Baru saja Roy ingin berlari, sebuah motor sport merah berhenti tepat di depannya. Roy terpaksa menghentikan langkahnya. Helm dibuka sang pengendara. Roy terperanjat mendapati seseorang yang sedang berada di atas motor itu adalah perempuan yang dikenalnya betul. Kaki Roy mendadak tak bisa bergerak saat perempuan itu menatapnya.
"Mona?" ujar Roy terbata. Kaget, bingung, sekaligus takjub karena tak pernah melihat sisi yang satu ini. Dilihatnya Mona berjaket kulit mengendarai motor sport besar berwarna merah. Roy nyaris tak berkedip menatap Mona.
"Mas Roy?" tanya Mona yang juga heran.
"Bukannya lo di rumah lo jagain nyokap?" tanya Roy tiba-tiba.
"Nggak. Gue lagi arah balik ke kosan. Di tengah jalan dapat video dari Mbak Sea kalau kosan kemalingan. Kok lo ada di sini, Mas?"
"Sea dan teman kosan lo luka gara-gara ngelawan maling."
"Apa!!! Kok Mbak Sea nggak kabarin gue?" teriak Mona yang buru-buru menelepon Sea.
"Mau ngapain? Telepon Sea? Orang dua-duanya sekarang pingsan. Gimana mau ngabarin lo lagi coba. Kala sama Rahma udah jalan ke klinik bawa mereka. Gue sekarang mau ke klinik."
"Pingsan??? Mbak Sea pingsan? Lo bareng motor gue aja, Mas."
"Pindah ke jok belakang. Biar gue aja yang bawa motor lo, Mon."
Mona mundur ke jok belakang dan membiarkan Roy mengambil alih kendali motornya. Tapi tiba-tiba, Mona menepuk bahu Roy. "Bentar gue kunci pintu gerbang dulu."
Mona turun lagi dari motornya yang kini sudah dalam kemudi Roy. Bergegas mengunci pintu gerbang kosannya. Lalu berlari ke arah tempat laundry dan meminta petugas di sana untuk segera memberitahu aparat lingkungan bahwa telah terjadi kemalingan di kosannya. Setelah itu, Mona kembali naik ke motornya.
"Pegangan, Mon. Gue mau ngebut," ucap Roy sungguh-sungguh.
Motor itu melaju ke klinik berusaha menyusul mobil Kala. Dengan kecepatan tinggi, Roy mengendarai motor Mona itu dan menyalip mendahului mobil Kala.
Begitu tiba di klinik, Mona segera loncat dari motor dan bersiap menyambut mobil Kala yang berhenti di depannya. Mona membuka pintu mobil dan mendapati Sea tak sadarkan diri dengan kening kanan terluka dan memar.
Mona histeris, "Mbak Sea... Mbak Sea bangun. Lo kenapa? Mas Kala, ini Mbak Sea kenapa?" Mona mencoba menguncang-guncangkan lengan Sea pelan. Tak ada respon dari Sea.
Kala tak menggubris kepanikan Mona, karena dia harus fokus pada penanganan kedua korban itu. Sebagai dokter, pasien adalah yang utama. Kala wajib menomorduakan perasaannya saat ini. Kala mencoba menekan kuat-kuat rasa cemas yang juga hinggap di pikirannya.
Kala segera memberi instruksi untuk membuka ruangan penanganan khusus.
Roy bergegas masuk mengikuti perintah yang Kala suruh. "Mona tolong lo bantu Roy. Sekarang!" Kala dengan sengaja melepaskan pegangan tangan Mona pada Sea.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita dan Takdir (TAMAT)
RomansaTentang jiwa-jiwa yang memendam, namun berharap terikat dalam satu ikatan takdir. Tentang sebuah tanya atas nama-nama yang tersebut memang sudah tertulis untuk saling berdampingan? Tentang kekuatan hati yang apakah mampu mematri dalam derasnya kead...