Part 46 - Fly to The Moon

49 2 0
                                    

Pegangan!!! Karena perjalanan udara kali ini membuat jantung kurang aman... deg-degan super berbunga-bunga.

 deg-degan super berbunga-bunga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sea sudah tiba di rumahnya. Sedang asyik gelendotan dengan Ibunya bersama Air dan Banyu di ruang keluarga. Sang Ayah juga sedang mengupasi mangga untuk Sea dan kedua cucunya itu.

Sementara di ruang tamu, Samudera sedang duduk merangkul istrinya sambil memperlihatkan beberapa menu-menu baru toko kuenya yang nantinya akan segera diluncurkan. "Se, Mona dan Kala belum datang? Kamu sudah bilang kan suruh mereka ke sini?" ucap Samudera yang kemudian melongok kepala ke arah ruang keluarga, memastikan Sea mendengar pertanyaannya.

Kenapa Mas Samudera yang kayaknya lebih heboh ya nungguin Mona dan Kala? Perasaan dari tadi nanya melulu udah datang apa belum, gumam Sea dengan dahi mengerut.

Sea agak penasaran dengan perubahan sikap kakaknya. Sea hanya bisa geleng-geleng kepala. Sedetik kemudian segera mengubur kecurigaannya. Lupa kalau kehadiran Mona dan Kala yang akan menjadi teman perjalanan dirinya selama penerbangan ke Jakarta, jelas akan Mas Samudera kejar terus kabarnya.

"Udah aku suruh kok. Mungkin mereka lagi packing dulu. Biar nanti sekalian berangkatnya dari sini."

"Udah pesan tiket?" tanya Samudera kembali.

"Udah. Tadi Mona yang urus. Kita naik pesawat yang jam setengah 5 sore."

"Ya udah, nanti mas yang antar ke bandara."

"Iya."

***

Mona memeriksa nomor rumah yang ada di depannya. "Nah, ini dia nomornya. Ketemu juga akhirnya rumah Mbak Sea."

Mendengar bahwa Mona sudah menemukan rumah Sea, hati Kala berdebar tak beraturan. Apa begini ya rasanya nyamperin rumah calon mertua? pikir Kala. Dengkulnya serasa mau copot. Kala berusaha mengatur nafasnya. Berupaya tetap terlihat cool nantinya.

Namun, sikap gugup Kala terendus oleh Mona. "Grogi amat, Mas?" Senyum jahil Mona sudah tersaji untuk meledek Kala.

"Hmm..." deham Kala sebal. "Dari pada berisik, mending kabarin Sea kita udah di depan rumahnya."

Tiba-tiba, Mona berteriak mengucapkan salam. "Assalamu'alaikum... Mbak Seaaaa..."

Kala menepuk keningnya, sambil berbisik super pelan ke dekat Mona "Pelan-pelan, Mona. Teriakan lo parah betul." Memang adik sepupunya itu minim urat malu.

"Biarin weee..."

Samudera keluar menyambut dua tamu sang adik. Tak lama menyusul Sea yang juga keluar menghampiri Mona dan Kala.

Kala memandangi Sea yang baru saja muncul. Dilihatnya Sea sudah tersenyum menyambut mereka. Dengan bibir masih terlihat sedikit pucat dan juga perban yang masih setia tertempel di kening, tetiba hati Kala dirundung cemas. Tanpa dikomando, mulutnya sudah lebih dulu menyuarakan isi hati. "Mukamu masih pucat. Kamu benar sudah lebih baik?"

Kita dan Takdir (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang