue?"
"Iya. Kira-kira abang keberatan nggak bantuin gue di kampus?"
"Bantuin apa?"
"Jadi pembicara seminar gitu. Fakultas gue lagi ulang tahun. Nah, ada acara seminar umum tentang wirausaha. Dosen gue tuh sounding minta bantuan untuk cari satu pembicara lagi. Mereka udah kewalahan gitu soalnya belum dapat jadwal pembicara yang cocok. Gue kasihan banget sama Bu Sea, dosen gue. Makanya gue diminta bantuan juga sama teman-teman gue untuk bantu dia."
"Sea? Kayak familiar gitu. Teman kampus gue dulu tuh ada yang namanya Sea dan dengar-dengar jadi dosen juga. Tapi nggak tahu di mana. Lupa gue. Hahaha..."
"Iya, Bu Sea, dosen gue. Baik banget soalnya doi."
"Hmm... jadi pembicara ya? Pantas apa gue? Hahaha... Yang lain ajalah," tolaknya halus.
"Pantas kok. Lo kan udah punya barber sampai lima tempat. Udah running dari beberapa tahun yang lalu. Sukses pula. Sekarang lagi soft launching untuk coffee shop juga, kan. Pas banget sama pembicara yang mereka cari. Mau ya, Bang?"
"Gimana ya? Emang beneran harus gue?"
"Mau ya, Bang. Masalahnya bentar lagi acaranya."
"Emang kapan acaranya?"
"Seminggu lagi. Kalau lo oke, gue langsung telepon teman gue biar dia kabarin Bu Sea."
"Tunggu deh, kok gue jadi lebih tertarik sama dosen lo yang namanya Sea itu ya. Seumuran gue bukan? Terus orangnya kecil nggak?"
"Kalau seumuran sih nggak tahu gue ya, Bang. Tapi emang Bu Sea itu mungil gitu dan dia berkerudung."
"Nama lengkapnya siapa? Asli, gue penasaran. Soalnya jarang aja gitu yang nama panggilannya Sea."
"Namanya Seanita Anggraeni."
"Tuh kan! Dosen lo itu namanya mirip sama nama teman kuliah gue dulu."
"Ah serius lo, Bang?" Mata sang adik terbelalak.
"Serius. Ada fotonya nggak?"
"Ada nggak ya? Bentar gue cek dulu galeri handphone gue. Siapa tau ada?"
"Ada nggak?" desak sang kakak penasaran.
"Nih fotonya, Bang. Nggak begitu jelas sih. Cuma lumayanlah."
"Diperbesar dong."
"Nih." Adiknya memperbesar gambar foto di layar itu.
"Tuh kan. Asli, dia teman sekelas gue waktu kuliah di S1."
"Serius, Bang?"
"Beneran. Kalau nggak percaya tanya aja itu anak tinggal di Jogja, bukan?"
"Ya mana gue tahu. Tapi berarti lo mau ya bantuin dia. Kasihan tahu, Bang. Dia udah mumet banget kayaknya."
"Ya udah, bilangin gue mau."
"Asyik. Nanti gue langsung telepon teman gue."
"Tapi ada syaratnya. Jangan cerita-cerita kalau gue itu kenal dia. Gue mau kasih kejutan buat dia."
"Emang lo dekat sama dia waktu kuliah?"
"Kagak sih. Cuma suka nongkrong bareng aja kalau habis ada kelas. Tapi nggak dekat-dekat banget. Dia anaknya nyambung banget kalau diajak diskusi. Rada lawak gitu."
"Iya emang sih, Bu Sea kadang-kadang suka kayak pelawak gitu. Cuma kebanyakan ekspresi lempengnya, Bang. Hahaha..."
"Hahaha... Sea setau gue juga orangnya cuek abis. Dia mah bodo amat mau ada kehebohan kayak apa juga nggak akan dia gubris. Kecuali itu berhubungan sama urusan dia, baru dia bertindak."
"Betul. Kok tahu sih lo, Bang?"
"Tahu aja. Kan gue bilang dia sering nongkrong sama kita-kita."
"Oh gitu. Kirain gue, lo naksir?"
"Hah? Maksud lo?"
"Iya, naksir diam-diam dari jaman dulu. Gitu? Soalnya Bu Sea masih available tahu. Sama kayak elo."
"Belum nikah juga dia?"
"Belum. Cie, kepo ya. Udah lo gue jodohin aja ya nanti. Lumayan kan kalau dia jadi kakak ipar gue. Dapat tutor gratis. Hahaha..."
"Kemaruk. Oportunis akut lo."
"Bukan oportunis, Bang. Ini namanya strategi jitu. Sekali mendayung dua-tiga pulau terlampaui. Abang dapat dosen gue. Gue dapat kakak ipar cerdas yang bisa bantu gue dalam soal nilai kuliah."
"Wah, parah lo. Gue bilangin Sea lho nanti."
"Bilang kalau abang naksir gitu. Eaaaa..."
"Gendeng lo."
"Kan, nurunin elo gendengnya."
"Au ah... Gue mau mandi dulu. Gerah banget. Kabarin aja ke temen lo. Gue minta rundown acaranya dan kisi-kisi pertanyaannya pas seminar."
"Lo juga siapin power point aja seputar barber lo. Kirimin CV lo juga."
"Gue minta contohnya aja. Untuk gambaran. Gue nggak terlalu paham konsep begituan. Lebih tepatnya, lupa."
"Oke, ntar gue kirim ke email lo. Makasih ya, Bang."
"Yoook!"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita dan Takdir (TAMAT)
RomanceTentang jiwa-jiwa yang memendam, namun berharap terikat dalam satu ikatan takdir. Tentang sebuah tanya atas nama-nama yang tersebut memang sudah tertulis untuk saling berdampingan? Tentang kekuatan hati yang apakah mampu mematri dalam derasnya kead...