Part 51 - Layu Sebelum Berkembang

32 3 0
                                    




Sea akhirnya kembali dari toilet

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sea akhirnya kembali dari toilet. Dengan rasa canggung, Sea kembali duduk di bangkunya tadi. "Maaf ya, lama."

Bara mengangguk memaklumi. Matanya menatap Sea dengan tatapan lembut, "Antri ya toiletnya?"

"Iya, antri," bohong Sea.

"Kopi kamu jadi dingin? Aku ganti saja ya yang baru."

"Nggak usah, Bar," tolak Sea sungkan.

"Nggak apa-apa." Bara langsung memanggil karyawannya untuk menukar kopi Sea dengan yang baru.

Kala yang sudah duduk tak jauh dari Sea, menyaksikan perlakuan Bara dari kejauhan. Sungguh Kala berjuang sekeras tenaga untuk menahan cemburunya yang nyaris tak terbendung.

Rahang Kala mengeras menahan gejolak emosinya. Sejak awal bertemu laki-laki itu di acara donor darah kampus Sea, Kala sudah mengendus hawa rivalitas dengannya. Ternyata benar dugaannya, Sea memang targetnya.

"Se, kenapa kok bengong?" tegur Bara pelan.

"Hah?" Sea gelagapan.

"Kenapa kamu bengong?" ujar Bara mengulangi kata-katanya.

"Nggak. Nggak ada apa-apa kok, Bar."

Sea terdiam setelah itu. Beberapa menit telah terlewati. Cukup lama. Bara sendiri hanya menghabiskan waktunya itu menatap Sea yang entah kenapa menghindari tatapan matanya.

Bara lalu berdeham sambil membetulkan posisi duduknya. Lebih maju supaya lebih dekat dengan Sea di seberangnya.

"Se," panggil Bara dengan intonasi suara yang lebih berat terkesan sangat serius.

Sea mendengar namanya dipanggil Bara langsung meremas tepian bangkunya.

Guratan cemas Sea pun terbaca oleh Kala ketika Bara memanggilnya kembali.

"Boleh aku bertanya tentang sesuatu?" ucap Bara dengan tatapan yang terfokus pada Sea seorang.

Sea hanya bisa menjawab dengan anggukan lemas.

"Apakah sudah ada seseorang di dalam hatimu?" Tersampaikan juga oleh Bara apa yang tertunda kemarin.

Runtuh sudah. Apa yang Sea khawatirkan akhirnya benar-benar terjadi. Bara menyampaikan hal itu. Arahnya sudah jelas. Pembicaraan ini pasti akan berujung pada pernyataan perasaan Bara. Sea terdiam tak berani menatap Bara.

Kala mengepalkan tangannya. Mengatur nafasnya yang sudah sedemikian berderu. Namun, kata-kata Roy tadi menyadarkannya untuk tetap waras dan tak termakan cemburu.

"Kenapa tiba-tiba bertanya itu?" Sea malah bertanya balik, mulai menunjukkan ketidaknyamanannya yang ditahan sejak tadi.

Bara tak ambil pusing dengan pertanyaan itu, dirinya malah makin terang-terangan mengutarakan apa yang sejak dulu harusnya disampaikan. "Kalau tidak ada siapa pun, aku ingin mengisinya."

Kita dan Takdir (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang