"Selamat malam, Se... Selamat malam, Kal." Satu suara di sebelah Kala membeo, menggoda Kala yang baru saja menutup sambungan telepon dari Sea.
Kala sontak menoleh dan menemukan Mona tertawa kecil dengan muka baru bangun tidurnya.
"Perasaan ini rumah gue. Kenapa jadi kayak gue yang ngontrak ya?" keluh Mona mengingatkan.
"Udah bangun lo?" tegur Kala yang sejujurnya kaget mendengar ledekan adik sepupunya.
"Lebih tepatnya kebangun karena ada yang indehoy di dekat gue."
"Apaan coba?"
"Hei anda, lain kali jauhan sedikit kenapa kalau mau telepon-teleponan sama pujaan hatinya."
"Apa sih? Bukan gue yang telepon. Sea yang telepon." Kala tampak tak terima.
"Sea yang telepon duluan? Masa? Serius lo, Mas?" Mona terlihat tak percaya.
"Serius. Lagian ngapain gue telepon malam-malam gini. Tahu waktulah gue."
Mona berpikir sejenak. "Tapi kok bisa Sea telepon ke elo? Tengah malam pula."
"Bukan ke HP gue tapi HP elo, Mona," ulas Kala sekali lagi. Sepertinya Mona lupa dengan kejadian tadi.
Mendengar omongan Kala barusan. Mona langsung berteriak panik, nyaris melompat dari sofa. Kala buru-buru membekap mulut sepupunya itu, takut Tante Lisa terbangun.
"Kok lo angkat telepon Sea di HP gue sih. Kan jadi ketahuan kalau lo sepupu gue. Gimana sih, Mas?" ujar Mona panik.
"Sea udah tahu kali lo itu sepupu gue."
"WHAAAATTT!!!" pekik Mona makin heboh.
"Sssstttt... jangan berisik. Kan gue udah bilang kalau nyokap lo lagi tidur. Duduk! Gue jelasin."
Mona menurut dan kembali duduk di samping Kala.
"Pertama, gue klarifikasi ya kenapa gue berani angkat telepon dari Sea di HP lo. Itu karena tadi lo sendiri yang suruh gue angkat. Jangan bilang lo nggak sadar ngomong begitu?"
"Nggak." Mona menggeleng lemah. Mencoba mengingat kapan dirinya bicara seperti itu.
"Tuh kan lo ngelindur. Jangan bilang gue lancang ya angkat-angkat HP orang."
"Iye... Terus gimana ceritanya Sea akhirnya tahu kalau gue sepupu lo." Mata Mona kembali melotot.
"Ya pas kemarin kita ketemu lagi di acara donor darah. Gue pilih jujur tentang kita yang sepupuan. Tapi minus cerita soal kejadian di mushola dan di Beijing. Belum waktunya aja."
"Reaksinya dia gimana, Mas?"
"Awalnya sih dia kaget dan agak bingung. Nggak deh, agak curiga lebih tepatnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita dan Takdir (TAMAT)
RomanceTentang jiwa-jiwa yang memendam, namun berharap terikat dalam satu ikatan takdir. Tentang sebuah tanya atas nama-nama yang tersebut memang sudah tertulis untuk saling berdampingan? Tentang kekuatan hati yang apakah mampu mematri dalam derasnya kead...