"Gue butuh bantuan," ujar Mona yang tiba-tiba memasang wajah serius.
"Bantuan?" Kedua cowok di depan Mona itu melongo. Mona lalu terdiam dan hanya meninggalkan jejak ekspresi penuh misteri.
.
.
.
.
"Butuh bantuan?" Kala dan Roy mengulang kembali pernyataan sambil keduanya kompak menunjukkan ekspresi heran. Tidak biasanya Mona minta tolong sampai seperti ini kepada mereka.
"Biasa aja kali mukanya... Heboh banget dengar gue minta tolong." Mona meraup kedua wajah di hadapannya itu. Kala dan Roy mengembalikan keterperangahan mereka.
"Ya lagian, lo juga yang bikin kita berdua bingung sama ekspresi lo pas minta tolong," potong Roy.
"Salah ekspresi ya gue, mas? Hahaha..."sahut Mona garuk-garuk kepala.
"Ada apaan sih? Lo lagi ada masalah? Tumben benar. Lo kan jarang-jarang minta tolong," tanya Kala yang jadi berubah khawatir.
"Bukan gitu, Mas. Masalahnya yang butuh bantuan itu sebenarnya bukan gue."
"Terus siapa emangnya?" balas Kala sedikit mendesak.
"Calon jodoh lo, Mas," jawab Mona hati-hati.
Mimik wajah Kala berubah panik. Buru-buru ditanyanya kembali, "Sea kenapa?"
"Tenang dulu, Mas. Sea nggak kenapa-napa. Cuma kampusnya lagi buat acara donor darah dan dia lagi cari tambahan dokter untuk bantu tim PMI. Jadi, gue mau minta tolong kalian berdua untuk jadi tambahan dokter di acara itu."
"Nggak mungkin kita berdua sih, Mon. Klinik ini kan mesti ada yang kontrol dan bertanggung-jawab. Paling Roy yang bisa lo bawa sebagai tenaga tambahan di acara Sea," cetus Kala dengan wajah serius.
"Yaaaa... lo aja deh. Ini kan bisa jadi momentum lo buat dekat sama Sea," bujuk Mona.
"Ya memang. Kalau boleh jujur gue juga mau banget. Tapi gimana ya, gue kan nggak mungkin ninggalin tugas gue di klinik. Lagian gue udah janji kalau status PLT si Roy bakal selesai minggu ini. Roy aja ya."
"Mas Kala yakin?" tanya Mona memastikan.
Kala mengangguk serius.
Mona melirik Roy seperti hendak memberi kode. Wajah di depan Roy itu mendadak berubah muram. Roy paham maksud raut manyun itu. Roy menghela nafas panjang, mencoba menengahi keduanya. "Udah lo aja yang berangkat. Biar pas hari itu, semua urusan klinik gue yang handle," kata Roy sambil menepuk bahu Kala.
Lengkungan senyum di bibir Mona tercetak jelas diarahkan kepada Roy. "Thank you," Mona melempar ucapan terima kasih dengan isyarat bibir tanpa suara.
Isyarat pun dibaca baik oleh Roy. Roy mengacungkan jempol di belakang punggung Kala tanpa sepengetahuannya.
"Serius nggak apa-apa, Roy? Yakin?" Kala balik bertanya pada Roy dengan wajah tak enak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita dan Takdir (TAMAT)
RomanceTentang jiwa-jiwa yang memendam, namun berharap terikat dalam satu ikatan takdir. Tentang sebuah tanya atas nama-nama yang tersebut memang sudah tertulis untuk saling berdampingan? Tentang kekuatan hati yang apakah mampu mematri dalam derasnya kead...