Pegangan wahai penumpang kapal... Sudah hampir menemui ujung perjalanan...
Jangan lupa vote dan comment ya...
Seusai acara berbagi rezeki dengan anak-anak yatim terlaksana. Tante Lisa dan Om Darwin pun mengantarkan para pengurus panti dan anak-anak tersebut ke bus yang tadi menjemput mereka. Mereka pun diantarkan kembali ke panti asuhan.
Setelah itu, beberapa kerabat Tante Lisa pun mulai pamit bergantian untuk pulang. Ya, ini sudah sekitar jam 2 siang. Sebentar lagi acara syukuran ulang tahun Tante Lisa juga akan usai.
Sejak tadi lantunan tuts piano ikut memeriahkan suasana acara tersebut. Dimainkan oleh seorang pianis yang memang spesial dipanggil Tante Lisa dari sebuah kafe kenamaan yang pernah dikunjunginya.
Sea kembali menghampiri Mona, setelah sendirian dan bingung mau apa. Tadi Kala izin keluar sebentar, tapi rupanya belum juga kembali.
"Mas Kala ke mana?" tanya Mona ketika Sea menghampirinya seorang diri.
"Tadi izin keluar sebentar." Sea membetulkan poni rambut Mona yang terhempas angin.
"Ngapain?"
"Nggak tahu."
Tiba-tiba hingar bingar di ruangan tersebut menjadi sunyi senyap. Hanya tersisa alunan musik piano dan suara mereka berdua.
"Eh, tunggu deh. Ini kok ruangan mendadak sepi ya? Pada ke mana?" Mona heran.
Sea lalu melihat sekitarnya. Lalu sependapat dengan pikiran Mona. "Iya, ya. Pada ke mana?"
Ternyata hanya tinggal mereka berdua dan seorang pianis yang sedang memainkan grand piano.
"Emang udah selesai acaranya?" ujar Sea memastikan.
"Acara syukurannya udah kayaknya. Cuma tadi nyokap bilang sih mungkin ada kumpul keluarga sebentar sih selesai acara," jelas Mona, "Eh, tapi beberapa kerabat mama juga bukannya udah balik, Mbak???"
"Lah gimana sih bu EO-nya? Hahaha..." Sea terkekeh mendengar Mona yang heran sendiri.
"Hahaha... Daku hanyalah jongos, Mbak. Bos sebenarnya tuh yang punya hajat."
"Hahaha... Segala jongoslah dibawa-bawa. Ngomong-ngomong, bahu lo aman?" Sea pelan menyapu lembut alat penyangga di bahu Mona.
Mona mengangguk. "Aman. Cuma kadang ngilu aja dikit. Nah lo sendiri, jidat aman?" Mona menunjuk ke arah kening Sea.
Sea memegang pelipisnya yang tertutup plester. "Aman."
"Kita cantik-cantik kok perbanan ya? Hahaha..." sahut Mona tergelak.
"Hahaha... Kasihan amat ya." Keduanya terbahak meratapi nasib sial yang mengakibatkan mereka terluka begini.
Tiba-tiba ruang tamu perlahan mulai kembali ramai, meski tidak seramai tadi. Tante Lisa dan Om Darwin pun sudah kembali masuk dan menghampiri Mona.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita dan Takdir (TAMAT)
RomantizmTentang jiwa-jiwa yang memendam, namun berharap terikat dalam satu ikatan takdir. Tentang sebuah tanya atas nama-nama yang tersebut memang sudah tertulis untuk saling berdampingan? Tentang kekuatan hati yang apakah mampu mematri dalam derasnya kead...