Part 12 - Bergerak Merambat

41 3 0
                                    


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Mona sedang asyik mendengarkan penjelasan dosen di kelasnya. Sesekali ia bertanya dengan teman di sebelahnya. Lalu kembali tenggelam dalam kekhusyukan belajarnya. Tepat setelah dosen pamit dan keluar dari ruangan kelas. Suara ponsel miliknya berdering.

"Mas Kala? Ngapain jam segini telepon gue," sahut Mona sambil melihat layar ponselnya.

Lalu ia mengangkat telepon masuk itu, "Ya, Mas. Ada apa?"

"Lo di mana, Mon?"

"Masih di kampus. Tapi bentar lagi gue mau balik sih. Apa ada?"

"Langsung balik ke kosan lo gih."

"Kenapa emang?" tanya Mona bingung.

"Sea alerginya kumat. Lo pulang cepetan dan tolong cek kondisinya. Gue takut kenapa-napa dia?" ujar Kala yang terdengar panik.

Mona mengernyitkan kening. "Sea? Alergi? Emang Sea punya alergi? Ah, bercanda kali lo."

"Serius!"

"Tunggu, tahu dari mana lo kalau Sea alergi?" selidik Mona mulai mendapati keanehan dalam ucapan kakak sepupunya.

"Tadi gue yang bantuin dia. Makanya gue tahu. Tolong pulang sekarang ya buat cek kondisinya. Kalau gue yang telepon atau chat dia pasti jawabannya nggak kenapa-napa," kata Kala setengah memohon.

"Wow... lo punya nomornya Sea sekarang? Kayaknya gue ketinggalan update cerita kalian nih." Mona langsung mencoba memburu info terbaru dari kisah kedua orang terdekatnya itu.

"Aduh, nanti aja deh bahas yang itu. Sekarang tolong liat keadaan Sea dulu."

"Iya-iya. Habis ini gue langsung balik ke kosan. Nanti gue kabarin lagi kalau udah selesai ngecek kondisi dia."

"Benar ya? Gue tunggu kabar lo."

"Iya, takut amat sih. Udah santai aja. Kalau ada apa-apa juga Sea pasti bakal kabarin gue kok."

"Oke. Makasih ya, Mon."

***

Sea terlihat menutup pintu kamar kosannya. Segera dilihatnya ruam merah wajahnya dan beberapa bagian lain tubuhnya di depan cermin. Rupanya masih terlihat jelas walaupun rasa gatalnya sudah mulai berkurang.

Sea mengambil strip obat alergi yang tadi Kala belikan untuknya. Ditatapnya benda itu dalam-dalam. Mendadak memori kejadian tadi terputar kembali. Betapa sigapnya seorang Kala membantunya. Tidak terbayang bagaimana nasibnya kalau Kala tidak responsif seperti tadi.

Hatinya mendadak terenyuh. Tidak bisa dipungkiri kalau ada sepercik harap dan sepintas ingin yang lewat di benak Sea bahwa Kala adalah.... Ah sudahlah, tak mungkin juga Kala adalah si pemilik punggung di mushola itu. Terlalu dini untuk berasumsi. Bangun Sea... Keracunan kepiting ternyata bikin lo jadi nggak waras.

Kita dan Takdir (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang